Makalah Perumpamaan Kuda Terhadap Orang Kikir Dalam Surat Al ‘Adiyat
Manusia diberikan begitu banyak karunia oleh Allah SWT yang berupa tenaga,
ilmu, kesehatan dan lain sebagainya sehingga manusia dapat memanfaatkan
sumber daya alam untuk menjalani kehidupan. Hakikat sebenarnya manusia
hidup di dunia ini hanya sebagai tempat bercocok tanam amal
sebanyak-banyaknya. Dan di akhirat nantilah kita akan memetik hasil dari
amal yang telah kita kerjakan.
Namun begitu banyak manusia yang lupa akan hal tersebut dan mereka larut
dalam kesenangan dan kenikmatan dunia. Karena itu, mereka tidak segan-segan
dan ragu untuk bersikap bakhil, sombong, serta membanggakan dirinya
sendiri.
Harta seolah-olah sudah menjadi tolok ukur tinggi dan rendahnya status
sosial seseorang di masyarakat. Sehingga tidaklah mengherankan jika
kemudian harta menjadi buruan yang senantiasa diintai oleh para pemburunya.
Bahkan bagi beberapa orang ada yang bersedia melakukan apapun untuk bisa
mendapatkan harta buruannya. Walaupun dengan menghalalkan segala cara.
Setelah mendapatkannya, sebagian dari mereka ada yang merasa berat untuk
mengeluarkan sebagian dari harta mereka untuk disedekahkan. Padahal dalam
rezeki yang mereka dapatkan terdapat hak bagi anak yatim dan kaum dhuafa.
Kikir merupakan salah satu perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Sesungguhnya Islam tidak tidak melarang umatnya terhadap kelayakan hidup.
Namun Islam melarang umatnya untuk tidak menikmati atau berlebihan dalam
menikmati kelayakan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Kikir merupakan
sifat yang menomorsatukan sifat individualisme yang menyebabkan kerusakan
yang merata.
Dalam makalah ini, penulis mencoba menjelaskan lebih dalam lagi mengenai
kikir tersebut dan bagaimana dampak yang akan ditimbulkan jika sifat
tersebut serta perumpaan orang yang kikir terhadap kuda dalam surat
al-‘Adiyat.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun yang menjadi rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kikir ?
2. Bagaimanakah ciri, sebab, bahayanya kikir ?
3. Bagaimanakah orang yang kikir diumpamakan sebagai kuda ?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kikir.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah ciri, sebab, bahayanya kikir.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah orang yang kikir diumpamakan sebagai kuda.
GAMBARAN UMUM TENTANG KIKIR
A.
Pengertian Kikir
Kikir dalam bahasa Arab yaitu syuh dan bakhil. Kikir ini
dapat pula disamakan dengan pelit. Sedangkan menurut istilah berarti tidak
mempunyai keinginan untuk mengeluarkan harta yang wajib dikeluarkan baik
dalam ketentuan agama seperti zakat, nafkah keluarga atau menurut ketentuan
perikemanusiaan seperti sedekah, infak, dan hadiah.
[1]
Selain itu, Rahmat Luthfi juga berpendapat bahwa kikir ini merupakan sebuah
sikap mental dimana seseorang merasa berat atau enggan mengeluarkan
sebagian karunia Allah (harta) untuk diberikan kepada orang lain atau objek
yang berhak menerima. Keengganan itu boleh jadi disebabkan oleh kesombongan
dan ketamakan serta kecintaan yang berlebihan kepada harta yang berakibat
kepada perasaan selalu merasa kurang dan tidak cukup terhadap nikmat yang
diberikan Allah SWT
[2]
. Dengan maka jelaslah pengertian kikir.
B.
Larangan Dan Bahayanya Kikir
Sebagaimana kita ketahui bahwa kikir ini merupakan sebuah sifat yang sangat
tercela. Oleh karena itu Allah SWT telah menyatakan larangan bersikap
kikir, sebagaimana dalam Surat Al Isra’ 29 :
Artinya :
“dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela
dan menyesal”.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT memberikan arahan
bagaimana cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta. Permulaan ayat ini
Allah melarang menjadikan tangan terbelenggu pada leher. Ungkapan ini sudah
terbiasa di kalangan-kalangan orang Arab yaitu sudah menunjukkan kekikiran.
Kikir sangat dilarang dan dibenci oleh Allah, karena dengan kekikiran
inilah seseorang akan direndahkan derajatnya, baik pada pandangan Allah
maupun pandangan manusia.
Dalam hadist yang lain Rasulullah SAW juga bersabda :
وَإِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ:
أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا،
وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا
Artinya :
“Waspadalah dengan sifat ‘syuh’ (tamak lagi pelit) karena sifat ‘syuh’
yang membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat itu memerintahkan
mereka untuk bersifat bakhil (pelit), maka mereka pun bersifat bakhil.
Sifat itu memerintahkan mereka untuk memutuskan hubungan kekerabatan,
maka mereka pun memutuskan hubungan kekerabatan. Dan Sifat itu
memerintahkan mereka berbuat dosa, maka mereka pun berbuat dosa”
(HR. Ahmad)
Sebagai seorang hamba yang lemah, manusia diberikan fitrah untuk mencari
harta selama hidup di dunia. Setiap manusia pasti berusaha mencari harta
untuk mencukupi diri dan keluarganya.
Begitu halnya dengan sifat kikir atau pelit. Sifat ini juga sudah menjadi
fitrah tersendiri bagi manusia. Namun hanya sedikit sekali dari kita yang
mampu mengendalikan fitrah ini ke arah yang lebih dicintai oleh Allah.
Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya at-Thibbu ar-ruhi mendefinisikan
kikir sebagai sifat enggan menunaikan kewajiban. Baik itu bersifat harta
benda atau jasa.
Pada praktiknya, sifat kikir banyak ditemui saat seseorang mimiliki
kecukupan harta. Di saat inilah manusia diuji untuk saling berbagi. Jika
orang tersebut memiliki keimanan yang kuat, sudah tentu dia dengan mudah
mengeluarkan hartanya untuk sesama. Namun jika tidak maka sifat kikir dan
hobi menumpuk-numpuk harta telah menguasai jiwanya.
Rasulullah saw pernah bersabda :
وَ أَىُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ الْبُخْلِ
Artinya
: “Lalu penyakit apa lagi yang lebih berbahaya daripada sifat kikir”
(HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Hadis ini dengan jelas menerangkan bahwa penyakit kikir bukanlah penyakit
yang biasa. Danial Zainal Abidin mengungkapkan di dalam bukunya setidaknya
ada tiga bahaya besar dari penyakit kikir ini, yaitu :
1. Kikir senantiasa menjadikan majikannya menjadi orang yang cinta terhadap
dunia secara berlebihan.
2. Menghilangkan sifat peduli terhadap mereka yang tidak mampu dan
membutuhkan.
3. Sifat kikir menularkan sikap hobi menimbun-nimbun harta.
[3]
C.
Ciri-Ciri Orang Kikir
Ciri-ciri kikir dapat dilihat dari objek yang dikuasainya. Apabila dia
memiliki harta maka ia tidak mau membayar zakat, mengeluarkan infak dan
sedekah. Sulit sekali untuk berbagi kepada orang tua maupun saudaranya,
apalagi kepada orang lain. Ada pula yang dermawan, namun uang adalah uang
hasil kejahatan seperti korupsi. Ia tidak mau mengeluarkan dari uang yang
halal dan dari penghasilan yang tidak melanggar hukum.
Bila terkait dengan ilmu, ia sangat pelit untuk menyampaikannya. Apabila
ditanya maka ia menjawabnya satu-satu, setengah-setengah dan malas-malasan.
Kecuali jika dibayar dengan bayaran tertentu maka baru dia mau
mengajarkannya. Sehingga yang ada di kepalanya adalah uang, harta dan
sejenisnya.
Jika yang dimilikinya kekuasaan atau jabatan, maka ia berjuang mati-matian
untuk mempertahankannya. Tak peduli meskipun bawahannya sudah layak dan
kompeten untuk menggantikan kedudukannya.
Selain itu ia sangat sulit untuk melakukan kebaikan-kebaikan dengan
menggunakan kekuasaannya. Baginya kepemimpinannya hanyalah untuk keuntungan
dirinya. Manakala tidak ada keuntungan yang didapatkan maka ia enggan untuk
menggunakan kewenangannya untuk kemashlahatan umat. Baru setelah pensiun ia
bicara tentang dakwah dan umat. Padahal waktu memegang jabatan tinggi acuh
tak acuh dengan dakwah bahkan memusuhi para da’i dan penegak ajaran Islam.
Lalu bakhil terkait dengan kehormatan dan kemuliaan. Betapa banyak orang
yang mulia dan terhormat kedudukannya di masyarakat namun ia sangat pelit
menggunakan karismanya tersebut untuk berdakwah, membela kebenaran dan
kehormatan umat.
Pelit terhadap kelapangan, kesejahteraan dan kesenangan diri. Inilah
orang-orang egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia tidak peduli
dengan nasib orang di sekitarnya. Tidak peduli dengan dakwah hingga urusan
kebajikan di masyarakat.
Bakhil terhadap jiwa dan ruhani. Makanya ia jarang memberikan makanan
terhadap ruhaninya. Ia malas dzikir, berdo’a dan ibadah lainnya. Ia lebih
suka berbuat kasar, suka mencari kesalahan orang lain, memfitnah, mengadu
domba, membentak-bentak hingga berdusta atas nama Allah SWT.
[4]
D.
Sebab-Sebab Timbulnya Sifat Kikir
Sebagaimana kita ketahui bahwa kikir merupakan sikap yang sangat tercela.
Perlu kita ketahui pula bahwa kikir itu ada sebab-sebabnya. Muslih Muhammad
di dalam bukunya disebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang
menjadi kikir, di antaranya :
1. Cinta dunia. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Qiyamah ayat
20-21 :
Artinya :
“sekali-kali janganlah demikian. sebenarnya kamu (hai manusia)
mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.”
2. Tidak yakin akan apa-apa yang ada disisiNya. Allah berfirman yang
artinya dalam surat Al-Lail ayat 8-10 :
Artinya :
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta
mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya
(jalan) yang sukar.”
3. Lupa untuk intropeksi diri, serta melalaikan akibat-akibat dari
perbuatan kikir.
[5]
PERUMPAMAAN KUDA TERHADAP ORANG KIKIR DALAM SURAT AL-'ADIYAT
A.
Tasfir Surat Al-‘Adiyat.
Surat al-adiyat merupakan sebuah surat yang di dalamnya diceritakan keadaan
kuda-kuda perang yang berlari kencang dan keadaan Manusia yang begitu
ingkar kepada nikmat Rabbnya. Mereka amat cinta pada harta dan bersikap
pelit. Kelak semua itu akan ditampakkan oleh Allah dan akan dibalas. Untuk
mengetahui lebih jauh, penulis akan menjelaskan sedikit tafsir surat Al-
‘Adiyat berdasarkan kitab Tafsir fi Zhilalil Quran :
Artinya :
“demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, Dan kuda
yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang
menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka ia menerbangkan debu.
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.”
Dalam ayat 1-5 Allah SWT bersumpah dengan kuda-kuda perang, dan menyifati
geraka-gerakannya satu persatu sejak larinya dengan suara terengah-engah
sebagaimana yang sudah terkenal. Juga dengan kuku-kuku kakinya yang
menarung bebatuan hingga memercikkan bunga-bunga api. Kuda-kuda yang
menyerang musuh secara tiba-tiba pada pagi hari, dengan menebarkan
debu-debu peperangan ke udara tanpa menunggu apa-apa lagi. Mereka menyerang
ke tengah-tengah barisan musuh hingga kocar-kacir.
Begitulah jalannya peperangan sebagaiman biasa dialami orang-orang yang
menerima firman ini pertama kali. Sumpah dengan kuda dalam konteks ini
memiliki kesan yang kuat terhadap kecintaan kepada gerakan dan kecekatan
itu, setelah merasakan nilai-nilainya dalam timbangan dan perhatian Allah
Yang Maha Suci.
Hal itu melebihi kesesuaian pemandangan ini dengan pemandangan-pemandangan
yang dijadikan sumpah dan dikomentari sebagaimana sudah kami kemukakan.
Adapun yang disumpahkanvoleh Allah SWT adalah hakikat yang ada di dalam
jiwa manusia, ketika hatinya kosong dari motif-motif iman. Hakikat yang
manusia diperingatkan oleh Al-quran terhadapnya, agar mempersiapkan
iradahnya untuk memeranginya. Karena, Allah mengetahui kedalaman belitan di
dalam jiwanya, dan beratnya tekanan pada dirinya.
Artinya :
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada
Tuhannya. Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri)
keingkarannya”. Dan Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya
kepada harta”
Dalam ayat 6-7 ini dijelaskan bahwa manusia sangat ingkar terhadap nikamat
Tuhannya, mengingkari karunia-Nya yang besar. Keingkaran dan
ketidakberterimakasihannya itu tercermin dalam bermacam-macam gejala yang
tampak dalam perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataannya. Sehingga,
semua itu seakan menjadi saksi yang mengakui hakikat ini. Juga seakan-akan
dia menyaksikan sendiri terhadap hal itu. Atau, boleh jadi ia akan menjadi
saksi bagi dirinya sendiri pada hari kiamat tentang keingkarannya itu.
Sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya pada hari ketika
ketika ia berbicara dengan sebenarnya atas dirinya sendiri, yang peristiwa
ini bakal terjadi tanpa dapat dibantah lagi.
Artinya
: “Dan Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta”
Dalam ayat 8. Di sini dijelaskan bahwa manusia karena sangat cintanya
kepada dirinya, dia cinta kepada sesuatu yang baik. Namun, tercerminkan
dalam bentuk harta, kekuasaan, dan kesenangan-kesenangan terhadap kekayaan
hidup duniawi.
Itulah naluri dan tabiatnya bila tidak dimasuki iman yang kemudian dapat
mengubah pandangan-pandangan, tata nilai, timbangan-timbangan, dan
kepentingan-kepentingannya. Juga bila tidak dimasuki iman yang dapat
mngubah keingkarannya menjadi mengakui karunia Allah dan mensyukurinya. Hal
ini sebagaimana mengubah sikap mementingkan diri sendiri dan kebakhilan
yang mengutamakan orang lain dan kasih sayang. Kemudian menampakkan
kepadanya nilai-nilai hakiki yang layak untuk diminati, diperebutkan,
diusahakan, dan diperjuangkan. Karena ini adalah hal-hal yang lebih tinggi
nilainya daripada harta, kekusaan, dan kesenangan-kesenangan materil
kehidupan duniawi.
Sesungguhnya, manusia tanpa iman adalah hina dan kecil. Hina keinginannya
dan rendah citacitanya serta tingginya sasaran yang hendak dicapainya,
karena natinya ia akan menukik pula ke lumpur di bumi, terikat dengan batas
usia, dan terpenjara di dalam penjara dirinya sendiri. Alam yang berasal
dari Allah yang azali, akan kembali kepada Allah yang abadi. Dengan iman,
dunia akan berkesinambungan dengan akhirat tanpa berkesudahan.
Artinya : “
Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di
dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada.”
Dalam ayat 9-10 ini dijelaskan bahwa ini adalah pemandangan dan
mendebarkan, yaitu dibangkitkannya manusia dari kubur. Pembangkitan dari
kubur yang dikemukakan dengan kata-kata yang keras dan berkobar-kobar.
Kemudian dibongkarnya rahasia yang tersembunyi dalam hati, yang jauh dari
pandangan mata. Pelahiran dan pembongkaran dengan menggunakan kata-kata
yang keras dan kasar. Memang, seluruh suasanya keras, sengit, dan panas.
Apakah dia tidak mengetahui bila hal ini terjadi ? tidakkah ia ingat apa
yang ia ketahui ? karena pengetahuan terhadap hal ini saja sudah cukup
untuk menggoncangkan perasaan. Kemudian membiarkan jiwa mencari-cari jwaban
dan menyelidiki segala maksudnya. Juga membayangkan segala sesuatu yang
mungkin menyertai gereakan-gerakan yang keras ini dengan segala dampak dan
akibatnya.
Lalu, disudahilah gerakan-gerakan yang terus bergolak ini dengan suatu
pemantapan yang kepadanya berujung segala sesuatu, semua urusan, dan semua
tempat kembali.
Artinya :
“Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha mengetahui Keadaan
mereka.”
Tempat kembali mereka adalah kepada Tuhan mereka. Sesungguhnya pada hari
itu Dia Maha Mengetahui tentang mereka. Allah Maha Mengetahui dan Maha
waspada terhadap mereka pada setiap waktu dan dalam semua keadaan. Akan
tetapi kepengetahuan ini pada hari itu memiliki bekas-bekas yang
membangkitkan kesadaran mereka terhadap posisinya ini. Sesungguhnya,
pengetahuan Allah itu adalah pengetahuan yang di belakangnya terdapat
akibat-akibat. Pengetahuan dan kewaspadaan yang di belakangnya ada hisab
dan balasan. Makna yang tersirat ini yang dilambai-lambaikan dalam konteks
ini.
[6]
B.
Perumpamaan Kuda Terhadap Orang Kikir
Kuda merupakan hewan mamalia berkaki empat yang dikenal karena tenaga
larinya dan sering dimanfaatkan oleh manusia. Merupakan hewan herbivora
atau pemakan tumbuhan, kuda biasanya jinak dan akrab dengan manusia kecuali
jika mereka merasa dalam keadaan terancam. Beberapa kuda melindungi diri
mereka dengan tendangan kaki belakang saat musuh mereka lengah. Kuda
diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai macam manfaat. Di antara manfaat
tersebut adalah :
1. Sebagai tunggangan / kendaraan darat
2. Digunakan dalam perang
3. Dilatih untuk pacuan kuda
4. Diambil susunya
5. Sebagai penggembala ternak
[7]
Namun, di balik berbagai macam manfaat yang ada pada kuda. Terdapat pula
sifat-sifat yang kurang baik pada kuda, yaitu : terlalu berambisi dalam
melakukan sesuatu, suka bermalas-malasan, dan terlalu protektif
(melindungi) pada sesuatu yang ada dirinya.
Mengenai perumpamaan orang kikir terhadap kuda, penulis tidak mendapatkan
informasi dari berbagai sumber. Oleh karena penulis mencoba mencoba
memberikan pemikiran sendiri dalam mengumpamakan orang kikir seperti kuda.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kuda mempunyai sifat yang terlalu berambisi
dalam melakukan sesuatu sampai ia mendapatkannya. Begitu pula seperti
manusia yang tidak pernah memiliki rasa puas. Walaupun ia memiliki cukup
harta, namun ia tetap mengejar harta yang lain supaya ia merasa lebih kaya
dalam urusan harta. Kemudian, setelah menumpuk-numpukkan hartanya ia sangat
menjaga hartanya tersebut supaya tidak habis. Apabila diperintahkan untuk
menunaikan kewajiban agama ia selalu menghindari dan mencari-cari alasan
supaya harta tersebut tidak dikeluarkan.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ
يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ
تَابَ
Artinya : “
Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih
menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia
hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang
ingin bertaubat.
Itulah orang yang bakhil yang terlalu cinta kepada harta. Ia tidak tahu
bahwa harta tersebut hanya titipan Allah semata dan Allah SWT bisa dengan
mudah mengambil harta tersebut kembali darinya.
C.
Ancaman Terhadap Orang Yang Kikir
Orang yang kikir pastilah akan mendapatkan ancaman dan siksa baik di dunia
maupun di akhirat. Adapun ancaman orang yang kikir di dunia yaitu
berdasarkan sebuah atsar yang disampaikan Abu Bakar ash-Shiddiq :
قال أبوبكر الصديق رضي الله عنه : البخيل لا يخلو من إحدى سبع، إما أن يموت
فيرثه من يبذل ماله وينفقه لغير ما أمر الله تعالى، أو يسلط الله عليه سلطانا
جائرا فيأخذه منه بعد تذليل نفسه، أو يهيّج له شهوة تفسد عليه ماله، أو يبدو
له رأي في بناء أو عمارة في أرض خراب فيذهب فيه ماله، أو يصيب له نكبة من
نكبات الدنيا من غرق أو حرق أو سرقة أو ما أشبه ذلك، أو تصيبه علة دائمة فينفق
ماله في مداواتها، أو يدفنه في موضع من المواضع فينساه فلا يجده.
Artinya : “
Abu bakar Ash-Shiddiq ra. Berkata: orang – orang yang bakhil itu tidak
lepas dari salah satu diantara tujuh perkara berikut: Tatkala
meninggal, hartanya diwarisi oleh orang yang akan menghabiskannya dan
membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak diperintahkan Allah SWT.
Allah akan menurukan penguasa dzalim yang akan merampas seluruh harta
orang bakhil itu dan sebelumnya penguasa tersebut akan membuat orang
bakhil itu terhina. Dia akan dikuasai syahwat yang akan menghancurkan
hartanya. Akan muncul ide dalam benaknya untuk mendirikan
bangunan-bangunan di wilayah –wilayah yang rawan bencana, yang pada
saatnya akan runtuh dan menguras habis hartanya. Dia akan ditimpa salah
satu dari musibah dunia seperti tenggelam,kebakaran atau kecurian. Dia
akan ditimpa penyakit kronis hingga dia menghabiskan hartanya untuk
mengobati penyakitnya. Dia akan memendam hartanya disuatu tempat,lalu
lupa dan tidak dapat menemukan nya kembali.
”
[8]
Dari hadist di atas dapat kita ketahui bahwa orang yang kikir akan
mendapatkan siksa di dunia yaitu :
1. Ketika ia mati, hartanya akan diwarisi oleh orang yang akan menghabiskan
dan membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak diperintahkan Allah;
2. Allah akan membangkitkan penguasa zhalim yang akan merenggut seluruh
hartanya setelah menyiksanya terlebih dahulu.
3. Allah menggerakkan dirinya untuk menghabiskan harta bendanya.
4. Muncul ide pada dirinya untuk mendirikan bangunan di tempat yang rawan
bencana, sehingga bangunan tersebut semua harta yang disimpan di dalamnya
lalu habis.
5. Dia ditimpa musibah yang dapat menghabiskan hartanya, seperti tenggelam,
terbakar, mengalami pencurian, dan sebagainya.
6. Dia ditimpa penyakit kronis sehingga hartanya habis untuk berobat.
7. Dia menyimpan hartanya di sebuah tempat, kemudian ia lupa tempat itu,
sehingga hartanya hilang atau mungkin orang yang bakhil (kikir/pelit) itu
mati sebelum ia sempat memberitahukan dimana letak hartanya itu disimpan
sehingga hartanya hilang begitu saja tanpa bekas dikarenakan tiada satupun
ahli waris yang mengetahuinya.
Selain adanya ancaman dan siksaan di dunia, orang kikir juga mendapatkan
ancaman dan siksa pula di akhirat. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah
SWT salah satunya dalam surat Ali Imran ayat 180 :
Artinya :
“sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di
langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
D.
Cara Menghindari Penyakit Kikir
Semua masalah pasti ada solusinya/penagulanganya, baik itu lahir maupun
batin, kikir adalah salah satu masalah yang merusak ketentraman jiwa
seseorang. Oleh sebab itu sifat kikir jangan di biarkan berturut-turut.
Ada beberapa penawar yang dapat menyembuhkan seeorang dari sifat kikir :
1. Keyakinan dibawah segala sesuatu itu milik Allah sempat tercantum dalam
Q.S Ali-Imran ayat 109:
Artinya :
“kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada
Allahlah dikembalikan segala urusan.”
2. Banyak bersyukur atas nikmat yang Allah berikan seperti tercantum dalam
Q.S : Ibrahim ayat 7 :
Artinya :
“dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
3. Adanya motivasi untuk bersodaqoh. Kita memahami sebuah ayat yang
tercantum dalam Q S Al- Baqoroh ayat 261 :
Artinya :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”
[9]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah panjang lebar membahas tentang kikir, adapun yang menjadi
kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagi berikut :
1. Kikir merupakan sebuah sikap mental dimana seseorang merasa berat atau
enggan mengeluarkan sebagian karunia Allah (harta) untuk diberikan kepada
orang lain atau objek yang berhak menerima.
2. Kikir merupakan sikap yang sangat berbahaya dan sangat dilarang oleh
Allah SWT
3. Kebiasaan orang yang kikir adalah menimbun-nimbun harta dan ia tidak mau
mengelurkannya untuk menunaikan kewajiban.
4. Orang yang kikir diumpamakan seperti kuda karena dia sangat berambisi
untuk mencari kekayaan tanpa adanya rasa puas dan suka mencari-cari alasan
supaya kewajiban agama tidak ia tunaikan karna takut akan habis hartanya.
5. Orang yang kikir akan mendapatkan ancaman dan siksa baik di dunia maupun
di akhirat.
6. Cara terbaik untuk menghindari sifat kikir adalah dengan menanamkan
selalu rasa syukur dan puas akan harta yang diberikan oleh Allah SWT, dan
berusaha untuk tetap ikhlas dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah.
B.
Saran
Penulis mengharapkan kepada pembaca untuk selalu menghindari perbuatan
kikir. Karena kikir tersebut merupakan perbuatan yang tercela. Kikir bukan
meninggikan derajat seseorang, tetapi malah merendahkannya. Dalam penulisan
makalah ini juga tentunya pasti terdapat kesalahan dan kekurangan . Oleh
karena itu penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
[1]
Taufik Yusmansyah, Aqidah dan Akhlak, (Bandung : Grafindo
Media Pratama, 2008) hal. 49
[2]
Majdi Fathi Sayyid, Amal Yang Dibenci Yang Yang Dicintai Allah, (Jakarta :
Gema Insani, 2005) hal. 95
[3]
Danial Zainal Abidin, Tip-Tip Cemerlang Dari Al Quran,
(Jakarta : Mizan Publika, 2007) hal. 128
[4]
Sayyid M. Nuh, Penyebab Gagalnya Dakwah Jilid 2, (Jakarta
: Gema Insani Press, 1998), hal. 287-288.
[5]
Mushlih Muhammad, Kecerdasan Emosi Menurut Al Quran,
(Jakarta Timur : Akbar Media Eka Sarana, 2010) hal. 130
[6]
Syahid Sayyid Quthb,
Tafsir fi Zhilalil Quran, terjemahan As’ad Yasin dan Muchotob
Hamzah
, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000) hal. 327-329
[7]
Andri, Rillah, et.al, Buku Tematik Hewan Dan Tumbuhan 2D, (Jakarta : Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2008) hal. 106
[8]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Nashaihul ‘Ibad, (Jakarta :
Pustaka Amani, 2008) hal. 179
[9]
Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin, (Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta, 2005) hal. 73
No comments