Makalah Tentang Batas-Batas Ketaatan Terhadap Pemimpin
Kepemimpinan adalah kebutuhan sosial. Tanpa adanya sesosok pemimpin, maka
tatanan kehidupan di masyarakat akan kacau. Pemimpin yang dibutuhkan rakyat
adalah pemimpin yang berbudi baik, cerdas akal dan cerdas hati. Namun
realita yang ada justru amat memprihatinkan. Beberapa kasus ketidakcerdasan
hati pemimpin yang membuatnya terjebak dalam perilaku menyimpang kerap
menghiasi media massa, mulai dari suap, korupsi, kolusi dan nepotisme
sampai asusila seolah jadi hal yang biasa.
Sudah seharusnya seorang pemimpin bisa jadi idola dari suri tauladan bagi
rakyatnya. Dermawan, peduli, responsif, sederhana, serta tidak mementingkan
kepentingan keluarga dan golongannya. Selain itu, rakyat pemimpin yang
jujur, adil, taqwa dan memahami rakyat. Rakyat pun sudah sewajarnya
mentaati para pemimpinnya. Dalam makalah kali ini penulis akan membahasBatas Ketaatan Terhadap Pemimpin.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asbabul Wurud dari hadis yang berkenaan dengan Batas Ketaatan
Kepada Pemimpin ?
2. Bagaimanakah penjelasan dari hadis yang berkenaan dengan Batas Ketaatan
Kepada Pemimpin ?
3. Apa sajakah nilai pendidikan yang terkandung dalam hadis yang berkenaan
dengan Batas Ketaatan Kepada Pemimpin ?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Asbabul Wurud dari Hadis yang berkenaan dengan Batas
Ketaatan Kepada Pemimpin.
2. Untuk mengetahui penjelasan dari hadis yang berkenaan dengan Batas
Ketaatan Kepada Pemimpin.
3. Untuk mengetahui nilai pendidikan yang terkandung dalam hadis yang
berkenaan dengan Batas Ketaatan Kepada Pemimpin.
PEMBAHASAN
BATAS KETAATAN TERHADAP PEMIMPIN
A.
Hadist
1
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ, عَنِ النَّبِيِّ, قَالَ: السَّمْعُ وَالطَاعَةُ
عَلَى المَرْءِ المُسلِمِ فِيْـماَ أَحَبَّ وَكَرِهَ, مَا لَمْ يُؤْمَرْ
بِمَعْصِيَةٍ؛ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَا عَةَ
[1]
Artinya : Abdullah bin Umar ra dari Nabi SAW
. beliau bersabda: “Mendengar dan mentaati merupakan kewajiban seorang
muslim mengenai hal-hal yang ia sukai dan ia benci, sepanjang ia tidak
diperintahkan berbuat durhaka. Maka jika diperintah untuk berbuat
durhaka, tidaklah boleh mendengarkan dan tidak boleh mengikutinya”.
Taat secara bahasa artinya mengerjakan sesuatu yang diperintahkan.
Sedangkan secara syari’ah ialah beramal melaksanakan perintah disertai niat
dan keyakinan.
[2]
1.
Asbabul Wurud
Ibnu Mas’ud berkata : Rasulullah saw bersabda : “Bagaimana sikapmu Abdullah
jika kamu diperintahkan oleh para pemimpin yang manghapus sunnah Rasulullah
serta menunda-nunda salat dari waktunya?” Ibnu Mas’ud menjawab : “Apa yang
engkau perintahkan kepadaku menghadapi keadaan demikian wahai Rasulullah?”.
Beliau bersabda : “Tidak ada taat pada makhluk Allah dalam mendurhakai
Allah”.
[3]
2.
Penjelasan
Hadist diatas menjelaskan tentang batasan ketaatan pada pemimpin, selain
kita patuh pada Allah dan Rosul, kewajiban kita selanjutnya adalah
kepatuhan pada pemimpin. Meskipun perintah itu sesuatu yang kita benci atau
yang tidak kita sukai, tetapi kewajiban kita sebagai seorang muslim
mendengarkan dan selanjutnya yaitu mentaati.
[4]
Ketaatan merupakan sendi dasar tegaknya suatu kepemimpinan dan
pemerintahan. Tanpa ketaatan dan kepercayaan kepada pemimpin, kepemimpinan
dan pemerintahan tidak mungkin tegak dan berjalan sebagaimana mestinya.
Jika rakyat tidak lagi mentaati pemimpinnya, maka roda pemerintahan akan
lumpuh dan akan muncul fitnah di mana-mana. Atas dasar itu, ketaatan kepada
pemimpin merupakan keniscayaan bagi tegak dan utuhnya suatu negara. Bahkan,
dasar dari ketertiban dan keteraturan adalah ketaatan. Rasulullah Saw
selalu menekankan kepada umatnya untuk selalu taat kepada pemimpin dalam
batas-batas syari’atnya.
Di dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Allah dan
RasulNya, serta pemimpin diantara kalian.”
(Qs. an-Nisâ’: 59).
Akan tetapi, ketaatan kepada pemimpin bukanlah ketaatan yang bersifat
mutlak tanpa ada batasan. Ketaatan harus diberikan kepada pemimpin, selama
dirinya taat kepada Allah SWT dan RasulNya. Jika pemimpin tidak lagi
mentaati Allah dan RasulNya, maka tidak ada ketaan bagi dirinya.
[5]
Al-Qur’an telah memberikan batasan yang sangat jelas dan tegas dalam
memberikan ketaatan. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan
dari mengingat Kami.”
(Qs. al-Kahfi : 28).
3.
Nilai Pendidikan
Seorang muslim wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) baik dalam hal
yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah
untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat,
maka ia tidak wajib mendengar dan taat.
[6]
B.
Hadist
ke 2
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ
حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ
وَأَمَرَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ فَغَضِبَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ أَلَيْسَ قَدْ
أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطِيعُونِي
قَالُوا بَلَى قَالَ قَدْ عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ لَمَا جَمَعْتُمْ حَطَبًا
وَأَوْقَدْتُمْ نَارًا ثُمَّ دَخَلْتُمْ فِيهَا فَجَمَعُوا حَطَبًا
فَأَوْقَدُوا نَارًا فَلَمَّا هَمُّوا بِالدُّخُولِ فَقَامَ يَنْظُرُ
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّمَا تَبِعْنَا النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِرَارًا مِنْ النَّارِ أَفَنَدْخُلُهَا
فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ خَمَدَتْ النَّارُ وَسَكَنَ غَضَبُهُ فَذُكِرَ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَوْ دَخَلُوهَا مَا
خَرَجُوا مِنْهَا أَبَدًا إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Artinya :
Dari Ali r.a dia berkata : Nabi mengutus pasukan (300-400 pasukan) dan
menjadikan pemimpin atas mereka kepada seorang laki-laki (Abdullah ibn
huzaifah) dari anshar dan beliau memerintahkan mereka supaya
mematuhinya. Lalu ia (abdullah bin hudzaifah) marah kepada mereka lalu
berkata ‘tidakkah nabi benar-benar memerintahkan supaya kalian mematuhi
aku?” mereka menjawab ya!, dia berkata “aku bermaksud terhadap kalian,
kalian harus mengumpulkan kayu bakar dan kalian menyalakan api kemudian
kalian masuk kedalamny”a, maka mereka mengumpulkan kayu bakar lalu
menyalakan. Ketika mereka bemaksud memasukinya maka sebagian dari
mereka berdiri lalu memandangi sebagian (yang lain), lalu sebagian dari
mereka berkata : “sesunggguhnya kami mengikuti nabi saw tidak lain
untuk lari dari api (neraka), maka apakah kami masuk api?”. Maka disaat
mereka demikian tiba-tiba api itu meredam dan kemarahannya Abdullah
tenang, lalu demikian itu dituturkan kepada nabi saw, maka beliau
bersabda: “seandainya mereka masuk pada api itu niscaya mereka tidak
keluar darinya selama-lamanya(yakni meninggal) sesungguhnya kepatuhan
itu (wajib) hanyalah dalam kebaikan
.(HR Bukhari)”.
1.
Asbabul Wurud
Sebagaimana tercantum dalam Shahih Muslim dari Ali : “Sesungguhnya
Rasulullah saw mengutus seorang budak menjadi prajurit. Mereka itu dipimpin
oleh seorang laki-laki yang menyalakan api dan memerintahkan : “Masukkanlah
kalian ke dalam api itu, sedangkan yang lain berkata : “Sesungguhnya kita
harus lari dari api itu”. (Setelah pulang ke Madinah) mereka menceritakan
hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda kepada oprang-orang yang
hendak masuk ke dalam api itu : “Jika kalian masuk ke dalam, kamu akan
tetap di dalamnya sampai kiamat”. “Sedangkan kepada kelompok yang lain
beliau beliau mengucapkan kata-kata yang baik. Kemudian beliau bersabda :
“Tidak ada taat kepada seorang yang menyuruh.......” dst.
2.
Penjelasan
Hadist ini dengan jelas menunjukkan adanya keharusan taat kepada pimpinan,
baik dalam hal yang disukai atau disetujui maupun dalam hal yang tidak
disukai atau disetujui secara pribadi atau golongan.
Ketika Islam mewajibkan umat Islam untuk mentaati para pemimpin, Islam juga
memberi batasan tentang ketaatan tersebut dan tidak membiarkanya berlaku
mutlak tanpa ada batasan. Oleh karenanya ketaatan terhadap pemimpin
dibatasai oleh ruang lingkup tertentu dan syarat-syarat tertentu yang harus
ditunaikan. Batasan tersebut adalah:
a. Pemimpin tersebut harus merealisasikan syariat Islam. Jika tidak melaksanakan syariat Islam maka tidak ada kewajiban taat kepada
pemimpin tersebut.
b. Pemimpin tersebut tidak menyuruh manusia berbuat maksiat. Maka jika pemimpin menyuruh rakyatnya berbuat maksiat maka tidak ada
kewajiban taat.
c. Menegakkan hukum dengan adil.
Jika pemimpin melaksanakan keadilan maka wajib taat kepada mereka tetapi
jika tidak adil maka tidak ada hak untuk ditaati.
3.
Nilai Pendidikan
Taatilah pemimpin yang berbuat baik. Apabila diperintah untuk mengerjakan
maksiat, maka tidak wajib mendengar dan taat.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Taat secara bahasa artinya mengerjakan sesuatu yang diperintahkan.
Sedangkan secara syari’ah ialah beramal melaksanakan perintah disertai niat
dan keyakinan.
2. Seorang muslim wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) baik dalam hal
yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah
untuk mengerjakan maksiyat. Apabila ia diperintah untuk mengerjakan
maksiyat, maka ia tidak wajib mendengar dan taat.
3. Batasan ketaatan tersebut adalah:
a. Pemimpin tersebut harus merealisasikan syariat Islam, jika tidak
melaksanakan Syariat Islam maka tidak ada kewajiban taat kepada pemimpin
tersebut.
b. Pemimpin tersebut tidak menyuruh manusia berbuat maksiat. Maka jika
pemimpin menyuruh rakyatnya berbuat maksiat seperti minur khomr, riba, buka
aurat dll, maka tidak ada kewajiban taat.
c. Menegakkan hukum dengan adil, jika pemimpin melaksanakan keadilan maka
wajib taat kepada mereka tetapi jika tidak adil maka tidak ada hak untuk
ditaati.
d. Sesuatu yang diperintahkan mampu dilaksanakan oleh yang akan menanggung
perintah tersebut.
Saran
Pembahasan makalah di atas masih jauh dari kesempurnaan maka penulis
berharap pada pembaca untuk kritik yang konstruktif demi menyempurnakan
makalah yang kami buat dan penulis menyarankan untuk pembaca tidak hanya
terpacu terhadap makalah yang kami telah buat demi memperluas wawasan
tentang relevansi pembahasan tentang batasan ketaatan terhadap pemimpin ini, karena kami sadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan.
[1]
Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Al Lu’lu’ Wal Marjan jilid 2.
(Semarang : Ar-Ridha, 1993 ) hal.569
[2]
http://syariahonline.com/v2/mutiara-hadist/2125-hadits-kewajiban-taat.html
(diakses hari Rabu, 3 Desember 2014)
[3]
Al Damsyiki, Ibnu Hamzah Al Hanafi, Asbabul Wurud jilid 3
(Jakarta : Kalam Mulia, 2002) hal 445
[4]
Muhibbin.. Hadis-Hadis Politik, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Ofset, 1996) hal. 82
[5]
ibid
., hal. 85
[6]
Nashir, Mansyur, Mahkota Pokok-Pokok Hadist. (Bandung :
Sinar Baru, 2002) hal.131
No comments