Breaking News

Makalah Tinjauan Gila Menurut Sains Dan Islam


Kita mungkin pernah mengalami sulit konsentrasi, sulit tidur, bersikap siaga berlebihan, nafsu makan menurun, emosi tidak stabil. Jika hal tersebut sering terjadi, kita harus segera mewaspadainya agar kesehatan jiwa kita tidak mengalami gangguan.

Perlu kita ketahui bahwa gila adalah keadaan kejiwaan pada seseorang yang sudah tidak normal lagi. Namun masyarakat saat ini gila sering dihubungkan dengan stress. Stress biasa digunakan untuk mengartikan reaksi seseorang dalam mengahadapi suatu masalah. Stress kerap kali disebut sebagai penyebab masalah kesehatan nomor satu.

Stress yang berlebihan yang dijalani oleh seseorang inilah yang bisa mengakibatkan seseorang kehilangan kesadaran dirinya. Karena kehilangan sadar inilah seseorang divonis menjadi sebagai orang yang gila. Namun dalam makalah ini penulis tidak menjelaskan tentang kata gila secara spesifik, karena redaksi bahasa “gila” tersebut terkesan kurang sopan. Penulis lebih cenderung menggunakan dengan kata gangguan kejiwaan

Gangguan jiwa ialah keadaan di saat jiwa seseorang tak dalam kondisi normal dan rentan terhadap kelainan kondisi seperti menangis tiada henti, tertawa sepanjang hari, menari di segala kondisi, menyanyi tanpa peduli situasi, dan masih banyak contoh lainnya.

Akan tetapi keadaan ini berdasarkan hasil penelitian ilmu pengetahuan. Dan hal ini berbeda dengan keadaan orang yang mengalami gangguan kejiwaan sebagaimana yang terdapat dalam al Quran. Namun pada kesempatan kali ini penulis akan membahas sedikit tentang Tinjauan Gila Menurut Sains Dan Islam.

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian gila ?
2. Bagaimanakah gangguan kejiwaan menurut ilmu pengetahuan ?
3. Apa saja penyebab gangguan jiwa ?
4. Bagaimanakah ciri ciri seseorang mengalami gangguan kejiwaan ?
5. Bagaimanakah pandangan Islam tentang gangguan jiwa ?
6. Siapakah penderita gangguan kejiwaan menurut Islam ?
7. Bagaimanakah penyembuhan penderita gangguan kejiwaan ?


Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian gila.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah gangguan kejiwaan menurut ilmu pengetahuan.
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab gangguan jiwa.
4. Untuk mengetahui bagaimanakah ciri ciri seseorang mengalami gangguan kejiwaan.
5. Untuk mengetahui bagaimanakah pandangan Islam tentang gangguan jiwa.
6. Untuk mengetahui siapakah penderita gangguan kejiwaan menurut Islam.
7. Untuk mengetahui bagaimanakah penyembuhan penderita gangguan kejiwaan.


SEKILAS TENTANG GANGGUAN KEJIWAAN


A. Pengertian Gila
Apa yang ada di pikiran kita ketika mendengar kata gila?. Tentu saja yang terbayang dalam pikiran kita orang gila itu orang yang rambutnya acak-acakan, bicara asal-asalan, makan makanan sampah, badan tak terurus, tidak memakai pakaian, berjalan tanpa tujuan, senyum-senyum sendiri, garuk-garuk kepala, ataupun melakukan sesuatu di luar kewajaran manusia pada umumnya.

Masyarakat seringkali memandang negatif terhadap seseorang yang “gila”. Masyarakat tidak hanya memandang negatif saja tapi juga mengucilkan mereka yang sedang menjalani penderitaan tersebut. Alangkah terlebih baiknya kita terlebih dahulu mengetahui bagaimana maksud dari “gila” itu sendiri. Mengenai hal ini, penulis mendapatkan pengertian gila ini.

Pengertian “gila” menurut pandangan Psikologi Klinis bahwa gila ( insanity) merupakan istilah hukum yang mengidentifikasi bahwa individu yang secara mental tidak mampu mengelola masalah-masalahnya atau melihat konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Istilah ini merujuk pada gangguan mental yang serius. Terutama penggunaan istilah ini bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana dihukum atau tidak. [1]

Istilah gila ini memiliki sinonim dengan beberapa istilah lain seperti perilaku abnormal (abnormal behavior), perilaku maladaptif ( maladaptive behavior), gangguan mental (mental disorder), gangguan emosional (emotional disturbance), psikopatologi ( psychopathology), sakit mental (mental illness), gangguan mental (mental disorder) dan gangguan perilaku ( behavior disorder). Penggunaan istilah ini bebas bergantung penggunanya. Namun, umumnya penggunaan istilah ini disesuaikan dengan konteks permasalahan yang ada yang biasanya lebih sesuai dijelaskan dengan salah satu istilah tersebut. Gangguan kejiwaan ini dalam psikologi klinis dikaji secara umum baru kemudian dalam psikologi abnormal dikaji secara khusus.

Gila adalah istilah masyarakat awam terhadap seseorang atau sekelompok orang yang berbeda dari mereka karena perilakunya yang tidak normal atau tidak sama dengan orang kebanyakan. Ketidaknormalan ini ditandai dengan perilaku yang tiba-tiba mengamuk tanpa sebab dan melukai orang lain atau dirinya sendiri. Tertawa sendiri tanda sebab maupun berbicara sendiri juga dianggap salah satu dari perilaku ‘gila’.

Wiramihardja juga mengungkapkan bahwa perilaku seseorang yang abnormal selalu kacau. Hal ini dikarenakan media yang mengilustrasikan perilaku abnormal sebagai bentuk pembunuhan yang kejam, pelecehan seksual yang biadab, bunuh diri yang dramatis, dan seterusnya. Namun perlu disadari bahwa perilaku abnormal tersebut karena ketidakmampuannya dalam menanggapi permasalahan yang sedang dialaminya. [2]

B. Gangguan Kejiwaan Menurut Ilmu Pengetahuan
Bagi masyarakat awam, gangguan jiwa sudah sangat identik dengan orang gila. Ya, setiap orang yang mengalami gangguan kejiwaan niscaya dengan cepat disimpulkan sebagai orang gila. Sangat kental di ingatan banyak orang tentang olok-olokan para bocah nakal ketika melihat ada orang gila berjalan keliling kampung. Dengan sepenuh hati mereka akan bertepuk tangan meriah mengiringi si orang gila sambil berteriak dan mengejek.

Kemudian, mereka akan tertawa dengan keras ketika melihat si orang gila berteriak-teriak sambil bertingkah yang tak jelas. Menyedihkan sekali memang membayangkan realita gangguan jiwa yang terjadi di lingkungan, tidak terbayangkan kalau seandainya penderita gangguan jiwa itu ialah saudara kita.

Definisi gangguan mental itu sendiri sebenarnya memiliki makna yang luas. Berdasarkan kajian psikologi klinis oleh seorang psikolog Jerman mengatakan bahwa orang yang berakal sehat pun banyak yang mengalami ketidakwarasan. Ini sebab bentuk gangguan jiwa itu tak selalu berupa kelainan mental yang tak dapat mengingat apa pun selain bertingkah aneh seperti orang hilang akal, seperti tertawa sepanjang waktu, menangis tiada henti, dan sejenisnya. Tapi juga ada bentuk gangguan mental ringan, yaitu gangguan jiwa yang masih dalam kategori normal dan lebih dikenal sebagai gangguan nekrotik atau neurotis dalam ilmu psikologi.
Sementara gangguan jiwa berat seperti yang kita sering lihat pada orang gila secara awam, gangguan jiwa ini disebut skizofrenik atau skizoprenia. Di dalam kondisi ini, si penderita telah sepenuhnya berada di dalam dunianya sendiri dan tak memiliki hubungan normal dengan lingkungan. Klarifikasi sederhana yang mudah dimengerti, yaitu si penderita ini sudah out of control, atau sudah tak malu lagi kalau telanjang di jalanan.

Sementara itu, bentuk gangguan jiwa yang ringan contohnya berupa paranoid atau mudah curiga dengan orang lain, hobi mencuri barang-barang (kleptomania) , kelainan seksual terhadap anak-anak ( pedofilia ), memiliki taraf kekhawatiran dan rasa cemas yang hiperbola ( anxiety ), ada lagi yang berupa rasa bangga yang berlebihan, contohnya jika berbicara merasa orang yang paling hebat ( megalomania ). Selain itu, ada juga yang berupa rasa takut yang di luar kontrol jika berada di lokasi tinggi (fobia dengan ketinggian), fobia dengan gelap, bahkan ada yang lucunya lagi fobia dengan rambutan.

C. Penyebab Gangguan Jiwa
Sebagian anak kecil yang memiliki rasa penasaran yang tinggi mereka akan bertanya kepada orangtuanya atau saudara terdekat mengenai kenapa seseorang dapat menjadi gila. Di dalam buku Psikiatri Forensik disebutkan bahwa secara umum, gangguan mental disebabkan oleh dua hal, yaitu sebab faktor keturunan ( genonip ) dan lingkungan ( fenotip ).

Secara genotip, gangguan mental terjadi sebab keturunan darah dari keluarga, dapat jadi keturunan langsung dari orangtua atau dari kakek-nenek. Seseorang berpeluang besar mengalami gangguan jiwa jika salah satu orangtuanya mengidap sakit jiwa. Sementara itu, dari faktor lingkungan ( fenotip ) secara generik disebabkan oleh tekanan hidup. Contohnya terjadi dampak masalah pribadi, gagalnya meraih impian dalam hal pendidikan atau pun cita-cita yang ingin dicapai, patah hati, kebangkrutan sebuah bisnis, kegagalan dalam karir, dan lain sebagainya.

Kenyataan ini menjadi faktor pemicu terjadinya gangguan mental terutama bagi orang yang imannya sangat rapuh. Benar sekali, seorang yang kurang iman akan mudah stres dan depresi lalu mengambil jalan pintas bunuh diri. Fenomena ini kita dapati dalam kehidupan masyarakat modern yang tak lepas dari persaingan dalam banyak bidang, seperti dalam global politik yang identik dengan sistem kapitalis, liberalis dan demokrasi. Itulah beberapa hal yang menjadi pemicu munculnya stres dan depresi sosial hingga berlanjut pada kegilaan pada segelintir pejabat.

Dalam global hiburan yang menomorsatukan popularitas dan persaingan, tak sedikit seniman yang mengalami stres dan depresi dalam memenuhi tuntutan buat tampil paripurna di dalam segi penampilan, juga dalam hal pergaulan dan lifestyle . Namun, yang perlu diketahui bahwa satu hal yang membedakan gangguan mental dari faktor keturunan dengan faktor lingkungan yaitu gangguan jenis keturunan akan muncul pada usia eksklusif dan gangguan ini sangat sulit disembuhkan.

Tetapi, gangguan yang disebabkan oleh faktor lingkungan pada umumnya dapat disembuhkan, yaitu dengan terapi dan perhatian penuh dari keluarga dan dengan mengingat Allah. Karena umumnya penderita gangguan sebab faktor fenotip ini menimpa orang-orang yang sudah sangat tipis imannya dan jauh dari mengingat Allah. [3]

D. Ciri Ciri Seseorang Mengalami Gangguan Kejiwaan
Mengenai ciri-ciri seseorang yang sedang mengalami gangguan kejiwaan ini, penulis mendapatkan beberapa hal berkaitan di antaranya yaitu :

1. Menarik diri dari interaksi sosial.
Si penderita mulai memiliki keinginan untuk menyendiri, memiliki khayalan yang sangat tinggi, dan menikmati kesendiriannya itu. Terlalu menikmati kesendirian itu bisa memicu munculnya fantasi-fantasi semu. Jika fantasi-fantasi tersebut berubah menjadi persepsi nyata dan diyakininya, maka si penderita akan mulai berbicara sendiri atau dengan fantasinya.

2. Kesulitan mengorientasikan waktu, tempat, dan orang.
Si penderita mengalami ketidakmampuan untuk mengingat di mana dia berada dan jam berapa pada saat itu. Orang dengan kesulitan orientasi ini terjadi karena memorinya hanya berputar pada masalah-masalah yang dipikirkan sehingga kehilangan kemampuan untuk mengenali waktu, tempat, dan orang lain.

3. Mengalami penurunan daya ingat.
Pada saat si penderita diminta untuk melakuka perhitungan sederhana, dirinya tidak mampu melakukannya dengan mudah. Perhitungan yang mudah itu menjadi sebuah tugas sulit untuk dirinya. Selain itu, si penderita juga jadi tak bisa mengenal dan mengingat nama-nama orang yang pernah dikenalnya.

4. Mengabaikan kebersihan dan penampilan

Seseorang yang mengalami sakit jiwa mengabaikan kebersihan dan penampilan dirinya. Mereka menganggap penampilan dan kebersihan diri itu tidak penting. Bahkan, beberapa penderita gangguan jiwa sampai ada yang tidak mengenakan baju dan berkeliaran ke mana-mana.

5. Perasaannya selalu berubah-ubah

Si penderita bisa mengalami perubahan mood yang sangat cepat. perubahan yang sangat cepat itu membuatnya menjadi susah terkontrol. Stimulus yang sangat ringan juga bisa membuat mereka menjadi marah atau sedih secara berlebih.

6. Perilakunya aneh

Banyak perilaku aneh yang ditunjukkan seseorang jika dirinya mengalami gangguan atau sakit jiwa. Misalnya, mengurung diri di kamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan sengan stimulus ringan, berjalan mondar-mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas, serta menangis secara tiba-tiba.

7. Enggan melakukan apa-apa

Si penderita gangguan jiwa berusaha untuk tidak melakukan apa-apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan sesuatu. [4]


TINJAUAN GANGGUAN KEJIWAAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

A. Pandangan Islam Tentang Gangguan Jiwa
Tidak jauh berbeda dengan definisi dari segi psikologi, di dalam pandangan Islam, gangguan mental juga dinilai sebagai keadaan dimana seseorang atau penderita sudah tak bisa berinteraksi dengan lingkungan. Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ (رواه أَبُو دَاوُد)
"Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan: dari orang gila hingga sembuh, dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga baligh".


Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami gangguan mental akan terlepas dari beban hukum dalam artian, perbuatannya tak dicatat sebagai dosa sebab apa yang ia perbuat itu dalam keadaan tak sadar. Karena di dalam Islam, suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan sadar maka akan mendapatkan balasan sesuai dengan jenis amalannya.

Untuk amalan baik dan kebajikan maka akan berbuah pahala, sedangkan melakukan amalan jelek akan menghasilkan dosa. Jadi, kalau buat kasus seseorang yang mengalami gangguan ringan seperti kleptomania yang suka mengambil barang-barang milik orang lain, perbuatannya tersebut dicatat sebagai dosa sebab pelaku ialah seorang yang normal dan melakukan aksi mengutil tersebut dalam keadaan sadar.

Senada halnya dengan maraknya kasus korupsi yang banyak dipraktikkan oleh pejabat negeri. Hal ini sudah sangat jelas bukan bagian dari gangguan jiwa, tapi gangguan nurani alias menzalimi diri sendiri serta rakyat kecil yang mereka pimpin. Di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya:

Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S.Asy Syamsu: 7-10).

Berdasarkan ayat tersebut, Allah menekankan kepada kaum muslim agar mengisi jiwa dengan iman dan takwa. Karena di dalam Islam, pembinaan dan pengembangan jiwa yang sahih akan mewujudkan kondisi kesehatan jiwa yang baik. Jiwa yang bersih dari hawa nafsu sejatinya akan terisi oleh iman dan takwa yang akan berbuah kesehatan secara mental. Iman dan takwa memiliki relevansi atau hubungan yang sangat erat dengan masalah kejiwaan.

Di dalam Islam, definisi psikologi itu ialah iman dan takwa yang merupakan kunci kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia. Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita, apakah pernah ditemukan seorang yang beriman dan ibadahnya baik tapi gila?

Justru sebaliknya, seorang yang imannya tipis dan jauh dari petunjuk Allah-lah yang lebih banyak mengalami tekanan mental serta kegilaan. Sudah sangat banyak contohnya yang dapat kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri, masalah ekonomi atau bisnis yang bangkrut menjadi penyebab utama munculnya depresi, stres, dan pada akhirnya berujung dengan gangguan kejiwaan sebab tak siap menerima takdir dan ujian hayati yang Allah berikan.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang yang senantiasa mengingat Allah, semoga rahmat-Nya menjauhkan kita dari hal-hal jelek yang berdampak pada kesehatan mental. Hormatilah dan bantulah penderita gangguan jiwa. Teguhkan iman dan takwa, itulah kuncinya.


B. Penderita Gangguan Kejiwaan Menurut Islam
Mengenai penderita gangguan kejiwaan (gila) ini, Islam juga telah menjelaskan bagaimanakah orang yang dianggap gila dalam Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi SAW :
مَرَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَمَاعَةٍ فَقَالَ: عَلَى مَا اِجْتَمَعْتُمْ؟ فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذَا مَجْنُوْنٌ يُصْرِعُ ، فَاجْتَمَعْنَا عَلَيْهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م: لَيْسَ هذَا بِمَجْنُوْنٍ وَلكِنَّهُ الْمُبْتَلَى، وأَضَافَ: أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمَجْنُوْنِ حَقَّ الْجُنُوْنِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ! فَقَالَ: اَلْمُتَكَبِّرُ فِيْ مَشْيِهِ، وَ النَّاظِرُ فِيْ عَطْفَيْهِ ، اَلْمُحَرِّكُ بِمَنَكِبِهِ ، يَتَمَنَّى عَلَى اللهِ جَنَّتَهُ وَهُوَ يَعْصِيْهِ، اَلَّذِيْ لَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ، وَلَا يُرْجَى خَيْرُهُ، فَذَالِكَ الْمَجْنُوْنُ وهذَا الْمُبْتَلِى ـ
“ Pada suatu hari, Rasulullah SAW melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul. Beliau bertanya, "Karena apa kalian berkumpul disini". Para sahabat menjawab, " Ya Rasulullah, ini ada orang gila, sedang mengamuk. Karena itulah kami berkumpul disini?". Beliau bersabda : "Orang ini bukan gila , Ia sedang mendapat musibah. Tahukah kalian, Siapakah orang gila yang benar-benar gila (al-majnun haqq al- majnun)?". Para sahabat menjawab. "Tidak, ya Rasulullah" Beliau menjelaskan, "Orang gila adalah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan pandangan yang merendahkan, yang membusungkan dada, berharap akan ada Surga Tuhan sambil berbuat maksiat kepadaNya, yang kejelekannya membuat orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan. Itulah orang gila yang sebenarnya.Adapun orang ini, dia hanya sedang mendapat musibah saja."

Majnun atau orang gila, berasal dari akar kata jannat, yang artinya menutupi. Dia masih mempunyai akal, tetapi akalnya itu tidak dapat menerangi perilakunya. Akalnya sudah dikuasai hawa nafsunya.
Dari hadist di atas dapat diketahui bahwa Rasulullah SAW menyebutkan orang yang takabur sebagai itu adalah orang majnun. Sedangkan para sahabat menyebut majnun kepada orang yang perilakunya tidak normal (abnormal).


Sementara Nabi menyebut orang seperti itu dengan mubtala, orang yang mendapat musibah, orang sakit. Dia sakit karena tidak sanggup menanggung derita. Perilakunya yang aneh hanyalah cara untuk melarikan diri dari kenyataan yang sangat menyakitkan : berpisah dengan orang yang dicintai, dikhianati sahabat, kehilangan pekerjaan, menghadapi sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan dan lain sebagainya.


Nabi SAW menyuruh kita melihat orang seperti itu sebagai orang yang patut kita bantu. Ia buka majnun, tetapi mubtala atau sedang tertimpa musibah. Kita harus meringankan deritanya dan memberikan jalan keluar dari musibah yang menimpanya. Ia bukan orang yang tertutup akalnya. Ia hanya orang yang hancur hatinya.
قال الله تعالى في حديثه القدسي : "أنا عند المنكسرة قلوبهم من أجلي
“Allah SWT berfirman dalam hadis qudsy : Aku bersama orang-orang yang hancur hati demi Aku.” [5]  
Orang yang kena musibah harus didekati, tetapi orang gila harus dijauhi. Menurut Nabi SAW, ciri utama orang gila adalah takabur. Ia merasa dirinya besar dan merendahkan orang lain. Takabur menutupi kenyataan bahwa ia tidak berbeda dengan yang lainnya. Ia hanya makhluk yang berasal dari nuthfah dan berakhir pada jifah (bangkai). Karena takabur, dia menjadi majnun dan akalnya tertutup. Takabur mengubah kedudukan, keturunan, dan kekayaan menjadi tirai baja yang menutup jati dirinya. Dalam hadist yang lain juga disebutkan bahwa orang yang sombong tidak akan masuk surga.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: “لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذَرَّة من كِبْر. فقال رجل: إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسناً، ونعله حسناً؟ فقال: إن الله جميل يحب الجمال. الكبْر: بَطْر الحق، وغَمْط الناس” )رواه مسلم(
Dari Ibnu Mas’ud semoga Allah meridhoinya berkata : Rasulullah-shalawat dan salam untuknya- bersabda : “ Tidak akan masuk kedalam syurga orang yang dihatinya ada kesombongan meskipun seberat biji sawi. Lalu ada yang bertanya : sesungguhnya seseorang itu sangat senang kepada baju dan sandal yang bagus ? maka beliau berkata : sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia “. (HR Muslim) [6]

Oleh karena itu, sebaiknya kita menjauhi sifqt takabur dan sombong. Karena orang yang mempunyai sifat tersebut pantaslah ia dikatakan sebagai al majnun haqqul majnun.

C. Penyembuhan Penderita Gangguan Kejiwaan
Penulis mengutip sebuah artikel di internet yang dikutip dari sebuah buku menyebutkan bahwa gila merupakan sebuah penyakit gangguan kejiwaan yang sangat parah. Dalam penyembuhan penyakit ini ada dua kemungkinan. Ada gangguan kejiwaan yang bisa disembuhkan dan adapula gangguan kejiwaan yang tidak bisa disembuhkan. Gangguan kejiwaan yang masih bisa disembuhkan adalah orang yang dulu memang pernah normal hidupnya dan ia gila karena adanya sesuatu yang sulit ia terima, seperti hilang pekerjaan, patah hati, kehilangan orang yang ia sayangi, dan lain sebagainya. Sedangkan penyakit gangguan kejiwaan yang tidak bisa disembuhkan karena kemungkinan adanya penyakit jiwa yang disebabkan oleh kerusakan otak atau terlukanya sel-sel otak yang tidak dapat disembuhkan (organic psychosis). Hal-hal demikian dapat disembuhkan akan tetapi membutuhkan pengobatan dan perawatan jangka panjang.

Psikiatri modern kini mempunyai banyak alat untuk mengobati penyakit jiwa, terutama yang bersifat fungsionil, yaitu dengan psychotherapy yang meliputi psikoanalisa, menanamkan kembali kepercayaan diri sugesti, membujuk, mendidik kembali si pasien, menyiapkan diri kembali ke masyarakat normal. Cara lain pengobatan psikiatris ialah dengan menggunakan hypnoteraphy (hipnotis).

Akan tetapi adapula penderita gangguan kejiwaan yang sembuh dari penyakit jiwanya, bisa sembuh secara spontan dengan sendirinya atau dengan pengobatan psychiatris. Ia bisa kembali ke masyarakat melakukan pekerjaannya secara normal seperti sebelum ia sakit. Oleh karena itulah, janganlah ia sekali-kali dicurigai sebagai orang abnormal semata-mata karena ia pernah menderita penyakit jiwa. [7]

D. Cara Berinteraksi Dengan Orang Gila
Ada beberapa cara ketika harus berkomunikasi dan bergaul dengan penderita gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement (ganjaran) seperti hadiah.

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban. [8]


PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah membahas panjang lebar, adapun yang menjadi kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Gila merupakan sebuah istilah yang ditujukan kepada individu yang secara mental tidak mampu mengelola masalah-masalahnya atau melihat konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya.

2. Istilah lain yang lebih sopan terhadap kata gila ini adalah gangguan kejiwaan ataupun gangguan mental.

3. Gangguan mental disebabkan oleh dua hal, yaitu sebab faktor keturunan ( genonip ) dan lingkungan ( fenotip ).

4. Dalam Islam yang dikatakan sebagai orang gila adalah orang yang sombong yang memandang rendah orang lain sambil membusungkan dadanya. Ia mengharapkan surga Allah sedangkan ia selalu bermaksiat kepada Nya.

5. Penyakit gangguan kejiwaan ini ada yang bisa disembuhkan ada pula yang tidak dapat disembuhkan.

6. Yang dapat disembuhkan seperti yang disebabkan karena terpukulnya jiwanya, sedangkan yang tidak bisa disembuhkan karena adanya kerusakan sel-sel otak.

7. Cara para psikiatri menyembuhkan penyakit ini adalah di antaranya dengan memberikan sugesti, hipnotis, dan menanamkan jiwa kenormalannya.

B. Saran
Penulis mengharapkan kepada pembaca untuk selalu menjaga kesehatan dan tetap berzikir mengingat Allah, karena dengan mengingat-Nyalah jiwa menjadi tenang dan tentram bebas dari penyakit gila. Selain itu penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada pembacanya apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.


[1] Sutardjo Wiramihardja, Pengantar Psikologi Klinis, (Bandung : Refika Aditama, 2006) hal. 56
[2] Ibid ., hal 57
[3] Julianto Simajuntak, Konseling Gangguan Jiwa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal 124-126
[4] Agustinus Sipayung, Hati-Hati Mangatakan Anda Tidak Sakit Jiwa, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2010) hal. 42-43
[5] Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa, (Yogyakarta : Robbani Press, 2003) hal 347
[6] Syamsuddin, Mutiara Hadis, (Jakarta : Bulan Bintang, 2002) hal. 63
[7] Yustinus Semium, Kesehatan Mental, (Yogyakarta : Kanisius, 2006) hal, 62-63
[8] Ibid ., 65

No comments