Breaking News

Makalah Poligami Menurut Perspektif Islam



Poligami adalah suatu tindakan yang sampai saat ini menjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat atau pandangan masyarakat. Sebagian mereka banyak yang menganggap kalau poligami itu merupakan suatu perbuatan negatif. Padahal pada hakekatnya poligami itu diperbolehkan dalam Islam. Poligami dianggap menyakiti wanita dan hanya mneguntungkan kaum lelaki saja. Di Indonesia sendiri UU belum ada yang menjelaskan secara detail boleh tidaknya poligami dilakukan.

Tujuan berkeluarga adalah mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya poligami, kebahagiaan dalam keluarga dapat sirna. Hal ini tentunya merugikan bagi istri dan anak-anaknya karena mereka khawatir suami tidak akan bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya.
Pandangan masyarakat umum terhadap poligami beragam, ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju dengan poligami, terlebih dengan wanita yang merasa dirugikan karena harus berbagi dengan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas kami mengambil judul “ Poligami Menurut Perspektif Islam” agar pembaca mengetahui dan bertambah wawasan tentang poligami yang masih menjadi pro dan kontra masyarakat. 

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian poligami ?
2. Bagaimanakah poligami dalam sejarah ?
3. Bagaimanakah poligami menurut para ulama ?
4. Apa-apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi poligami ?
5. Bagaimanakah poligami dalam pandangan Islam ?
6. Apa-apa saja hikmah diperbolehkannya poligami ?
7. Apa-apa saja dampak negatif poligami ?

Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian poligami.
2. Untuk mengetahui poligami dalam sejarah.
3. Untuk mengetahui poligami menurut para ulama.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi poligami.
5. Untuk mengetahui poligami dalam pandangan Islam.
6. Untuk mengetahui hikmah diperbolehkannya poligami.
7. Untuk mengetahui dampak negatif poligami.


PEMBAHASAN


A. Pengertian Poligami
Poligami merupakan pernikahan kepada lebih dari satu istri sekaligus. Dalam bahasa arab poligami lebih dikenal dengan ta’addud, yang artinya berbilang.

Secara etimologis kata poligami berasal dari bahasa yunani, yaitu gabungan dari dua kata poli atau polus yang berarti banyak dan gamein atau gamos yang berarti perkawinan. Dengan demikian poligami berarti perkawinan yang banyak .

Sedangkan secara terminologis poligami berarti sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.

Jika seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, maka perkawinan itu disebut poligini, sedangkan jika seorang istri yang memiliki suami lebih dari satu, maka perkawinannya disebut poliandri. Namun dalam kehidupan sehari – hari istilah poligami-lah yang lebih populer dan sering menjadi bahan perbincangan.

Islam memperbolehkan seorang muslim untuk beristri lebih dari hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya. Allah SWT berfirman dalam QS. An Nisa : 3 yang berbunyi :

Artinya : “ dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya ”. (QS.An-Nisa:3).

B. Poligami Dalam Sejarah
Fenomena poligami sebenarnya sudah ada sebelum Islam datang. Dulunya orang – orang berpoligami dengan banyak istri, karena memang belum ada aturan dan pembatasan jumlah istri dalam berpoligami. Sebelum akhirnya datanglah agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yang membatasi poligami hanya dengan empat orang istri saja.

Sebenarnya sebelum Islam dan Rasulullah datang pun sudah banyak kaum yang melakukan poligami termasuk diantaranya nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW. Nabi-nabi itu diantaranya adalah Nabi Daud a.s., dan Nabi Sulaiman a.s. Menurut sejarahnya, poligami diperbolehkan setelah turunnya ayat Q.S. Annisa’ : 3, dan asbabun nuzul ayat ini adalah pasca Perang Uhud, ketika itu pejuang Islam banyak yang gugur di medan peperangan dan mengakibatkan banyak anak yatim, janda-janda. Karena untuk memenuhi sebuah tanggung jawab ketika banyaknya para janda, istri para syuhada yang gugur dalam peperangan membela Islam, sehingga tidak mungkin mereka dapat terlindungi. Dan sesuai dengan keadaan ini, yakni kekhawatiran tidak terwujudnya keadilan pada anak-anak yatim sesuai dengan ayat yang dimaksud dalam QS.An-Nisa ayat 3.

C. Poligami Menurut Para Ulama
Menurut Prof. Dr. Musdih Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN syarif Hidayatullah, “Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan efek-efek yang ditimbulkannya.” [1]
Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang sangat krusial dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan tingginyaKekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumah tangga dan penelantaran anak-anak.

Prof. Dr. Quraish Shibab menyatakan, “Poligami itu mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.”

Hal serupa disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “ Poligami tak ubahnya sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang membutuhkannya.”
Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan Islam untuk manusia, keduanya tak perlu dikontradiksikan.”

DR. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama,
“Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia. Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap melakukannya, itu lain persoalan.”

Direktur utama Pusat Konsultasi Syariah, DR. Surahman Hidayat, mengatakan : “ Nikah itu baik poligami atau monogamy, yang penting tidak untuk menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya kebahagiaan, yang pada gilirannya terwujud rumah tangga yang Sakinah Mawaddah Wa Rahmah .” [2]

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Poligami
Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami :

1. Faktor-Faktor Biologis
a. Istri yang sakit.
Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya.

b. Hasrat Seksual yang Tinggi.
Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.

c. Rutinitas Alami Setiap Wanita.
Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.

d. Masa Subur Pria Lebih Lama.
Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita.

2. Faktor Internal Rumah Tangga
a. Kemandulan.
Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan, baik kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya. Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan.

b. Istri yang Lemah.
Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan serba terbatas, tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya, serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya. maka pada saat itu, kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik, bisa saja terjadi poligami.

c. Kepribadian yang Buruk.
Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.

3. Faktor Sosial
a. Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%. Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2 juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia siap nikah.

b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi, melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.

c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria
Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya jumlah perempuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda. Lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi, memberi perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya, jika mereka terus menjanda? solusinya tidak lain, kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka, atau duda, atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri. Itulah solusi yang lebih mulia, halal dan beradab.

d. Lingkungan dan Tradisi
Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami. Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.

e. Kemampuan Ekonomi
Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu. [3]

E. Poligami dalam Pandangan Islam
Beberapa ulama setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya adalah monogami (menikah dengan seorang saja). Terdapat ayat yang mengandung peringatan agar tidak disalahgunakan. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadi kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya. Sebagaimana thalaq, begitu jugalah dengan poligami yang diperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realita keadaan masyarakat. Ini berarti poligami tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum muslimin. Oleh karena itu, apabila seorang lelaki akan berpoligami hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: [4]

1. Membatasi jumlah istri yang akan dinikahinya .
Syarat ini telah telah disebutkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya:

Artinya : “........... Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.............” (QS.An-Nisa:3)

Ayat diatas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu menikah tidak boleh lebih dari empat orang istri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristri satu, boleh dua, tiga, atau empat saja.

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.
Tujuan pengharaman ini adalah untuk menjaga silaturahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya kalu kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturahim diantara sesama kamu.” (HR Bukhari & Muslim).
Rasulullah juga memperkuat larangan ini, Bahwa Urnmu Habibah (Istri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya, Beliau menjawab: ”Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (HR Bukhari&Muslim)

3. Disyaratkan berlaku adil, seperti dalam QS An Nisa:3 .
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja. Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak bisaberlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja. Para mufassir berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah berarti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara mutlak. Oleh karena itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:

a. Berlaku adil terhadap diri sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini berarti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.

b. Adil di antara para istri.
Adil diantara istri-istri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam QS.An-Nisa: 3. Namun, berlindung pada pernyataan itu pada kenyataannya, sebagaimana yang ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129).

Artinya : ” Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa: 129). 

Rasulullah SAW juga bersabda :
“Barangsiapa yang mempunyai istri, lalu dia cenderung kepada salah satu diantaranya dan tidak berlaku adil diantara mereka, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (HR. Ahmad bin Hambal).

c. Adil memberi nafkah.
Dalam hal suami memberikan nafkah, hendaklah suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang istrinya. Memeberi nafkah lebih kepada seorang istri dari yang lain diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Prinsip adil ini tidak ada perbedaan diantara para istri. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai seorang istri.

d. Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Para ulama sepakat mengatakan bahwa suami bertanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini semua dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan mereka.

e. Adil dalam giliran.
Istri berhak mendapatkan giliran suaminya di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah istri-istri yang lain. Sekurang-kurangnya suami harus menginap di rumah seorang istri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga dengan istri-istri yang lain. Walaupun ada istri yang sedang haidh, nifas, ataupun sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Karena, tujuan pernikahan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk memenuhi nafsu, tapi bertujuan untuk menyempurnakan kasih sayang dan kerukunan antara suami dan istri. Hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT :

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum:21)

Andaikan suami tidak bisa bersikap adil, maka Ia akan berdosa dan akan mendapatkan siksaan dari Allah SWT pada hari kiamat dengan tanda-tanda pinggangnya miring. Hal ini disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya. Allah berfirman dalam QS. Az-Zalzalah:7-8

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.

f. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.

4. Tidak menimbulkan mudharat bagi istri maupun anak .
Jadi, suami harus yakin bahwa pernikahannya yang baru tidak akan merugikan kehidupan istri serta anak-anaknya. Karena, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.

5. Mampu menafkahi (nafkah lahir dan nadkah batin).
Sebagaimana sabda Rasulullah : “Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kamu yang mampu mengeluarkan nafkah,maka hendaklah kamu menikah. Dan siapa tidak mampu maka hendaklah berpuasa”.

Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah SAW menyuruh setiap kaum laki-laki supaya menikah, tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak disarankan menikah walaupun dia seorang yang sehat lahir serta batinnya. Oleh karena itu, untuk menahan nafsunya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang istri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib berlakunya suatu pernikahan, ketika suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi serta memberikan semuannya yang diperlukan dalam kehidupansehari-hari.

Kesimpulan dari kemampuan lahir dan batin ialah :
a. Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
b. Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
c. Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan,dsb.
d. Sehat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang bisa menyebabkan Ia gagal dalam memenuhi tuntutan zahir yang lain.
e. Mempunyai kemampuan dalam hubungan suami istri.

F. Hikmah Diperbolehkannya Poligami
Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya Islam menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena itulah, Islam juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk semua zaman dan untuk semua umat manusia.Islam tidak membuat syariat untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain.

Islam telah mengukur kebutuhan individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadar kepentingan semua pihak. Ada diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul, berpenyakit, atau sebab lainnya.
Ada satu diantara tiga pilihan bagi perempuan yang jumlahnya berlebih dibanding dengan jumlah laki-laki yaitu :
1. Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan kenyataan pahit tidak mendapatkan jodoh.
2. Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang yang diharamkan.
3. Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang mampu memberi nafkah dan berlaku baik.

Tidak diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif yang adil, dan merupakan solusi terbaik terhadap permasalahan yang akan dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum islam,
“ Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin “

Itulah poligami, yang tidak diterima orang-orang barat yang Nasrani itu. Mereka mencibir dan memperolok-olok kaum muslimin dengan syariat yang membolehkan poligami ini. Namun pada waktu yang bersamaan, mereka mengizinkan kaum lelakinya berhubungan dengan perempuan-perempuan nakal dan teman-teman hidup tanpa batas atau pun perhitungan, tidak berdasarkan pada undang-udang atau pun norma yang patut bagi perempuan dan keturunan yang dilahirkan, sebagai buah dari “poligami” atheis dan amoral. [5]

G. Dampak Negatif Poligami
Di samping mempunyai hikmah, poligami juga mempunyai beberapa dampak negatif sebagai berikut :
1. Dampak dalam Kehidupan Rumah Tangga.
Dampak poligami terhadap kehidupan rumah tangga antara lain :
a. Ketidakharmonisan hubungan anggota keluarga.
b. Sering timbul permasalahan atau percek-cokan.
c. Tidak adanya rasa saling pecaya.
d. Tidak adanya kepedulian yang besar dari suami terhadap anak dan isteri.
e. Kemungkinan dapat menyebabkan perceraian.

2. Dampak Terhadap Istri.
Menurut buku ‘Agar Suami Tak Berpoligami’, dampak-dampak umum yang dapat terjadi bagi para istri yang suaminya berpoligami adalah :
a. Dampak psikologis.
Perasaan interior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.

b. Dampak ekonomi rumah tangga.
Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu.. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.

c. Dampak hukum.
Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekwensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.

d. Dampak kesehatan.
Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.

3. Dampak Negatif Poligami Terhadap Anak.
Poligami tidak hanya berdampak negative terhadap kehidupan rumah tangga dan isteri,namun poligami juga berdampak negative terhadap anak, antara lain: . [6]
a. Sang anak merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
b. Anak menjadi frustasi melihat keadaan orang tuanya.
c. Anak mendapat tekanan mental.
d. Adanya rasa benci kepada sang ayah.
e. Dicemooh oleh teman-temannya.
f. Anak tidak betah di rumah.
g. Tidak menutup kemungkinan anak menjadi melakukan perbuatan yang tidak baik.
h. Anak mengikuti pergaulan yang negative.
i. Anak tidak semangat belajar.
j. Anak menjadi beranggapan negative terhadap orang tua.


PENUTUP


A. Kesimpulan
Poligami atau menikah lebih dari satu orang istri atas ketentuan tentang poligami telah diperbolehkan dengan bersyarat. Di dalam Al-Quran telah tercantum bahwa secara lebih khusus merujuk pada keadilan yang harus dilakukan dengan istri yang pertama. Serta harus ada kenyataan dari istri pertama dan harus atas izin istrinya.
Karena tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah untuk menciptakan suatu keluarga yang sakinah di mana suami dan istri/istri-istrinya, serta anak-anaknya hidup dalam kedamaian dan cinta kasih.

B. Saran
Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang yang melakukan poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas untuk melakukan poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan melakukan poligami apabila tidak dapat berlaku adil bagi istri-istrinya karena hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah pedih. Seperti sabda Rasulullah SAW , “Barang siapa beristri dua dan tidak berlaku adil pada keduanya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya miring sebelah.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim).


[1] http//Poligami Menurut Para Ulama.com /html. dikutip pada tanggal 13 Mei 2014.
[2] Khairudin Nasution, Perdebatan Sekitar Status Poligami, (Jakarta : Musawa, 2002), hal 58.
[3] Muhammad Thalib, Tuntunan Poligami dan Keutamaannya, (Jakarta: Irsyad Baitus Salam, cet. 1, 2001), hal 27- 29.
[4] Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakata : Lembaga Kajian Agama dan Gender, cet.1, 1999) hal 51.
[5] http:// asshalih.blogspot.com/ hikmah poligami/ .html .dikutip pada tanggal 13 Mei 2014.
[6] http// blackmehonk. Blogspot. com / Berbagai Dampak Poligami/ html. dikutip pada tanggal 13 Mei 2014.

No comments