Makalah Tentang Perjuangan Ibu Untuk Buah Hatinya
Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin
terdengar biasa ditelinga, sebutan yang sepintas telah biasa didengar di
berbagai tempat dan waktu tanpa sebuah makna. Mungkin sebagai anak, hanya
sebuah kewajiban untuk menyebut ibu karena wanita itu yang telah
melahirkannya.
Ibu bukanlah hanya sebuah sebutan semata dan bukan saja hanya sekedar
kewajiban menyebut ibu. Ibu adalah seorang yang telah melahirkan anaknya ke
dunia ini dengan susah payah. Rasa sakit yang luar biasa sampai
mempertaruhkan nyawa, dari awal kehamilannya selama sembilan bulan, ibu
merawat calon bayi supaya dapat lahir dengan selamat. Betapa banyak
perjuangan dan pengorbanan yang beliau lakukan sampai saat ini.
Melihat perjuangan seorang yang begitu besar, penulis tertarik untuk
membahas secara singkat tentang perjuangan ibu untuk anaknya. Semoga
bermanfaat..
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian ibu ?
2. Bagaimanakah perjuangan ibu terhadap buah hatinya ?
3. Bagaimanakah peran wanita sebagai ibu menurut Islam ?
4. Bagaimanakah kemuliaan seorang ibu dalam Al Quran ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan penulisan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian ibu.
2. Untuk mengetahui perjuangan ibu terhadap buah hatinya.
3. Untuk mengetahui peran wanita sebagai ibu menurut Islam.
4. Untuk mengetahui kemuliaan seorang ibu dalam Al Quran.
PERJUANGAN IBU UNTUK BUAH HATINYA
A.
Pengertian Ibu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibuberarti wanita yang telah
melahirkan seorang anak. Wanita atau ibu adalah : pengurus generasi
keluarga dan bangsa sehingga keberadaan wanita yang sehat jasmani dan
rohani serta sosial sangat diperlukan. Wanita atau ibu adalah makhluk bio-psiko-sosial-cultural dan spiritual yang utuh dan unik,
mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat.
[1]
B.
Perjuangan Ibu Terhadap Buah Hatinya
Ibu adalah ksatria hidup yang berusaha memberikan yang terbaik dan selalu
berjuang untuk kita. Sembilan bulan kita dalam kandungan: siang malam kita
terus dibawanya kemana pun. Lelah, tidak pernah dirasakannya, mengeluh
apalagi, ketika tidur kita terus dijaganya hinga posisi tidur kita pun
diperhatikannya. Sakit, pegal pasti dirasakannya. Membawa beban dalam
perutnya itu sungguh luar biasa susahnya, berjalan terasa berat seakan
tersekat, namun tetap tegar. Perut yang buncit itu terus dibawanya
kemanapun ia pergi.
Kita pernah lihat ibu yang sedang hamilkan? Atau mendengar seorang ibu yang
berbicara bahwa ada yang bergerak-gerak dalam perutnya? Nah, itu adalah
aktivitas kita ketika sedang dalam kandungan. Sakit dirasakan oleh ibu
kita, namun beliau tampak ceria. Bayangkan dalam kandungan pun secara tidak
sadar kita sudah menyusahkan ibu kita. Makan pun harus banyak karena
sari-sarinya pasti tersuplai untuk kita di dalamnya. Namun, seorang ibu
tidak pernah menyesal apalagi mengeluhkan kondisi tersebut. Bahkan,
senantiasa berharap supaya jabang bayi yang sedang di kandungnya bisa lahir
ke dunia dengan selamat. Beliau setia dan bersabar menunggu kelahiran
bayinya. Sungguh sangat luar biasa sekali perjuangan seorang ibu.
Bukan hanya saat mengandung, bahkan ketika lahir pun perjuangan ibu belum
berakhir. Seluruh tenaganya dicurahkan, staminanya terkuras habis,
kesakitan saat proses melahirkan pun sangat luar biasa. Ya, hanya untuk
berjuang mengeluarkan sang anak ke dunia, yaitu kita. Bahkan, dengan
mempertaruhkan nyawanya, antara hidup dan mati. Sekali lagi, hanya untuk
kita. Namun, semua kepayahan, kesakitan, seolah-olah tidak dirasakannya.
Biarlah ia kesakitan, yang penting anaknya lahir dengan selamat. Biarlah
dirinya meregang nyawa asalkan anaknya bisa hidup.
Apakah mungkin kita bisa membayarnya? Menggantikan sakitnya? Menggantikan
perjuangannya? Tidak akan bisa membayarnya. Bahkan kalau dirupiahkan pun
tidak akan cukup untuk membayar semua pengorbanan ibu. Karena itu, sangat
tidak layak jika kita berbuat dosa kepada ibu, tidak layak kita mendurhakai
ibu kita. Perjuangannya, kasih sayangnya yang begitu agung, tulus dan
ikhlas, sudah cukup menggambarkan, bahwa sosok ibu patut dihormati,
dikasihi dan disayangi, lebih dari apapun.
Kita tidak akan pernah merasakan dunia ini kalaulah perjuangan ibu berakhir
di tengah jalan. Kalau ibu adalah seorang yang lemah, kalau ibu tidak
pernah berharap kita lahir ke dunia, kalau tidak dengan keyakinannya yang
kuat, tentu kita tidak akan pernah terlahir ke dunia ini. Ya, ibu adalah
perantaranya. Benar, Allah sangat berkehendak tanpa seorang ibu pun kita
bisa lahir, seperti Nabi Adam yang Allah ciptakan secara langsung. Tapi,
Nabi Adam itu istimewa. Secara lazim, semua anak lahir dan keluar dari
perut seseorang yang bernama ibu.
Saat bekerja, kita kerap melihat seorang ibu yang senantiasa sabar
menghadapi anaknya. Ketika itu, anaknya yang masih kecil rewelnya minta
ampun, sampai-sampai anaknya menjerit-jerit, namun ibu itu dengan penuh
kesabaran membujuk anaknya dengan aneka cara hingga membuat anak itu
terhenti tangis dan jeritannya. Ya, dengan ditepuk-tepuk penuh kelembutan,
diayun-ayun dan sampai diberikan susu untuk anaknya itu, beliau berhasil
menaklukan kerewelannya.
Sungguh mengagumkan perjuangan seorang ibu! Semasa kecil pun kita kerap
melakukan itu kepada ibu. Rewel, menangis, nakal, bahkan mengacaukan
semuanya. Namun, dengan penuh kesabaran, dengan penuh perjuangan, dan
dengan penuh keikhlasan, ibu kita meredam kerewelan dan tangisan kita serta
dengan penuh kasih sayang membimbing kita. Mengingat hal ini, spontan saat
itu mata saya berkaca-kaca dan teringat langsung kepada ibu di rumah.
Kita seringkali menyusahkan ibu, membuatnya jengkel, marah, kesal serta
membuatnya menangis akibat tingkah laku kita terhadapnya. Namun, sekali
lagi, semuanya beliau hadapi dengan penuh kesabaran, sehingga dengan
berbagai cara beliau mengarahkan dan menetralkan kita. Menakjubkan sekali
perjuangan ibu.
Jangankan masih kecil, bahkan mungkin saat telah dewasa pun kita kerap
menyusahkan ibu. Berbuat semau kita yang membuat ibu kita kecewa dan sakit
hati. Apa kita tidak pernah berpikir terhadap perjuangan ibu kita selama
ini? Mari kita sama-sama merenungi semua perbuatan kita terhadap ibu kita
sendiri. Sadarlah, ibu itu adalah segalanya untuk kita di dunia ini,
penerang hidup, penenang hidup, pelengkap hidup dan penyempurna hidup.
Orang yang menyenangkan orang tua dijamin hidupnya akan bahagia. Tidak akan
rugi kalau mengurusi ibu yang memang sudah tua, beliau sangat membutuhkan
anak-anaknya yang saat ini meninggalkannya, mungkin juga beliau haus akan
kasih sayang anaknya dan ingin sekali diperhatikan oleh anaknya. hal ini
tentu dirasakan oleh ibu yang memang ditinggal sendiri oleh anak-anaknya.
Walaupun kita sudah berkeluarga dan punya kesibukan, kita juga harus tetap
memperhatikan ibu kita, karena beliau adalah jalan untuk mendapatkan rezeki
dalam kehidupan kita. Tidak akan pernah mengurangi jatah rezeki kita, jatah
kasih sayang kita, dan tidak akan pernah rugi sedikit pun jika kita lebih
memerhatikan ibu kita, dan bahkan Allah akan menambahkan sebuah kenikmatan
dan rezeki yang terus mengalir tiada henti. Yakinlah, sesibuk apapun kita,
sesusah apapun kita, kalau menyempatkan untuk ibu dan memerhatikannya,
pasti curahan rezeki akan terus mengalir.
[2]
C.
Peran Wanita Sebagai Ibu Menurut Islam
"Hadits Riwayat Imam Ahmad, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اَÙ„ْجَÙ†َّØ©ُ تَØْتَ اَÙ‚ْدَامِ الْØ£ُÙ…َّÙ‡َاتِ
"Surga itu terletak di bawah telapak kaki "ibu".
Pernikahan bagi kaum "wanita" tidak sekedar mengubah status dari gadis
menjadi. Namun dia dituntut untuk bertanggung jawab berat dan memerlukan
persiapan dan pengalaman. Persyaratan umur merupakan kesiapan fisik dan
persyaratan pengalaman dan ilmu merupakan kematangan jiwa. Kematangan
biologis menentukan pula kuat dan sehatnya keturunan, sedangkan pengetahuan
agama mempersiapkan terhadap hakekat tanggung jawab. Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin orang
tua.
"Wanita" sebagai makhluk yang dikodratkan sebagai perantara lahirnya
manusia di bumi ini.
"Wanita" sanggup mengandung, melahirkan, memelihara calon manusia dan
mendidiknya.
Apabila kita membahas tentang tugas kaum "ibu", sungguh suatu tugas yang
tidak ringan. Allah SWT telah menentukan kodrat "wanita" yang berat itu,
kadang kala kaum Adam kurang mau memahami. Secara fisik dan rohani memang
"wanita" dipersiapkan memiliki kesanggupan.
"Wanita" sebagai ibu adalah pendidik paling primer bagi manusia. Kaum
ibuyang ideal tidak sekedar dapat bobot (hamil), namun ibu harus berbobot
(berkualitas). Anak-anak mereka tidak cukup dijamin kebutuhan jasmaninya,
namun rohaninya juga lebih penting.
Peran ibu apabila diserahkan kepada pembantu rumah tangga dengan mutlak,
akan berakibat fatal bagi anak. Sejauh manakah idealisnya seorang
pembantu?. Sebagai seorang ibu
Di tangan kaum ibu berhasil tidaknya membuat apa yang di atas bumi ini
lebih berharga dari pada apa yang ada di dalam bumi. Manusia-manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah lebih berharga dari pada emas dan mutiara
yang di kandung bumi. Manusia-manusia kufur dan durhaka, lebih rendah
harganya dari pada batu bara. Atau mungkin wujud manusia, namun nilainya
seperti magma dalam tanah.
Disinilah letak peranan "wanita" sebagai "ibu", cukup berat menuntut rasa
tanggung jawab yang tidak ringan. Berhasil tidaknya generasi yang ideal di
tangan kaum "wanita". Tidaklah berlebihan apabila Rasulullah SAW memberi
penghargaan terhadap kaum "ibu", sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imam
Ahmad, bahwa Rasulullah bersabda: "Surga itu berada di bawah telapak kaki para "ibu".
Beberapa langkah seorang ibu yang dapat mengarahkan anak-anaknya ke surga
antara lain:
1. Dorongan ibu yang bertanggung jawab.
Hadits Riwayat Bazzar, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila seorang "wanita" ("ibu") sudah menjalankan sholat lima kali,
puasa bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya (kesucian dirinya) dan lagi
taat kepada suaminya, maka masuklah ia ke surga."
2. Mendidik anaknya mulai masih dalam kandungan
Menurut ajaran Islam hakekat kehidupan sebenarnya dimulai sejak usia 120
hari dalam kandungan. Bagaimana mendidik anak dalam kandungan? Yaitu dengan
perilaku yang utama, taat kepada Allah, ikhlas dan banyak membaca
Al-Qur'an. Sebaiknya kaum ibuyang sedang hamil menghindarkan diri dari
dosa, akhlak yang hina dan tidak berharga.
Do'a yang sebaiknya diucapkan setiap saat yaitu sebagaimana firman Allah :
"Disanalah Zakariya mendo'a kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do'a."
(QS. Ali 'Imran ayat 38).
"Ya Allah, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, ya Allah, kabulkanlah do'aku."
(QS. Ibrahim ayat 40)
3. Mendidik sopan santun agar menjadi anak yang mulia
Ketika seorang anak sudah lahir, maka wajib diberikan pendidikan yang lebih
konkrit lagi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Anas,
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Jadikanlah anak-anakmu orang yang mulia, dan jadikanlah sopan santun
mereka menjadi baik."
Urutan mendidik anak, antara lain sebagai berikut:
a. Mendidik membiasakan bersyukur kepada Allah SWT, misalnya ucapan
hamdalah setiap selesai makan, minum, ibadah dan sebagainya.
b. Menanamkan tauhid dan dijauhkan supaya jangan sampai menjadi orang
musyrik.
c. Disadarkan jerih payah ibu bapaknya, supaya timbul rasa terima kasih,
hormat dan taat.
d. Dikenalkan dengan sanksi moral bahwa kita manusia berbuat apappun,
dimanapun kapanpun selalu dalam pengawasan Allah SWT. Sanksi moral ini
cukup bermanfaat bagi masa depan dalam mengarungi gelombang ujian
kehidupan.
e. Dididik untuk menegakkan shalat. Hal ini sebagaimana dijelaskan Hadits
Riwayat Tirmidzi, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Suruhlah kanak-kanak itu agar shalat apabila ia sudah berumur 7 tahun
dan apabila ia sudah berumur 10 tahun, maka hendaklah kamu pukul jika
mereka meninggalkan shalat."
f. Dibiasakan suka amar ma'ruf dan nahi munkar, dan tidak bersikap sinis
dan sombong.
g. Menanamkan cinta kepada Nabi dan kepada Al-Qur'anul Karim. Sebagaimana
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Dailami dari Ali, bahwa Rasulullah pernah
bersabda:
"Tanamkan kepada anak-anakmu tentang 3 hal, yaitu : Mencintai Nabimu,
Mencintai keluarga Nabi, dan Mencintai untuk membaca Al-Qur'an."
h. Menanamkan himmatulaliyah (cita-cita yang tinggi)
Sejak kecil anak kita bimbing akal dan budinya, sehingga tumbuh jiwa yang
tinggi dan mempunyai cita-cita yang luhur. Berikan cerita-cerita orang
besar supaya timbul dan terbuka akalnya.
i. Membiasakan disiplin.
Tidak kecil artinya kebiasaan disiplin ini, sebab apa yang pernah dilakukan
sejak kanak-kanak, akan menjadi kesatuan pribadi. Apabila setiap anak yang
lahir mendapatkan pendidikan dan pengarahan yang serupa ini, niscaya
generasi muda yang ideal, bertanggung jawab dan berjiwa besar akan segera
terwujud.
[3]
Rasulullah SAW menjelaskan dalam Hadits Riwayat Dailami, bahwa Rasulullah
bersabda:
"Empat faktor kebahagiaan seseorang, ialah apabila seseorang : punya
istri yang shalihah, punya anak-anak yang baik, punya pergaulan hidup
orang-orang baik (shaleh), dan punya sumber penghidupan di dalam
negerinya sendiri."
Begitu beratnya peran "wanita" sebagai seorang ibu. Namun apabila peran itu
dilakukan semata-mata untuk mendapat ridha dari Allah SWT, Insya'Allah akan
terlaksana dengan berbagai kemudahan atas pertolongan dari Allah SWT. Oleh
karena itu, berbahagialah wahai kaum "wanita", karena kepadamulah telah
dipercayakan tugas mulia oleh Sang Maha Pencipta, bahwa dari rahimmu yang
subur akan lahir putra-putri generasi penerus. Karenanya menjadi kewajiban,
tidak hanya mendidiknya sekedar dengan limpahan materi dan benda-benda
kebutuhan hidup semata. Namun yang terpenting adalah berkatilah mereka,
putra-putrimu dengan akhlak baik, budi pekerti, iman dan ketakwaan.
Kitab Suci Al-Qur'an memberikan kemuliaan kepada kedua orang tua kita Ibu
dan Bapak. Dalam Surat Bani Israil ayat 23, dijelaskan bahwasanya
menghormati dan memuliakan kedua orang tua, terletak sesudah ketaatan dan
pengabdian kepada Allah SWT. Namun pada Surat Al-Luqman dalam menghormati
orang tua ditekankan, betapa susah ibu mengandung, sehingga kedudukan ibu
sesungguhnya mempunyai tempat yang amat istimewa dalam kehidupan umat
manusia.
Kemuliaan, keikhlasan dan kesabarannya yang luar biasa dalam mengandung
bayinya, serta mempertaruhkan nyawa pada saat melahirkan anak belahan
jantungnya, tentu tidak dapat dibandingkan dan dinilai dengan apapun.
Selanjutnya, harus diakui bahwa tiada cinta, sepenuh kasih sayang ibu
sepanjang masa.
Di dunia ini pula, tidak ada perhitungan apalagi untuk meminta imbalan
balasan jasa, tanpa pamrih. Pendek kata murni dan tulus. Wajarlah apabila
do'a serta kutukan dari seorang ibu terhadap anaknya dianggap sangat
manjur, karena sering dikabulkan oleh Allah SWT.
Tuntunan hadits, menyebutkan bahwasanya prioritas bakti, diutamakan dan
ditujukan pertama kepada ibu. Seperti sabda Rasulullah SAW sendiri yang
memberikan jawaban sampai tiga kali berturut-turut : "Ibu"mu!, ketika
beliau ditanya manakah yang harus lebih dahulu diberikan bakti. Baru pada
jawaban keempat, beliau menjawab ayahmu!
Menurut sebuah hadits yang disarikan oleh Thalak bin Mu'awiyah As Sulaimy
yang datang kepada Rasulullah SAW, ia ingin turut pergi berjihad
fisabilillah bersama Rasulullah. Maka ditanyakan oleh beliau, apakah ibumu
masih hidup? Dia menjawab 'masih'. Maka Rasulullah bersabda: 'Duduklah
terus di jujurannya, disitulah terletak surga'.
Begitulah kedudukan "ibu", dalam ajaran dan pandangan Islam. Dituntun oleh
sabda Illahi sendiri, di dalam Al-Qur'an. Diiringi keterangan yang
diberikan oleh Rasulullah SAW. Maka benarlah bahwa surga, sesungguhnya
berada di bawah telapak kaki ibu. Adakah gerangan, penghargaan dan
kemuliaan yang diberikan kepada ibu, melebihi dari pada ini semua?
[4]
D.
Kemuliaan Seorang Ibu dalam Al Quran
Ibu, dialah sumber kasih sayang, mengasuh dan memberi tanpa batas. Dialah
prajurit malam yang selalu berjaga dan terjaga. Menemani ketidakberdayaan
kita. Dia yang selalu mendahulukan anaknya dari dirinya sendiri, mencintai
tanpa menuntut balas.
Ibu, sebuah kata yang jujur nan kuat, diucapkan semua makhluk hidup dalam
bahasanya masing-masing. Dengan kata ‘ibu’ pada makhluk itu mendapatkan
kasih sayang, ketulusan hati, kehangatan, pengorbanan, cinta yang agung,
yang dicipta dan ditumbuhkan Allah dalam diri semua ibu terhadap
anak-anaknya. Karena itu, Allah SWT berwasiat kepada manusia untuk taat
kepadanya, seperti juga Rasul-Nya telah berpesan agar kita senantiasa
berbakti kepadanya.
Ada dua kata yang selalu dipakai Al Qur’an untuk menyebutkan ibu: “ Umm” dan “Walidah”. Kata “umm”, digunakan Al
Qur’an untuk menyebutkan sumber yang baik dan suci untuk hal yang besar dan
penting. Maka Makkah Al Mukarramah disebut “Ummul Qura” karena
kota ini adalah tempat turunnya risalah yang diberikan Allah Azza Wa Jalla
kepada Islam, yang merupakan inti ajaran para rasul dan semua risalah.
Allah berfirman,
Artinya : “
Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang
diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan
agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan
orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada
adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka
selalu memelihara sembahyangnya.
” (QS. Al An’am : 92)
Imam As Suddi mengatakan, disebut Ummul Qura’, kerena Makkah rumah yang
pertama kali dibangun di tempat itu.
Allah juga menyebutkan kata “umm” untuk sesuatu yang menghimpun
ilmu-Nya, yaitu pada lafaz “Ummul Kitab”. Allah berfirman,
Artinya : “
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh
).” (QS. Ar Raad : 39)
Pada kerangka inilah, Al Qur’an kemudian membedakan antara kata “umm” dan “walidah”, di mana Allah menyebut “ walidah” kepada perempuan yang melahirkan anak, tanpa melihat
karakter dan sifatnya yang baik atau yang buruk. Karena ternyata ada juga
segelintir ibu yang tak punya hati terhadap anaknya. Kata “walidah
” digunakan hanya karena adanya proses melahirkan, baik bagi manusia maupun
makhluk lain, dengan keadaan-keadaan yang menyertainya, hamil dan menyusui,
seperti firman Allah,
“
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Baqarah : 233)
Ibu yang dibahasakan “walidah” inilah tempat menumpahkan segala
bakti, pemuliaan, tanpa membedakan apakah ia baik atau tidak. Allah
berfirman :
Artinya : “
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
” (QS. Al Isra : 23)
Bahkan meskipun si ibu adalah seorang pelaku maksiat dan kafir. Akan tetapi
kita tidak boleh mengikutinya ketika mereka menyuruh kita berbuat maksiat.
Adapun “umm”, seperti telah disebutkan di atas, Al Qur’an
menggunakannya untuk menyebutkan sesuatu yang menjadi sumber kemuliaan,
merupakan simbol pengorbanan, penebusan, kesucian, kejernihan, cinta dan
kasih sayang. Sumber yang menjadikan seseorang tumbuh menjadi manusia yang
terhormat, menemukan kemuliaan dan bangga menisbahkan dirinya kepada ibu
yang melahirkannya. Mari kita perhatikan perbedaan itu ketika Isa
alaihissalaam bicara soal kewajiban berbakti dan menghormati ibu, dimana
Allah SWT berfirman :
Artinya : “
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang
sombong lagi celaka
.” (QS. Maryam : 32)
Namun ketika Al Qur’an mengisahkan tentang Isa as dan tentang karakter dan
sifat ibunya yang mulia, Ia menggunakan kata “umm”. Allah
berfirman :
Artinya :
“Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya
telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat
benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami
menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami),
kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan
ayat-ayat Kami itu)
.” (QS. Al Maidah : 75)
Ketika Al-Qur’an hendak menarik perhatian anak-anak agar memperhatikan ibu
yang telah melahirkannya dengan segala kendala dan kesulitan, Al Qur’an
menggunakan kata “umm”. Karena dari ibu, memancarkan cahaya
kesabaran dan kemuliaan pada hari kiamat, sehingga kita diperintahkan untuk
memuliakannya di dunia dengan pemuliaan yang mutlak dan tanpa batas.
Di sini kita bisa melihat betapa indahnya bahasa Al Qur’an. Ketika ia
berpesan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua, Al Qur’an menggunakan
kata “al walidain”, tapi setelah itu ia menyebut ibu dengan kata “ umm” karena keutamaannya lebih mulia daripada ayah. Allah
berfirman :
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.”
(QS. Luqman : 14)
Imam Asy Syarbini, seperti juga dikatakan Syaikh Muhammad bin Amin,
“Ibu disebutkan secara khusus karena menanggung beban berat dan banyak
dari rasa sakit dan kesulitan dalam melahirkan, menyusui, dan
mengasuh.”
Ar Razi mengatakan, “Karena itu hak ibu lebih agung.”
Begitulah Al Qur’an bicara soal keutamaan ibu. Demikian pula, ketika Al
Qur’an hendak memberitakan kepada kita dalamnya cinta ibu kepada
anak-anaknya, dan besarnya kasih sayang dan kelembutannya kepada mereka,
kembali Al Quran menyebutnya dengan kata “umm”. Allah berfirman,
Artinya :
“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan
hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji
Allah).
“ (QS. Al Qashahs : 10)
Dan ketika Al Qur’an menceritakan betapa bahagianya ibunda Musa setelah
bertemu kembali anaknya, Al Qur’an juga menggunakan kata “umm”.
Allah berfirman :
Artinya :
“(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata
kepada (keluarga Fir’aun): “Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang
yang akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar
senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun
diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa,”
(QS. Thaha : 40)
Ketika menunjukkan kesucian dan kemuliaan para istri Rasulullah SAW, Al
Qur’an pun menyebut mereka dengan “al Ummahat”, bukan “ al walidat”. Allah berfirman,
Artinya :
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan
orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak
(waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan
orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada
saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di
dalam Kitab (Allah).”
(QS. Al Ahzab : 6)
Al Qur’an yang lafaz-lafaznya kaya makna, begitu dalam menjelaskan kepada
kita tentang ibu. Maka selamilah itu, agar kita bisa lebih memahami ibu,
keajaiban yang Allah karuniakan kepada kita.
[5]
Wallahu A’lam Bisshawab.....
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai seorang anak, sebaiknya kita harus selalu berbakti kepada orang
tua. Karena merekalah yang telah mendidik kita sejak kita lahir sehingga
kita dewasa. Terutama kepada ibu. Ibu yang telah bersusah payah mengandung
dan menjaga kita dalam kandungan sehingga kita lahir ke atas permukaan bumi
ini.
Jerih payah dan perjuangan seorang ibu sangatlah luar biasa. Jika kita
ingin membayar dan membalas semua jasanya, tentulah tidak sanggup kita
balas, walaupun dengan gunung emas sekalipun. Oleh karena itu hendaklah
kita senantiasa berbakti kepadanya.
Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa ridha Allah itu terletak pada ridha
orang tua, dan murka Allah terletak pada murka orang tua. Bahkan di dalam
Al Quran disebutkan betapa mulianya seorang ibu. Jika al Quran saja
memuliakan seorang ibu, sungguh durhakalah seorang anak yang tidak
memuliakan orang tuanya.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran supaya makalah ini bisa
lebih sempurna di kemudian harinya. Karena penulis hanyalah seorang santri
biasa yang sedang belajar.
Selain itu penulis juga mengharapkan kepada pembaca agar tetap dan terus
mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan perjuangan ibu. Karena dengan
semakin banyak mengetahui tentang perjuangan ibu, bertambah cinta dan
sayangnya kita kepada ibu kita.
Dengan demikian, semoga dengan adanya makalah ini bisa sedikit bermanfaat
dalam kehidupan kita.
[1]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2002)
hal. 216
[2]
Solikhin Abu Izzuddin dan Dewi Astuti, The Great Power of Mother, (Yogyakarta : Pro-U Media,
2006). hal. 85
[3]
Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah, Mawadah dan Warahmah
, (Surabaya : Terbit Terang, 2004) , hal. 76
[4]
Hamli Syaifullah, Rahasia Keajaiban Berbakti Kepada Ibu,
(Bandung : Al Mughiroh, 2014) hal. 24
[5]
Sulthan Hadi, Kemulian Ibu Dalam Al Quran, Majalah Tarbawi
Edisi IX.
No comments