Makalah Tinjauan Gila Menurut Sains Dan Islam
Kita mungkin pernah mengalami sulit konsentrasi, sulit tidur, bersikap
siaga berlebihan, nafsu makan menurun, emosi tidak stabil. Jika hal
tersebut sering terjadi, kita harus segera mewaspadainya agar kesehatan
jiwa kita tidak mengalami gangguan.
Perlu kita ketahui bahwa gila adalah keadaan kejiwaan pada seseorang yang
sudah tidak normal lagi. Namun masyarakat saat ini gila sering dihubungkan
dengan stress. Stress biasa digunakan untuk mengartikan reaksi seseorang
dalam mengahadapi suatu masalah. Stress kerap kali disebut sebagai penyebab
masalah kesehatan nomor satu.
Stress yang berlebihan yang dijalani oleh seseorang inilah yang bisa
mengakibatkan seseorang kehilangan kesadaran dirinya. Karena kehilangan
sadar inilah seseorang divonis menjadi sebagai orang yang gila. Namun dalam
makalah ini penulis tidak menjelaskan tentang kata gila secara spesifik,
karena redaksi bahasa “gila” tersebut terkesan kurang sopan. Penulis lebih
cenderung menggunakan dengan kata gangguan kejiwaan
Gangguan jiwa ialah keadaan di saat jiwa seseorang tak dalam kondisi normal
dan rentan terhadap kelainan kondisi seperti menangis tiada henti, tertawa
sepanjang hari, menari di segala kondisi, menyanyi tanpa peduli situasi,
dan masih banyak contoh lainnya.
Akan tetapi keadaan ini berdasarkan hasil penelitian ilmu pengetahuan. Dan
hal ini berbeda dengan keadaan orang yang mengalami gangguan kejiwaan
sebagaimana yang terdapat dalam al Quran. Namun pada kesempatan kali ini
penulis akan membahas sedikit tentang Tinjauan Gila Menurut Sains Dan Islam.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian gila ?
2. Bagaimanakah gangguan kejiwaan menurut ilmu pengetahuan ?
3. Apa saja penyebab gangguan jiwa ?
4. Bagaimanakah ciri ciri seseorang mengalami gangguan kejiwaan ?
5. Bagaimanakah pandangan Islam tentang gangguan jiwa ?
6. Siapakah penderita gangguan kejiwaan menurut Islam ?
7. Bagaimanakah penyembuhan penderita gangguan kejiwaan ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun yang menjadi tujuan penulisan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian gila.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah gangguan kejiwaan menurut ilmu
pengetahuan.
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab gangguan jiwa.
4. Untuk mengetahui bagaimanakah ciri ciri seseorang mengalami gangguan
kejiwaan.
5. Untuk mengetahui bagaimanakah pandangan Islam tentang gangguan jiwa.
6. Untuk mengetahui siapakah penderita gangguan kejiwaan menurut Islam.
7. Untuk mengetahui bagaimanakah penyembuhan penderita gangguan kejiwaan.
SEKILAS TENTANG GANGGUAN KEJIWAAN
A.
Pengertian Gila
Apa yang ada di pikiran kita ketika mendengar kata gila?. Tentu saja yang
terbayang dalam pikiran kita orang gila itu orang yang rambutnya
acak-acakan, bicara asal-asalan, makan makanan sampah, badan tak terurus,
tidak memakai pakaian, berjalan tanpa tujuan, senyum-senyum sendiri,
garuk-garuk kepala, ataupun melakukan sesuatu di luar kewajaran manusia
pada umumnya.
Masyarakat seringkali memandang negatif terhadap seseorang yang “gila”. Masyarakat tidak hanya memandang negatif saja tapi juga mengucilkan mereka yang sedang menjalani penderitaan tersebut. Alangkah terlebih baiknya kita terlebih dahulu mengetahui bagaimana maksud dari “gila” itu sendiri. Mengenai hal ini, penulis mendapatkan pengertian gila ini.
Pengertian “gila” menurut pandangan Psikologi Klinis bahwa gila ( insanity) merupakan istilah hukum yang mengidentifikasi bahwa individu yang secara mental tidak mampu mengelola masalah-masalahnya atau melihat konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Istilah ini merujuk pada gangguan mental yang serius. Terutama penggunaan istilah ini bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana dihukum atau tidak. [1]
Istilah gila ini memiliki sinonim dengan beberapa istilah lain seperti perilaku abnormal (abnormal behavior), perilaku maladaptif ( maladaptive behavior), gangguan mental (mental disorder), gangguan emosional (emotional disturbance), psikopatologi ( psychopathology), sakit mental (mental illness), gangguan mental (mental disorder) dan gangguan perilaku ( behavior disorder). Penggunaan istilah ini bebas bergantung penggunanya. Namun, umumnya penggunaan istilah ini disesuaikan dengan konteks permasalahan yang ada yang biasanya lebih sesuai dijelaskan dengan salah satu istilah tersebut. Gangguan kejiwaan ini dalam psikologi klinis dikaji secara umum baru kemudian dalam psikologi abnormal dikaji secara khusus.
Gila adalah istilah masyarakat awam terhadap seseorang atau sekelompok orang yang berbeda dari mereka karena perilakunya yang tidak normal atau tidak sama dengan orang kebanyakan. Ketidaknormalan ini ditandai dengan perilaku yang tiba-tiba mengamuk tanpa sebab dan melukai orang lain atau dirinya sendiri. Tertawa sendiri tanda sebab maupun berbicara sendiri juga dianggap salah satu dari perilaku ‘gila’.
Wiramihardja juga mengungkapkan bahwa perilaku seseorang yang abnormal selalu kacau. Hal ini dikarenakan media yang mengilustrasikan perilaku abnormal sebagai bentuk pembunuhan yang kejam, pelecehan seksual yang biadab, bunuh diri yang dramatis, dan seterusnya. Namun perlu disadari bahwa perilaku abnormal tersebut karena ketidakmampuannya dalam menanggapi permasalahan yang sedang dialaminya. [2]
B.
Gangguan Kejiwaan Menurut Ilmu Pengetahuan
Bagi masyarakat awam, gangguan jiwa sudah sangat identik dengan orang gila.
Ya, setiap orang yang mengalami gangguan kejiwaan niscaya dengan cepat
disimpulkan sebagai orang gila. Sangat kental di ingatan banyak orang
tentang olok-olokan para bocah nakal ketika melihat ada orang gila berjalan
keliling kampung. Dengan sepenuh hati mereka akan bertepuk tangan meriah
mengiringi si orang gila sambil berteriak dan mengejek.
Kemudian, mereka akan tertawa dengan keras ketika melihat si orang gila
berteriak-teriak sambil bertingkah yang tak jelas. Menyedihkan sekali
memang membayangkan realita gangguan jiwa yang terjadi di lingkungan, tidak
terbayangkan kalau seandainya penderita gangguan jiwa itu ialah saudara
kita.
Definisi gangguan mental itu sendiri sebenarnya memiliki makna yang luas.
Berdasarkan kajian psikologi klinis oleh seorang psikolog Jerman mengatakan
bahwa orang yang berakal sehat pun banyak yang mengalami ketidakwarasan.
Ini sebab bentuk gangguan jiwa itu tak selalu berupa kelainan mental yang
tak dapat mengingat apa pun selain bertingkah aneh seperti orang hilang
akal, seperti tertawa sepanjang waktu, menangis tiada henti, dan
sejenisnya. Tapi juga ada bentuk gangguan mental ringan, yaitu gangguan
jiwa yang masih dalam kategori normal dan lebih dikenal sebagai gangguan
nekrotik atau neurotis dalam ilmu psikologi.
Sementara gangguan jiwa berat seperti yang kita sering lihat pada orang
gila secara awam, gangguan jiwa ini disebut skizofrenik atau skizoprenia. Di dalam kondisi ini, si penderita telah sepenuhnya
berada di dalam dunianya sendiri dan tak memiliki hubungan normal dengan
lingkungan. Klarifikasi sederhana yang mudah dimengerti, yaitu si penderita
ini sudah out of control, atau sudah tak malu lagi kalau telanjang
di jalanan.
Sementara itu, bentuk gangguan jiwa yang ringan contohnya berupa paranoid atau mudah curiga dengan orang lain, hobi mencuri
barang-barang (kleptomania) , kelainan seksual terhadap anak-anak
( pedofilia ), memiliki taraf kekhawatiran dan rasa cemas yang
hiperbola ( anxiety ), ada lagi yang berupa rasa bangga yang
berlebihan, contohnya jika berbicara merasa orang yang paling hebat ( megalomania ). Selain itu, ada juga yang berupa rasa takut yang di
luar kontrol jika berada di lokasi tinggi (fobia dengan ketinggian), fobia
dengan gelap, bahkan ada yang lucunya lagi fobia dengan rambutan.
C.
Penyebab Gangguan Jiwa
Sebagian anak kecil yang memiliki rasa penasaran yang tinggi mereka akan
bertanya kepada orangtuanya atau saudara terdekat mengenai kenapa seseorang
dapat menjadi gila. Di dalam buku Psikiatri Forensik disebutkan bahwa
secara umum, gangguan mental disebabkan oleh dua hal, yaitu sebab faktor
keturunan ( genonip ) dan lingkungan ( fenotip ).
Secara genotip, gangguan mental terjadi sebab keturunan darah dari
keluarga, dapat jadi keturunan langsung dari orangtua atau dari
kakek-nenek. Seseorang berpeluang besar mengalami gangguan jiwa jika salah
satu orangtuanya mengidap sakit jiwa. Sementara itu, dari faktor lingkungan ( fenotip ) secara generik disebabkan oleh tekanan hidup.
Contohnya terjadi dampak masalah pribadi, gagalnya meraih impian dalam hal
pendidikan atau pun cita-cita yang ingin dicapai, patah hati, kebangkrutan
sebuah bisnis, kegagalan dalam karir, dan lain sebagainya.
Kenyataan ini menjadi faktor pemicu terjadinya gangguan mental terutama
bagi orang yang imannya sangat rapuh. Benar sekali, seorang yang kurang
iman akan mudah stres dan depresi lalu mengambil jalan pintas bunuh diri.
Fenomena ini kita dapati dalam kehidupan masyarakat modern yang tak lepas
dari persaingan dalam banyak bidang, seperti dalam global politik yang
identik dengan sistem kapitalis, liberalis dan demokrasi. Itulah beberapa
hal yang menjadi pemicu munculnya stres dan depresi sosial hingga berlanjut
pada kegilaan pada segelintir pejabat.
Dalam global hiburan yang menomorsatukan popularitas dan persaingan, tak
sedikit seniman yang mengalami stres dan depresi dalam memenuhi tuntutan
buat tampil paripurna di dalam segi penampilan, juga dalam hal pergaulan
dan lifestyle . Namun, yang perlu diketahui bahwa satu hal yang
membedakan gangguan mental dari faktor keturunan dengan faktor lingkungan
yaitu gangguan jenis keturunan akan muncul pada usia eksklusif dan gangguan
ini sangat sulit disembuhkan.
Tetapi, gangguan yang disebabkan oleh faktor lingkungan pada umumnya dapat
disembuhkan, yaitu dengan terapi dan perhatian penuh dari keluarga dan
dengan mengingat Allah. Karena umumnya penderita gangguan sebab faktor fenotip ini menimpa orang-orang yang sudah sangat tipis imannya
dan jauh dari mengingat Allah.
[3]
D.
Ciri Ciri Seseorang Mengalami Gangguan Kejiwaan
Mengenai ciri-ciri seseorang yang sedang mengalami gangguan kejiwaan ini,
penulis mendapatkan beberapa hal berkaitan di antaranya yaitu :
1. Menarik diri dari interaksi sosial.
Si penderita mulai memiliki keinginan untuk menyendiri, memiliki khayalan
yang sangat tinggi, dan menikmati kesendiriannya itu. Terlalu menikmati
kesendirian itu bisa memicu munculnya fantasi-fantasi
semu. Jika fantasi-fantasi tersebut berubah menjadi persepsi nyata dan
diyakininya, maka si penderita akan mulai berbicara sendiri atau dengan
fantasinya.
2. Kesulitan mengorientasikan waktu, tempat, dan orang.
Si penderita mengalami ketidakmampuan untuk mengingat di mana dia berada
dan jam berapa pada saat itu. Orang dengan kesulitan orientasi ini terjadi
karena memorinya hanya berputar pada masalah-masalah yang dipikirkan
sehingga kehilangan kemampuan untuk mengenali waktu, tempat, dan orang
lain.
3.
Mengalami penurunan daya ingat.
Pada saat si penderita diminta untuk melakuka perhitungan sederhana,
dirinya tidak mampu melakukannya dengan mudah. Perhitungan yang mudah itu
menjadi sebuah tugas sulit untuk dirinya. Selain itu, si
penderita juga jadi tak bisa mengenal dan mengingat nama-nama orang yang
pernah dikenalnya.
4. Mengabaikan kebersihan dan penampilan
Seseorang yang mengalami sakit jiwa mengabaikan kebersihan dan penampilan dirinya. Mereka menganggap penampilan dan kebersihan diri itu tidak penting. Bahkan, beberapa penderita gangguan jiwa sampai ada yang tidak mengenakan baju dan berkeliaran ke mana-mana.
5. Perasaannya selalu berubah-ubah
Si penderita bisa mengalami perubahan mood yang sangat cepat.
perubahan yang sangat cepat itu membuatnya menjadi susah terkontrol.
Stimulus yang sangat ringan juga bisa membuat mereka menjadi marah atau
sedih
secara berlebih.
6. Perilakunya aneh
Banyak perilaku aneh yang ditunjukkan
seseorang jika dirinya mengalami gangguan atau sakit jiwa. Misalnya,
mengurung diri di kamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah
berlebihan sengan stimulus ringan, berjalan mondar-mandir, berjalan tanpa
arah dan tujuan yang jelas, serta menangis secara tiba-tiba.
7. Enggan melakukan apa-apa
Si penderita gangguan jiwa berusaha untuk tidak melakukan apa-apa bahkan marah jika
diminta untuk melakukan sesuatu.
[4]
TINJAUAN GANGGUAN KEJIWAAN MENURUT PANDANGAN ISLAM
A.
Pandangan Islam Tentang Gangguan Jiwa
Tidak jauh berbeda dengan definisi dari segi psikologi, di dalam pandangan
Islam, gangguan mental juga dinilai sebagai keadaan dimana seseorang atau
penderita sudah tak bisa berinteraksi dengan lingkungan. Berdasarkan sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi
Muhammad Saw bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ
الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ (رواه
أَبُو دَاوُد)
"Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan: dari orang gila
hingga sembuh, dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak
hingga baligh".
Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami gangguan mental
akan terlepas dari beban hukum dalam artian, perbuatannya tak dicatat
sebagai dosa sebab apa yang ia perbuat itu dalam keadaan tak sadar. Karena
di dalam Islam, suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan sadar maka
akan mendapatkan balasan sesuai dengan jenis amalannya.
Untuk amalan baik dan kebajikan maka akan berbuah pahala, sedangkan
melakukan amalan jelek akan menghasilkan dosa. Jadi, kalau buat kasus
seseorang yang mengalami gangguan ringan seperti kleptomania yang
suka mengambil barang-barang milik orang lain, perbuatannya tersebut
dicatat sebagai dosa sebab pelaku ialah seorang yang normal dan melakukan
aksi mengutil tersebut dalam keadaan sadar.
Senada halnya dengan maraknya kasus korupsi yang banyak dipraktikkan oleh
pejabat negeri. Hal ini sudah sangat jelas bukan bagian dari gangguan jiwa,
tapi gangguan nurani alias menzalimi diri sendiri serta rakyat kecil yang
mereka pimpin. Di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya:
Artinya :
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.”
(Q.S.Asy Syamsu: 7-10).
Berdasarkan ayat tersebut, Allah menekankan kepada kaum muslim agar mengisi
jiwa dengan iman dan takwa. Karena di dalam Islam, pembinaan dan
pengembangan jiwa yang sahih akan mewujudkan kondisi kesehatan jiwa yang
baik. Jiwa yang bersih dari hawa nafsu sejatinya akan terisi oleh iman dan
takwa yang akan berbuah kesehatan secara mental. Iman dan takwa memiliki
relevansi atau hubungan yang sangat erat dengan masalah kejiwaan.
Di dalam Islam, definisi psikologi itu ialah iman dan takwa yang merupakan
kunci kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia. Sekarang yang
menjadi pertanyaan bagi kita, apakah pernah ditemukan seorang yang beriman
dan ibadahnya baik tapi gila?
Justru sebaliknya, seorang yang imannya tipis dan jauh dari petunjuk
Allah-lah yang lebih banyak mengalami tekanan mental serta kegilaan. Sudah
sangat banyak contohnya yang dapat kita lihat di dalam kehidupan
sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri, masalah ekonomi atau bisnis yang
bangkrut menjadi penyebab utama munculnya depresi, stres, dan pada akhirnya
berujung dengan gangguan kejiwaan sebab tak siap menerima takdir dan ujian
hayati yang Allah berikan.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang yang senantiasa mengingat
Allah, semoga rahmat-Nya menjauhkan kita dari hal-hal jelek yang berdampak
pada kesehatan mental. Hormatilah dan bantulah penderita gangguan jiwa.
Teguhkan iman dan takwa, itulah kuncinya.
B.
Penderita Gangguan Kejiwaan Menurut Islam
Mengenai penderita gangguan kejiwaan (gila) ini, Islam juga telah
menjelaskan bagaimanakah orang yang dianggap gila dalam Islam. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi SAW :
مَرَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَمَاعَةٍ
فَقَالَ: عَلَى مَا اِجْتَمَعْتُمْ؟ فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذَا
مَجْنُوْنٌ يُصْرِعُ ، فَاجْتَمَعْنَا عَلَيْهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م:
لَيْسَ هذَا بِمَجْنُوْنٍ وَلكِنَّهُ الْمُبْتَلَى، وأَضَافَ: أَلَا
أُخْبِرُكُمْ بِالْمَجْنُوْنِ حَقَّ الْجُنُوْنِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا
رَسُوْلَ اللهِ! فَقَالَ: اَلْمُتَكَبِّرُ فِيْ مَشْيِهِ، وَ النَّاظِرُ فِيْ
عَطْفَيْهِ ، اَلْمُحَرِّكُ بِمَنَكِبِهِ ، يَتَمَنَّى عَلَى اللهِ جَنَّتَهُ
وَهُوَ يَعْصِيْهِ، اَلَّذِيْ لَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ، وَلَا يُرْجَى خَيْرُهُ،
فَذَالِكَ الْمَجْنُوْنُ وهذَا الْمُبْتَلِى ـ
“ Pada suatu hari, Rasulullah SAW melewati sekelompok orang yang sedang
berkumpul. Beliau bertanya, "Karena apa kalian berkumpul disini". Para
sahabat menjawab, " Ya Rasulullah, ini ada orang gila, sedang mengamuk.
Karena itulah kami berkumpul disini?". Beliau bersabda : "Orang ini
bukan gila , Ia sedang mendapat musibah. Tahukah kalian, Siapakah orang
gila yang benar-benar gila (al-majnun haqq al- majnun)?". Para sahabat
menjawab. "Tidak, ya Rasulullah" Beliau menjelaskan, "Orang gila adalah
orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan
pandangan yang merendahkan, yang membusungkan dada, berharap akan ada
Surga Tuhan sambil berbuat maksiat kepadaNya, yang kejelekannya membuat
orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan. Itulah orang
gila yang sebenarnya.Adapun orang ini, dia hanya sedang mendapat
musibah saja."
Majnun
atau orang gila, berasal dari akar kata jannat, yang artinya
menutupi. Dia masih mempunyai akal, tetapi akalnya itu tidak dapat
menerangi perilakunya. Akalnya sudah dikuasai hawa nafsunya.
Dari hadist di atas dapat diketahui bahwa Rasulullah SAW menyebutkan orang
yang takabur sebagai itu adalah orang majnun. Sedangkan para
sahabat menyebut majnun kepada orang yang perilakunya tidak normal
(abnormal).
Sementara Nabi menyebut orang seperti itu dengan mubtala, orang
yang mendapat musibah, orang sakit. Dia sakit karena tidak sanggup
menanggung derita. Perilakunya yang aneh hanyalah cara untuk melarikan diri
dari kenyataan yang sangat menyakitkan : berpisah dengan orang yang dicintai, dikhianati sahabat,
kehilangan pekerjaan, menghadapi sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan dan
lain sebagainya.
Nabi SAW menyuruh kita melihat orang seperti itu sebagai orang yang patut
kita bantu. Ia buka majnun, tetapi mubtala atau sedang tertimpa
musibah. Kita harus meringankan deritanya dan memberikan jalan keluar dari
musibah yang menimpanya. Ia bukan orang yang tertutup akalnya. Ia hanya
orang yang hancur hatinya.
قال الله تعالى
في حديثه القدسي : "أنا عند المنكسرة قلوبهم من أجلي
“Allah SWT berfirman dalam hadis qudsy : Aku
bersama orang-orang yang hancur hati demi Aku.”
[5]
Orang yang kena musibah harus didekati, tetapi orang gila harus dijauhi.
Menurut Nabi SAW, ciri utama orang gila adalah takabur. Ia merasa dirinya
besar dan merendahkan orang lain. Takabur menutupi kenyataan bahwa ia tidak
berbeda dengan yang lainnya. Ia hanya makhluk yang berasal dari nuthfah dan berakhir pada jifah (bangkai). Karena
takabur, dia menjadi majnun dan akalnya tertutup. Takabur mengubah
kedudukan, keturunan, dan kekayaan menjadi tirai baja yang menutup jati
dirinya. Dalam hadist yang lain juga disebutkan bahwa orang yang sombong
tidak akan masuk surga.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم:
“لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذَرَّة من كِبْر. فقال رجل: إن الرجل يحب
أن يكون ثوبه حسناً، ونعله حسناً؟ فقال: إن الله جميل يحب الجمال. الكبْر:
بَطْر الحق، وغَمْط الناس” )رواه مسلم(
Dari Ibnu Mas’ud semoga Allah meridhoinya berkata : Rasulullah-shalawat dan
salam untuknya- bersabda : “
Tidak akan masuk kedalam syurga orang yang dihatinya ada kesombongan
meskipun seberat biji sawi. Lalu ada yang bertanya : sesungguhnya
seseorang itu sangat senang kepada baju dan sandal yang bagus ? maka
beliau berkata : sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan.
Sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia
“. (HR Muslim)
[6]
Oleh karena itu, sebaiknya kita menjauhi sifqt takabur dan sombong. Karena
orang yang mempunyai sifat tersebut pantaslah ia dikatakan sebagai al majnun haqqul majnun.
C.
Penyembuhan Penderita Gangguan Kejiwaan
Penulis mengutip sebuah artikel di internet yang dikutip dari sebuah buku
menyebutkan bahwa gila merupakan sebuah penyakit gangguan kejiwaan yang
sangat parah. Dalam penyembuhan penyakit ini ada dua kemungkinan. Ada
gangguan kejiwaan yang bisa disembuhkan dan adapula gangguan kejiwaan yang
tidak bisa disembuhkan. Gangguan kejiwaan yang masih bisa disembuhkan
adalah orang yang dulu memang pernah normal hidupnya dan ia gila karena
adanya sesuatu yang sulit ia terima, seperti hilang pekerjaan, patah hati,
kehilangan orang yang ia sayangi, dan lain sebagainya. Sedangkan penyakit
gangguan kejiwaan yang tidak bisa disembuhkan karena kemungkinan adanya
penyakit jiwa yang disebabkan oleh kerusakan otak atau terlukanya sel-sel
otak yang tidak dapat disembuhkan (organic psychosis). Hal-hal
demikian dapat disembuhkan akan tetapi membutuhkan pengobatan dan perawatan
jangka panjang.
Psikiatri modern kini mempunyai banyak alat untuk mengobati penyakit jiwa,
terutama yang bersifat fungsionil, yaitu dengan psychotherapy yang
meliputi psikoanalisa, menanamkan kembali kepercayaan diri
sugesti, membujuk, mendidik kembali si pasien, menyiapkan diri kembali ke
masyarakat normal. Cara lain pengobatan psikiatris ialah dengan menggunakan hypnoteraphy (hipnotis).
Akan tetapi adapula penderita gangguan kejiwaan yang sembuh dari penyakit
jiwanya, bisa sembuh secara spontan dengan sendirinya atau dengan
pengobatan psychiatris. Ia bisa kembali ke masyarakat melakukan
pekerjaannya secara normal seperti sebelum ia sakit. Oleh karena itulah,
janganlah ia sekali-kali dicurigai sebagai orang abnormal semata-mata
karena ia pernah menderita penyakit jiwa.
[7]
D.
Cara Berinteraksi Dengan Orang Gila
Ada beberapa cara ketika harus berkomunikasi dan bergaul dengan penderita
gangguan jiwa :
1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta
klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan
dengan aktivitas fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
(ganjaran) seperti hadiah.
3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan
yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain
dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka
harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support
dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat
dan pasien lain bisa menjadi korban.
[8]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah membahas panjang lebar, adapun yang menjadi kesimpulan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Gila merupakan sebuah istilah yang ditujukan kepada individu yang secara
mental tidak mampu mengelola masalah-masalahnya atau melihat
konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya.
2. Istilah lain yang lebih sopan terhadap kata gila ini adalah gangguan
kejiwaan ataupun gangguan mental.
3. Gangguan mental disebabkan oleh dua hal, yaitu sebab faktor keturunan ( genonip ) dan lingkungan ( fenotip ).
4. Dalam Islam yang dikatakan sebagai orang gila adalah orang yang sombong
yang memandang rendah orang lain sambil membusungkan dadanya. Ia
mengharapkan surga Allah sedangkan ia selalu bermaksiat kepada Nya.
5. Penyakit gangguan kejiwaan ini ada yang bisa disembuhkan ada pula yang
tidak dapat disembuhkan.
6. Yang dapat disembuhkan seperti yang disebabkan karena terpukulnya
jiwanya, sedangkan yang tidak bisa disembuhkan karena adanya kerusakan
sel-sel otak.
7. Cara para psikiatri menyembuhkan penyakit ini adalah di antaranya dengan
memberikan sugesti, hipnotis, dan menanamkan jiwa kenormalannya.
B.
Saran
Penulis mengharapkan kepada pembaca untuk selalu menjaga kesehatan dan
tetap berzikir mengingat Allah, karena dengan mengingat-Nyalah jiwa menjadi
tenang dan tentram bebas dari penyakit gila. Selain itu penulis juga
meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada pembacanya apabila terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
[1]
Sutardjo Wiramihardja, Pengantar Psikologi Klinis,
(Bandung : Refika Aditama, 2006) hal. 56
[2]
Ibid
., hal 57
[3]
Julianto Simajuntak, Konseling Gangguan Jiwa, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal 124-126
[4]
Agustinus Sipayung, Hati-Hati Mangatakan Anda Tidak Sakit Jiwa, (Jakarta :
Elex Media Komputindo, 2010) hal. 42-43
[5]
Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa, (Yogyakarta : Robbani Press,
2003) hal 347
[6]
Syamsuddin, Mutiara Hadis, (Jakarta : Bulan Bintang, 2002)
hal. 63
[7]
Yustinus Semium, Kesehatan Mental, (Yogyakarta : Kanisius,
2006) hal, 62-63
[8]
Ibid
., 65
No comments