Makalah Tentang Etika Dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban Menurut Al Quran Dan Hadist
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dengan wanita
dan miskin dan kaya, di antara hikmah semua itu adalah supaya manusia
saling memberi manfaat antara satu sama lain. Manusia adalah makhluk yang
tidak bisa hidup dengan sendirinya tanpa adanya orang lain, dengan kata
lain manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, kepedulian
sosial harus ditanamkan sejak dini terutama kepada generasi muda dan anak
didik. Penanaman ini menjadi penting agar pemahaman bahwa manusia tidak
akan hidup sendiri tetapi penting beraktualisasi dengan yang lain.
Kepedulian kepada manusia lainnya, menjadi kewajiban pada setiap diri
manusia.
Salah satu ibadah yang berkaitan erat untuk membantu orang lain adalah qurban. Melalui qurban inilah fakir miskin, anak yatim dan para dhuafa bisa menikmati makanan yang layak. Dengan qurban inilah timbul rasa sosial di antara sesama manusia.
Akan tetapi di zaman yang serba canggih ini, ekonomi semakin meningkat, dan kelayakan hidup membuat sebagian masyarakat lupa akan pentingnya berqurban. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan membahas sedikit tentang qurban pada bab selanjutnya In Sya Allah.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian penyembelihan ?
2. Apa pengertian qurban ?
3. Bagaimana asal mula perintah untuk berqurban ?
4. Bagaimana hukum berqurban dalam Al Quran Dan Hadist ?
5. Bagaimanakah jenis dan syarat binatang yang dikurbankan ?
6. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam penyembelihan ?
7. Bagaimanakah etika dan tata cara penyembelihan hewan qurban ?
8. Apa-apa saja hikmah ibadah qurban ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan penulisan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian penyembelihan.
2. Untuk mengetahui apa pengertian qurban.
3. Untuk mengetahui bagaimana asal mula perintah untuk berqurban.
4. Untuk mengetahui bagaimana hukum berqurban dalam al quran dan hadist.
5. Untuk mengetahui bagaimanakah jenis dan syarat binatang yang
dikurbankan.
6. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan dalam penyembelihan.
7. Untuk mengetahui bagaimanakah etika dan tata cara penyembelihan hewan
qurban.
8. Untuk mengetahui apa-apa saja hikmah ibadah qurban.
GAMBARAN UMUM TENTANG PENYEMBELIHAN QURBAN
A.
Pengertian Penyembelihan
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan (اَلذَّبْحُ) secara bahasa berarti
at-tabayyun (اَلتَّبَايُنُ), yaitu bau yang sedap. Hal ini disebabkan
pembolehan secara hukum syar’i menjadikannya menjadi baik harum. Menurut
mazhab Hanafi dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat
leher, yaitu urat tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun
menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua
saluran di leher hewan, yaitu saluran nafas yang terletak di leher dan
saluran makanan/pencernaan.
[1]
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran
makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan oleh
agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak
disembelih. Berdasarkan hadis Rasulullah saw, yang berbunyi :
اُحِلَّتْ لَنَا مَيِّتَتَانِ اَلسَّمَكُ وَالْجَرَّادُ. (رواه ابن ماجه)
“Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai
yaitu
ikan dan belalang”.
(Riwayat Ibnu Majah)
Penyembelihan hewan menurut ketentuan agama, yaitu melenyapkan nyawa binatang (yang halal) untuk dimakan dengan sesuatu alat yang tajam selain tulang dan gigi. Binatang yang halal bisa menjadi haram untuk dimakan karena tata cara penyembelihannya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Misalnya, tidak menyebutkan asma Allah atau menyebut selain nama Allah, binatang yang mati karena dicekik, dipukuli, atau karena jatuh. [2]
Berdasarkan firman Allah SWTdalam Surah al-Ma’idah ayat 3 yang berbunyi :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan daging
yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk
berhala”.
Jika hewan yang akan disembelih adalah hewan liar yang susah untuk
ditangkap atau sulit untuk disembelih pada lehernya, diperbolehkan melukai
bagian tubuh yang mematikan dengan menyebut nama Allah SWT.
B. Pengertian Qurban
Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah, semua umat Islam yang tidak melaksanakan
haji merayakan hari raya Idul Adha. Pada hari itu, umat Islam sangat
disunnahkan untuk berqurban di mana mereka menyembelih hewan qurban untuk
kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah. Mengenai
pengertian qurban akan penulis jelaskan sedikit berikut ini :
Qurban berasal dari bahasa Arab, yang diambil dari kata ( قُرْبًا وَ
قُرْبَانًا - يَقْرَبُ - قَرُبَ ) yang berarti mendekati atau menghampiri.
Sedangkan secara istilah qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang
lainnya.
[3]
Adapun hewan qurban disebut juga dengan udhiyah ( (
اُضْحِيَّةٌ. Kata ini diambil dari kata dhuha (ضُحَى (
yang berarti waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta
sejak terbitnya ( kira kira pukul 7 pagi ) hingga waktu Dzuhur. Udhhiyah
yang dimaksudkan di sini adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang
disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah SWT untuk mendapatkan ridha dan cinta-Nya.
[4]
C.
Asal Mula Perintah Untuk Berqurban
Asal usul ibadah qurban bermula dari peristiwa qurban Nabi Ibrahim bersama
anaknya Ismail AS. Peristiwanya bermula dari mimpi Ibrahim. Dalam mimpinya
ia memperoleh perintah Allah untuk menyembelih anak kesayangannya. Menurut
keyakinan Ibrahim, mimpi itu benar adanya. Dan maksud akan kebenaran
tersebut merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Ibrahim.
Ibrahim lalu membicarakan perintah Allah tersebut dengan anaknya.
Percakapan mereka itu dikenang di dalam Al Quran dalam surat Ash Shaffat
ayat 102 :
Artinya : "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu ? ......".
Artinya : "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu ? ......".
Mendengar perintah ayahnya Ismail as dengan yakin dan santun langsung
menjawab :
Artinya :
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Insya
Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”
(QS: Ash Shaffat ayat 102).
Nabi Ibrahim lalu membawa ke satu tempat sepi di Mina. Sebelum acara penyembelihan, Ismail mengajukan tiga permohonan :
Pertama
, ia meminta menajamkan pisaunya agar ia cepat mati dan tak timbul lagi
rasa kasihan dan penyesalan dari ayahnya. Kedua, Ismail meminta
mukanya ditutup agar tak timbul rasa ragu dan kasihan di hati ayahnya. Ketiga, setelah dirinya disembelih, Ismail meminta pakaiannya yang
berlumuran darah dibawa kehadapan ibunya, sebagai saksi bahwa qurban telah
dilaksanakan.
Dengan berserah diri kepada Allah SWT, Ismail berbaring. Meski sempat dihalang-halangi iblis, Ibrahim lantas mnghentakkan pisau dan mengarahkannya ke leher Ismail. Tapi Allah mengganti Ismail dengan seekor domba besar. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam surat Ash-Shaffat ayat 107 :
Dengan berserah diri kepada Allah SWT, Ismail berbaring. Meski sempat dihalang-halangi iblis, Ibrahim lantas mnghentakkan pisau dan mengarahkannya ke leher Ismail. Tapi Allah mengganti Ismail dengan seekor domba besar. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam surat Ash-Shaffat ayat 107 :
Artinya : “ dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah
melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya
dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa qurban itu kemudian
diabadikan oleh Allah SWT menjadi salah satu unsur syariat Islam yang
hingga kini dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu.
[5]
D.
Hukum Berqurban Dalam Al Quran Dan Hadist
Dalam permasalahan hukum berqurban ini, penulis mendapatkan 2 hukum dalam
berqurban. Sebagian ulama berpendapat bahwa qurban itu wajib, sedangkan
sebagian lain berpendapat qurban itu sunat.
Adapun yang berpendapat wajib, mereka berlandaskan dengan firman Allah SWT
:
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus”.
(QS Al Kautsar ayat 1-3)
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ اَبِيْ هُرَرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةً فَلَمْ يُضِحَّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَ نَا
(رواه احمد و ابن ماجه)
“Dari Abu hurairah, Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang
mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia
mendekati (menghampiri) tempat shalat kami.”
(HR:Ahmad dan Ibnu Majah)
Sedangkan yang berpendapat sunat, mereka berlandaskan hadis Nabi SAW :
اُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَ هُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ (رواه الترمذي)
“Aku diperintahkan untuk menyembelih kurban, dan kurban itu sunnat bagi
kalian”
(HR:Turmuzi)
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَ لَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ (رواه الدارقطني)
ETIKA DAN TATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN
A.
Jenis Dan Syarat Binatang Yang Dikurbankan
Adapun jenis-jenis binatang yang boleh dikurban adalah adalah binatang yang
termasuk ke dalam bahimatul an’am. Hal ini sebagaimana yang
disebutkan di dalam Al Quran surat Al Hajj ayat 34 :
Artinya :
“dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa,
karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”
Adapun hewan-hewan yang termasuk ke dalam bahimatul an’am adalah
Unta, Kambing, Sapi, dan Domba.
Selain itu, ada beberapa syarat pula yang diharuskan ada pada binatang
ternak tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Hewan kurban harus berupa Bahimatul An’am. Hal ini telah
penulis jelaskan sebelumnya.
2. Usia hewan kurban adalah sebagai berikut :
a. Unta yang telah berumur lima tahun masuk kepada 6 tahun
b. Kambing yang telah berumur dua tahun masuk kepada 3 tahun
c. Sapi yang telah berumur dua tahun masuk kepada 3 tahun
d. Domba yang telah berumur satu tahun masuk kepada 2 tahun
Selain itu Nabi juga pernah berkata bahwa jika kita ingin berqurban maka
hendaklah untuk menyembelih binatang ternak yang musinnah. Musinnah adalah
hewan ternak yang sudah berganti giginya. Dibolehkan berqurban dengan hewan
kurban yang mandul, bahkan Rasulullah SAW berqurban dengan dua domba yang
mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.
3. Hewan yang hendak dikurbankan tidak cacat seperti pincang, rusak
matanya, kurus, sakit, putus telinga dan ekornya dan lain sebagainya yang
termasuk dalam ketidaksempurnaannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah
SAW :
عَنِ الْبَرّاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م : اَرْبَعٌ لَا
تَجْزِئُ فِى الْأَحِيْ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوْرُهَا وَالْمَرِيْضَةُ
الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا وَالْعَجْفَاءُ
الَّتِى لاَتُنْقِيْ (رواه احمد و صححه الترمذي)
"
Dari Barra’ bin ‘Azib: Rasulullah SAW telah bersabda, empat macam
binatang yang tidak sah dijadikan qurban : Rusak matanya yang nyata
rusaknya, sakit yang nyata sakitnya pincang yang nyata pincangnya, dan
kurus yang tidak berlemak lagi”
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Tarmizi)
[7]
B.
Ketentuan-Ketentuan Dalam Penyembelihan
Ada beberapa hal ketentuan yang yang harus dilaksanakan dan dipenuhi dalam
ibadah qurban ini di antaranya adalah :
1. Orang Yang Disyariatkan Berkurban
a. Syarat utama seorang pemberi qurban adalah Islam, Akil Baligh, dan
berkemampuan.
b. Orang yang telah bernadzar akan berqurban, wajib baginya melaksanakan
nadzar tersebut.
c. Orang yang mampu (kaya) menyembelih hewan Qurban adalah hukumnya wajib,
sebagaimana sabda Nabi SAW yang telah disebutkan di atas. Adapun menurut
para ulama ada beberapa kriteria untuk menggolongkan seseorang itu mampu
atau kaya :
1) Menurut sebagian ulama, jika seseorang itu telah memiliki uang nishab
zakat.
2) Menurut ulama lain, seseorang itu digolongkan kaya atau mampu adalah
orang yang mampu membeli harga hewan Qurban, sekalipun dengan berhutang
asal nanti dapat melunasi hutangnya itu.
2. Waktu Pelaksanaan Qurban
Masalah waktu dalam penyembelihan hewan qurban ini sangat penting untuk
diperhatikan. Ini perlu dipahami agar qurban seorang muslim bisa sah.
Karena tanpa mengetahuinya, seseorang akan menyembelih lebih awal atau
malah terlambat.
Di dalam buku “Mendulang Pahala Zulhijjah” penulis mendapatkan beberapa hal yang berkenaan dengan waktu pelaksanaan qurban, yang disebutkan bahwa harus diketahui bahwa penyembelihan udhhiyyah hendaknya dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Ada beberapa pembahasan yang perlu diketahui berkaitan dengan waktu penyembelihan udh-hiyyah ini. Berikut rinciannya :
Di dalam buku “Mendulang Pahala Zulhijjah” penulis mendapatkan beberapa hal yang berkenaan dengan waktu pelaksanaan qurban, yang disebutkan bahwa harus diketahui bahwa penyembelihan udhhiyyah hendaknya dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Ada beberapa pembahasan yang perlu diketahui berkaitan dengan waktu penyembelihan udh-hiyyah ini. Berikut rinciannya :
Para ulama bersepakat bahwa pada hari Nahr, seseorang tidak boleh
menyembelih sebelum fajar Shubuh terbit. Tentang awal penyembelihan,
waktunya bermula dari setelah pelaksanaan shalat ‘Id, walaupun khutbah ‘Id
belum dimulai. Hal ini berdasarkan hadits Al-Barâ` bin Azibradhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِيْ يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّيْ ثُمَّ
نَرْجِعُ فَنَنْحَرُ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا
وَمَنْ ذَبَحَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ
النُّسُكِ فِيْ شَىْءٍ.
“Sesungguhnya permulaan, yang kita mulai pada hari kita ini, adalah
shalat. Setelah itu, kita kembali lalu menyembelih. Barangsiapa yang
mengerjakan hal tersebut, sesungguhnya ia telah mencocoki sunnah kami,
dan barangsiapa yang menyembelih sebelum pelaksanaan shalat (‘Id),
sesungguhnya (sembelihan) itu hanyalah daging yang dia peruntukkan
untuk keluarganya, tidak terhitung sebagai
nusuk (sembelihan) sama sekali.”
Walaupun hadits di atas menunjukkan bahwa waktu penyembelihan bermula
setelah shalat ‘Id, penyembelihan yang terbaik adalah bisa dilakukan
setelah khatib menyelesaikan khutbahnya.
Demikian pula, bila pimpinan kaum muslimin (kepala negara) ingin
menyembelih, tidak seorang pun rakyatnya yang boleh menyembelih sebelumnya
pemimpin tersebut menyembelih qurbannya. Hal ini ditunjukkan oleh sejumlah
riwayat, di antaranya adalah hadits Jâbir bin Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau berkata :
صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَوْمَ
النَّحْرِ بِالْمَدِينَةِ فَتَقَدَّمَ رِجَالٌ فَنَحَرُوا وَظَنُّوا أَنَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَدْ نَحَرَ فَأَمَرَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ كَانَ نَحَرَ قَبْلَهُ
أَنْ يُعِيدَ بِنَحْرٍ آخَرَ وَلاَ يَنْحَرُوا حَتَّى يَنْحَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat dengan mengimami
kami pada hari Nahr di Madinah. Maka, sekelompok lelaki maju kemudian
menyembelih. Mereka menyangka bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
telah menyembelih. Oleh karena itu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
memerintah siapa saja, yang telah menyembelih sebelum beliau
(menyembelih), untuk mengulangi penyembelihannya dengan sembelihan
lain, dan tidak boleh ada yang menyembelih hingga Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam telah menyembelih.”
Adapun jumhur ulama, mereka memandang bahwa hadits di atas hanyalah
peringatan dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam terhadap orang
yang tergesa-gesa untuk berqurban sehingga penyembelihan terjadi sebelum
waktunya, bukan berarti tidak boleh menyembelih sebelum penguasa
menyembelih.
Adapun akhir penyembelihan, waktunya berakhir pada akhir hari-hari Tasyriq,
yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah bersamaan dengan terbenamnya matahari,
menurut pendapat yang lebih kuat di kalangan ulama. Demikian yang dikuatkan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, serta sejumlah ulama pada
masa ini, seperti Ibnu Baz dan Zaid Al-Madkhaly.
Hal tersebut dipetik dari kandungan umum firman Allah ‘Azza wa Jalla :
Artinya : “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan
supaya mereka menyebut nama Allah, pada hari yang telah ditentukan,
atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang
ternak.”
[Al-Hajj: 28]
Dari Nubaisyah Al-Hudzaly radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ.
“Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum,” dalam sebuah
riwayat (disebutkan), “Serta hari berdzikir kepada Allah.”
Terdapat pendapat pula yang menyatakan bahwa batas pelaksanaan
penyembelihan hanya hingga terbenamnya matahari pada hari kedua belas
Dzulhijjah. Demikian pendapat Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad. Kemudian
barangsiapa yang mengerjakan shalat ‘ied bersama imam, ia menyembelih
setelah mengerjakan shalat sebagaimana yang telah dijelaskan. Selain itu,
barangsiapa yang tidak menghadiri pelaksanaan shalat ‘Id karena bersafar
dan selainnya, ia tidak boleh menyembelih hingga yakin bahwa manusia telah
menunaikan shalat ‘Id.
Barangsiapa yang belum menyembelih pada waktu penyembelihan yang telah
ditentukan disebabkan karena adanya udzur atau halangan yang syar’i, ia boleh mengqadha penyembelihannya setelah waktu
tersebut.
[8]
Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang tepat untuk melaksanakan
penyembelihan udhhiyyah adalah setelah shalat Idul Adha tanggal 10
Zulhijjah sampai terbenam matahari pada hari terakhir Tasyrik pada tanggal
13 Zulhijjah.
3. Jumlah Hewan Yang Dikurbankan
Tidak ada keterangan yang menyatakan adanya ketentuan dalam jumlah hewan
qurban, sehingga jumlah hewan qurban tidak ada pembatasan dan penyembelihan
hewan qurban disesuaikan dengan kemampuan.
4. Ketentuan Jumlah Orang Dalam Berqurban
Islam telah menentukan ketetapan jumlah orang dalam berqurban sebagaimana
yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW. Untuk kambing hanya
diperbolehkan satu orang saja yang menjadi pequrban dan tidak boleh
berpatungan dengan yang lainnya. Sedangkan sapi dan sejenisnya serta unta
diperbolehkan berpatungan dengan jumlah tujuh orang. Hal ini berdasarkan
hadits Rasulullah SAW :
نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ
الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ .
“Kami menyembelih hewan pada saat Hudaibiyah bersama Rasulullah SAW.
Satu ekor badanah (unta) untuk tujuh orang dan satu ekor sapi untuk
tujuh orang”.
(HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmizy)
Dalam hadits lain disebutkan :
حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَنَحَرْنَا الْبَعِيرَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ .
“Kami pergi haji bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
maka kami menyembelih unta untuk tujuh orang, dan sapi untuk tujuh
orang”.
Hadits-hadits tersebut menerangkan bahwa hewan jenis sapi dan sejenisnya
serta unta diperbolehkan berpatungan dengan jumlah tujuh orang. Sedangkan
hewan jenis kambing tidak ada keterangan yang menyatakan boleh lebih dari
satu orang. Karena itu para fuqaha sepakat bahwa kambing dan yang
sejenisnya tidak boleh disembelih atas nama lebih dari satu orang. Kalau
pun dibolehkan berqurban kambing dengan peserta lebih dari dari satu orang,
maka harus merupakan keluarganya. Hal ini karena Rasulullah SAW memang
pernah menyembelih seekor kambing qurban untuk dirinya dan untuk
keluarganya.
[9]
C. Etika Dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban
C. Etika Dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban
Ada beberapa hal yang termasuk ke dalam etika dan tata cara dalam
penyembelihan hewan qurban yang benar dan sesuai dengan Allah dan
Rasulullah SAW. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Niat berqurban karena allah semata.
Hal yang terpenting dalam proses ibadah qurban adalah niat. Niat adalah
sesuatu yang pokok dalam ibadah qurban dan ibadah-ibadah lainnya. Dengan
niat ibadah seseorang diterima, dan dengan niat pula ibadah seseorang
ditolak oleh Allah SWT. Bila niat kita berqurban dalam rangka taat kepada
Allah dan menjalankan perintahnya, maka In sya Allah ibadah qurban
kita diterima di sisi-Nya. Sebaliknya jika niat kita berqurban dalam rangka
yang lainnya, misalnya karena ingin dipuji, atau malu kalau tidak
melaksanakan ibadah qurban, atau qurban yang dipersembahkan untuk selain
Allah, maka qurban-qurban tersebut tidak ada manfaatnya dan tidak diterima
disisi Allah.
2. Ketika menyembelih mengucapkan asma allah.
Dalam hal ini sebagaimana yang telah tersebut dalam Al Quran surat al an’am
ayat 118 dan 121 :
Artinya :
“Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah
ketika menyembelihnya,
jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya”
Artinya :
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu
adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti
mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”
Hal tersebut juga terdapat dalam hadist Nabi SAW :
قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ، قَالَ النَّبِيُّ ص: وَ لاَ آكُلُ اِلاَّ
مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ. البخارى
'Abdullah bin 'Umar telah berkata bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Dan
saya tidak makan (sembelihan) yang tidak disebut nama Allah padanya".
[HR Bukhari]
عَنْ أَنَسِ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى
وَكَبَّرَ
Dari Anas bin Malik berkata: "Rasulullah SAW menyembelih dua ekot
kambing kibas yang bagus warnanya, dan keduanya bertanduk, beliau
menyembelih sendiri dengati tangannya, beliau membaca basmalah dan
bertakbir.
(HR. Bukhori dan Muslim)
Pada kebiasaannya yang masyhur di kalangan masyarakat kita, ketika mereka
akan menyembelih qurban maka mereka mengucapkan lafadz basmallah dan zikir.
Lafadz doa tersebut adalah :
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
“Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar.” (H.R. Muslim)
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
“
Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu
dan untuk-Mu.
” (H.R. Abu Dawud dengan sanad shahih)
3. Menyembelih dengan pisau yang tajam memperlakukan binatang kurban dengan
baik.
Hal tersebut sebagaimana dalam hadis Nabi SAW :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan supaya sentiasa bersikap ihsan
(baik) terhadap segala sesuatu. Apabila kamu hendak membunuh, maka
bunuhlah dengan cara yang paling baik. Apabila kamu hendak menyembelih
haiwan, maka sembelihlah dengan cara yang paling baik iaitu dengan
menajamkan alat sembelihan dan hendaklah meletakkan hewan dalam keadaan
yang selesa.” (HR. Muslim)
4. Hendaknya tidak menajamkan pisau di depan hewan qurban dan tidak pula
memperlihatkan pisau sembelihan di hadapan hewan qurban tersebut. Karena
dengan tidaknya kita memperlihatkan pisau dihadapannya merupakan
menunjukkan rasa kasih sayang kepadanya.
5. Menghadapkan ke kiblat
Ibnu Sirin, beliau mengatakan:
كَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ تُوَجِّهَ الذَّبِيْحَةَ اِلَى الْقِبْلَةَ
“Dianjurkan supaya menghadapkan ketika disembelih ke arah
kiblat.”(al-Mushannaf ‘Abdurrazzaq)
Ini adalah sebagaimana perbuatan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika menyembelih unta hadyu di Mina. Beliau menghadapkan unta-unta yang hendak disembelih ke arah kiblat.
6. Disembelih tepat dikerongkongan/ leher
Rasulullah SAW pernah mengutus Budail bin Warqa Al-Khuza’i dengan naik unta
yang kehijau-hijauan supaya berteriak di jalan-jalan Muna (dengan
mengatakan bahwa penyembelihan itu tepatnya di kerongkongan/lehernya.
Adapun yang perlu diputuskan pada kerongkongan tersebut adalah saluran
pernafasannya (halqum), saluran pencernaannya (mari’) dan
dua urat yang meliputi leher (wadajain)
7. Disembelih oleh muslim dan halal jika disembelih oleh ahli kitab
Ibadah qurban adalah ibadah yang diperintahkan dan disyariatkan oleh Allah
kepada kaum muslimin dan tidak dibebankan kepada selain mereka, karena
perintah ini berhubungan dengan masalah keyakinan dan kepercayaan. Karena
umat Islam dalam menjalankan perintah ini didasari oleh ketaatan kepada
perintah Allah. Dan dasar dari ketaatan ini adalah keyakinan dan
kepercayaan kepada sesuatu yang dipercayai dan diyakininya, dalam hal ini
adalah Allah SWT. Jadi bagaimana mungkin orang yang tidak meyakini dan
mempercayai Allah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah?
Begitupun dengan penyembelihan harus dilaksanakan oleh orang Islam karena
ibadah qurban adalah ibadahnya kaum muslimin dan semua proses ibadah dari
awal sampai akhir harus dilakukan oleh kaum muslimin. Disamping itu,
penyembelihan juga dilakukan oleh ahli kitab. Hal ini sebagaimana yang
disebutkan dalam Al Quran surat al Maidah ayat 5 :
Artinya :
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu
halal (pula) bagi mereka.”
8. Tunggu ternak tersebut sampai mati sempurna
Jika hewan qurban telah disembelih, maka biarkanlah hewan tersebut sampai
mati dan jangan dikuliti atau dipotong anggota tubuhnya sebelum benar-benar
mati. Karena jika hal ini dilakukan akan menyiksa hewan tersebut, dan ini
adalah hal yang dilarang.
[10]
D.
Hikmah Ibadah Qurban
Setelah mengetahui banyak hal tentang ibadah qurban, kita juga perlu
mengetahui betapa banyaknya hikmah daripada ibadah qurban tersebut. Ada
beberapa hikmah yang penulis dapatkan dari berbagai sumber, di antaranya :
1. Menegakkan peribadahan kepada Allah ‘ Azza wa Jalla.
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ menjelaskan bahwa ibadah qurban sebagai salah
satu bentuk penegakan perintah dan penyerahan diri kepada-Nya sebagaimana
dalam firman-Nya dalam surat Al An’am ayat 162-163 :
Artinya :
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya,
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan saya adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ juga menjelaskan bahwa berqurban adalah ibadah yang agung bila disertai dengan takwa dan keikhlasan sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Al-Hajj ayat 37
Artinya :
“Daging-daging dan darah (unta) itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat
mencapainya.”
2. Sebagai lambang kesyukuran seorang hamba terhadap nikmat Allah Subhânahû
wa Ta’âlâ.
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman dalam surat al Hajj ayat 36 :
Artinya :
“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan
sesuatu yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada
kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.”
3. Agar setiap mukmin mengingat
kesabaran
Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam.
Kesabaran inilah yang membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya
lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang
menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor
domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh
dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka
mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.
4. Menghidupkan sunnah/tuntunan imamnya orang-orang yang bertauhid yaitu
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, di mana Allah mewahyukan pada beliau
untuk menyembelih putranya, Ismail, maka Allah menggantinya dengan kambing
kibas, lalu Ibrahimpun menyembelihnya.
5. Menebarkan kebahagiaan pada kaum fakir miskin dengan memberikan sedekah
pada mereka.
Dengan adanya qurban ini maka rasa sosial antara sesama manusia sudah jelas
tampak. Yang memiliki kemampuan membantu yang belum berkemampuan. Dengan
demikian fakir miskin akan merasa bebannya sudah berkurang dan bisa
menikmati makanan yang lezat pada hari besar Islam khususnya pada Idul
Adha.
6. Darah uang menetes dari sembelihan kurban menambah kebajikan pada mizan di hari kiamat.
7. Menjadi kenderaan untuk melewati jembatan tajam nan tipis yaitu titian shirat.
8. Menghilangkan sifat bakhil dan materialistis (cinta harta) yang
berlebihan.
9. Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang semisal dengan hewan qurban. [11]
9. Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang semisal dengan hewan qurban. [11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah membahas panjang lebar tentang penyembelihan hewan qurban ada
beberapa intisari yang dapat diambil, yaitu :
1. Berqurban memiliki segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.
2. Asal mulanya syariat qurban terjadi pada masa Nabi Ibrahim dan Ismail as. Ibrahim sudah dituntut untuk menyelesaikan nazarnya yaitu menyembelih anaknya Ismail. Namun Allah mengganti Ismail dengan kambing.
3. Hukum utama dalam pelaksanaan ibadah qurban ini adalah sunah muakkadah bagi yang mampu.
4. Jenis hewan yang boleh untuk dikurbankan adalah bahimatul an’am yaitu unta, sapi, kambing, dan domba.
5. Dalam melakukan penyembelihan terhadap hewan penyembelihan harus adanya ihsan terhadap hewan. Dan jangan lupa pula untuk mengucapkan basmallah dan takbir.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran supaya makalah
ini bisa lebih sempurna di kemudian harinya. Karena penulis hanyalah
seorang santri biasa yang sedang belajar.
Selain itu penulis juga mengharapkan kepada pembaca jika sudah mempunyai
kemampuan untuk berqurban, maka hendaklah segera melaksanakannya. Karena
dengan berqurban jiwa dan harta kita akan bersih. Dan bagi orang yang
berqurban, setiap tetesan darah akan menambah berat pada mizan di akhirat
nantinya.
[1]
Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, (Jakarta :
Arafah Mitra Utama, 2008), hal 5
[2]
Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Malang :
Penerbit Universitas Negeri Malang, 2010), hal 50
[3]
Matdawam, M. Noor, Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam,
(Yogyakarta : Yayasan Bina Karier, 1984), hal.23
[4]
Sayyid Sabiq,
Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah),Terjemahan oleh Kamaluddin A.
Marzuki
, (Bandung : Al Ma’arif, 1987) hal, 217
[5]
Matdawam, M. Noor, op.cit., hal 35
[6]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 2009) hal 475
[7]
Ibid
., hal.476
[8]
Dzulkainain M. Sunusi, Mendulang Pahala Dzulhijjah,
(Jakarta : Pustaka As-Sunnah,2012) hal. 145
[9]
Ibid
., hal.146-147
[10]
Muhammad Abduh Tuasikal,Panduan Fikih Qurban Dan Aqiqah, (Yogyakarta, Pustaka Muslim, 2010) hal 46-48
[11]
Ammi Nur Baits,
Panduan Qurban Dari A Sampai Z, Mengupas Tuntas Seputar Fiqh
Qurban
, (Yogyakarta : Yufid Publishing, 2015), hal. 42
No comments