Makalah Adab-Adab Dalam Berpakaian Menurut Syariat Islam
Adanya berbagai kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang serba
canggih dan cepat dapat menghasilakan produk-produk yang beraneka ragam
yang digunakan untuk kebutuhan manusia. Salah satu aspek yang sangat
berkembang dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia adalah industri
pakaian. Pakaian pada dasarnya adalah kebutuhan primer (pokok) yang sangat
dibutuhkan oleh manusia di dunia dan perkembanganya cukup signifikan, hal
ini terbukti dengan berdirinya pabrik-pabrik pakaian dengan berbagai model
dan bahan yang sangat bervariasi di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Sebagai seorang muslim kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang
sesuai dengan syari’at Islam, supaya apa yang kita kenakan dapat
dipertanggung jawabkan di akhirat kelak dan tidak memicu hal-hal yang tidak
diinginkan. Berbeda dengan zaman sekarang, banyak dikenal model pakaian
yang tidak sesuai dengan syari’at Islam seperti pakaian super ketat hingga
terlihatlah apa yang seharusnya tidak terlihat. Naudzubillah min Dzalik.
Begitu pula dengan kehidupan di lembaga pendidikan, yang tentunya tidak
terlepas dari peraturan-peraturan lembaga tersebut. Di mana lembaga
pendidikan seperti pesantren, sekolah, kampus, dan lain sebagainya
merupakan salah satu media untuk mencetak kader-kader penerus bangsa yang
menjadi figur dari beberapa kalangan, baik kota maupun desa dan kalangan
lainnya. Sehingga masalah berpakaian perlu di jaga dan disesuaikan dengan
syari’at Islam.
Dengan demikian, pada kesempatan kali ini penulis akan memabahas sedikit
tentang adab-adab berpakaian dalam Islam.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kaidah dasar aurat pria dan wanita ?
2. Bagaimanakah pengertian pakaian ?
3. Bagaimanakah fungsi pakaian ?
4. Apa-apa saja syarat berpakaian dalam Islam ?
5. Apa-apa saja hikmah berpakaian secara Islami ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan penulisan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kaidah dasar aurat pria dan wanita ?
2. Bagaimanakah pengertian pakaian ?
3. Bagaimanakah fungsi pakaian ?
4. Apa-apa saja syarat berpakaian dalam Islam ?
5. Apa-apa saja hikmah berpakaian secara Islami ?
Dalam Islam, etika berpakaian sangat berhubungan dengan aurat. Kata aurat
berasal dari beberapa kata, yaitu :
1. عَÙˆِرَ yang artinya hilang perasaan, hilang cahaya, atau (untuk mata)
lenyap penglihatan.
2. عَارَ yang artinya menutup dan menimbun.
3. عَÙˆَرَ yang artinya mencemarkan bila terlihat.
Namun yang dimaksud di sini aurat secara bahasa berarti malu, aib, buruk.
Sedangkan menurut istilah aurat adalah bagian-bagian tubuh tertentu yang
wajib ditutup dan dilindungi dari pada pandangan orang lain.
[1]
Aurat merupakan batas minimal dari anggota tubuh manusia yang wajib ditutup
karena perintah Allah SWT, di mana anggota tubuh tersebut dapat menimbulkan
birahi atau syahwat jika dibiarkan terbuka sehingga harus ditutup dan
dijaga sebagai bagian dari kehormatan manusia. Bagi yang terbuka auratnya,
akan menimbulkan rasa malu, sedangkan bagi yang melihatnya akan menimbulkan
rasa terangsang dan lain-lain. Di mana menutup aurat bertujuan untuk
mencegah perbuatan zina dan menjaga kelangsungan hidup yang penuh berkah
selaras dengan perintah Allah.
[2]
Tidak ada permasalahan atau selisih pendapat mengenai aurat laki-laki,
semua ulama sepakat bahwa aurat laki-laki adalah bagian tubuh antara pusar
hingga lutut. Sedangkan perempuan, terdapat perbedaan pendapat di antara
para ulama.
Pendapat pertama, menyatakan bahwa aurat perempuan adalah semua atau
seluruh tubuhnya, termasuk muka, kedua telapak tangan dan bahkan kukunya.
Pendapat kedua, menyatakan aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali
muka dan kedua telapak tangan. Apapun perbedaan pendapat yang timbul, semua
ulama sepakat bahwa menutup aurat apa dan bagaimanapun batasnya adalah
wajib.
[3]
1. Aurat Pria
a. Al Qur’an surat an-Nur ayat 30
Artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat”.
b. Hadits riwayat Ahmad, at-Hakim dan al-Bukhari
Dari Muhammad bin Jahasy berkata :
“Rasulullah SAW lewat pada Ma’mar dan kedua paha Ma’mar terbuka”,
kemudian Rasulullah bersabda : “Hai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu,
sesungguhnya dua paha itu adalah aurat”.
c. Hadits riwayat Daruquthni
“Bagi lelaki bagian tubuh di atas lutut hendaknya ditutupi dan bagian
tubuh di bawah pusar hendaknya ditutupi”
Berdasarkan landasan hukum di atas, dapat memberikan pengertian bahwa
batasan aurat laki-laki adalah dari bagian di atas lutut sampai bagian di
bawah pusar. Sehingga sebagai seorang muslim sudah seharusnya untuk selalu
menutup auratnya dan senantiasa menjaga pandangannya dari apa yang
diharamkan.
2. Aurat Wanita
a. Al Qur’an surat al-Ahzab ayat 59
Artinya :
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak wanitamu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”
b. Al Qur’an surat an-Nur ayat 31
Artinya :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya …”
c. Hadits riwayat Abu Dawud, at-Turmudzi dan Ibn Majah
Dari Aisyah ra, Nabi SAW bersabda :
“Allah tidak menerima shalat wanita kecuali memakai kain penutup
kepala”.
Hadits ini sering dijadikan dasar untuk mengatakan kepala wanita adalah
aurat yang harus ditutup di dalam shalat, apalagi di luar shalat.
d. Hadits riwayat Abu Dawud
Aisyah ra berkata
“Suatu ketika Asma binti Abi Bakar ra masuk ke rumah Rasulullah SAW.
Saat itu dia memakai baju yang tipis dan tembus pandang. Rasulullah SAW
berpaling darinya seraya berkata : “Wahai Asma, seorang wanita apabila
sudah mencapai (umur) haid, dia tidak layak untuk dilihat, selain ini
dan ini”, Rasulullah menunjuk kepada muka dan kedua telapak tangan
beliau”.
Berdasarkan landasan hukum di atas, dapat memberikan pengertian bahwa
seluruh tubuh wanita merupakan aurat yang harus ditutupi kecuali muka dan
kedua telapak tangan.
[4]
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan model,
Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki dan perempuan.
Khusus untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jati
dirinya sebagai seorang muslimah. Sehingga bila pakaian adat umumnya
bersifat lokal, maka pakaian muslimah bersifat universal, dalam artian
dapat dipakai oleh muslimah di manapun ia berada. Karena pakaian adalah
salah satu kebutuhan pokok manusia di samping makanan (pangan) dan tempat
tinggal (papan). Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga dapat
merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab
berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dan perilaku dasar
manusia yang mempunyai rasa malu sehingga selalu menutupi tubuhnya.
Pakaian (pakaian) menurut bahasa adalah segala sesuatu yang menempel pada
tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sedangkan menurut istilah,
adalah pakaian yang dikenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung
kaki beserta segala perlengkapannya, seperti tas, sepatu, dan segala macam
perhiasan (aksesoris) yang melekat padanya.
[5]
Al-Qur’an menggunakan tiga istilah untuk menyebutkan pakaian, yaitulibas, tsiyab dan sarabil. Di mana katalibas ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali sedangkan sarabil
ditemukan sebanyak tiga kali dalam dua ayat.
Kata libas digunakan dalam al-Qur’ân untuk menunjukkan pakaian
lahir maupun batin, sedangkan kata tsiyab digunakan untuk
menunjukkan pakaian lahir. Kata ini terambil dari kata tsaub yang
berarti kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula, atau pada
keadaan yang seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. Sedangkan ide dasar
tentang pakaian menurut al-Raghib al-Isfahani, bahwa pakaian dinamai tsiyab atau tsaub, karena pada dasarnya bahan-bahan
pakaian berasal bahan-bahan yang dipintal yang tujuannya untuk dipakai.
[6]
Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa pakaian dalam
Islam merupakan pakaian yang digunakan untuk menutup aurat berlandaskan
nilai-nilai islam dengan syarat-syarat tertentu dalam berpakain itu
sendiri.
Mengenai fungsi pakaian, menurut M. Quraisy Shihab yang dikutip oleh Hatim
Badu Pakuna menyebutkan bahwa ada empat fungsi jika merujuk pada al-Qur’an
yaitu sebagai penutup aurat, sebagai perhiasan, sebagai perlindungan atau
ketakwaan, dan sebagai identitas.
Disebutkan dalam al-Qur’an surat al-A’raf (7) : ayat 26 :
Artinya :
“Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian
untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian
takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”.
(Q.S. al-A’raf : ayat 26)
Ada pula ayat lain yang menjelaskan tentang fungsi pakaian, yakni
pemelihara dari sengatan panas dan dingin. Di dalam al-Qur’an surat an-Nahl
ayat 81 disebutkan :
Artinya :
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang Telah dia
ciptakan, dan dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di
gunung-gunung, dan dia jadikan bagimu Pakaian yang memeliharamu dari
panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan.
Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah
diri (kepada-Nya).”
Adapun untuk memahami kembali fungsi-fungsi dari pakaian itu sendiri, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pakaian sebagai penutup aurat
Aurat dalam al-Qur’an disebut sau’at yang terambil dari kata sa’a-yasu’u yang berarti buruk, tidak menyenangkan. Kata
ini sama maknanya dengan aurat yang terambil dari kata ‘ar yang
berarti onar, aib, tercela. Keburukan yang dimaksud tidak harus dalam arti
sesuatu yang pada dirinya buruk, tetapi bisa juga karena adanya faktor lain
yang mengakibatkannya buruk. Tidak satu pun dari bagian tubuh yang buruk
karena semuanya baik dan bermanfaat termasuk aurat. Tetapi bila dilihat
orang, maka “keterlihatan” itulah yang buruk.
Dalam fungsinya sebagai penutup, tentunya pakaian dapat menutupi segala
yang enggan diperlihatkan oleh pemakai, sekalipun seluruh badannya. Tetapi
dalam konteks pembicaraan tuntunan atau hukum agama, aurat dipahami sebagai
anggota badan tertentu yang tidak boleh dilihat kecuali oleh orang-orang
tertentu.
Dimana Islam mewajibkan kepada setiap muslim-muslimah menutup aurat yang
menjadikan manusia berbudaya sesuai dengan fitrahnya dan akan malu kalau
auratnya terbuka. Sehingga demikian akan berbedalah manusia dari binatang
yang telanjang.
2. Pakaian sebagai perhiasan
Perhiasan merupakan sesuatu yang dipakai untuk memperelok (memperindah).
Tentunya pemakainya sendiri harus lebih dahulu menganggap bahwa perhiasan
tersebut indah, kendati orang lain tidak menilai indah atau pada hakikatnya
memang tidak indah.
Perlu diperhatikan, bahwa salah satu yang harus dihindari dalam berhias
adalah timbulnya rangsangan birahi dari yang melihatnya (kecuali suami
isteri) dan sikap tidak sopan dari siapapun. Hal-hal tersebut dapat muncul
dari cara berpakaian, berhias, berjalan, berucap, dan sebagainya. Berhias
tidak dilarang oleh ajaran Islam, karena ia adalah naluri manusiawi. Yang
dilarang adalah tabarruj al-hailiyah, salah satu istilah yang
digunakan al-Qur’an dalam surat al-Ahzab ayat 33 mencakup segala macam cara
yang dapat menimbulkan rangsangan birahi kepada selain suami isteri.
Dengan berpakaian secara harmonis dan serasi akan menambah baik penampilan
karena terkadang seorang bisa dinilai dari cara berpakaiannya.
3. Pakaian sebagai perlindungan (ketakwaan)
Telah disebutkan bahwa pakaian tebal dapat melindungi seseorang dari
sengatan dingin, dan pakaian yang tipis dari sengatan panas. Hal ini
bukanlah hal yang perlu dibuktikan, karena yang demikian ini adalah
perlindungan secara fisik. Di sisi lain, pakaian memberi pengaruh
psikologis bagi pemakainya.
Harus diakui bahwa memang pakaian tidak menciptakan muslimah, tetapi dia
dapat mendorong pemakainya untuk berperilaku sebagai muslimah yang baik
atau sebaliknya, tergantung dari cara dan model pakaiannya. Pakaian
terhormat, mengundang seseorang untuk berperilaku serta mendatangi
tempat-tempat terhormat, sekaligus mencegahnya ke tempat-tempat yang tidak
baik.
Fungsi perlindungan bagi pakaian dapat juga diangkat untuk pakaian rohani. Libasuttaqwa yaitu pakaian yang merupakan ketaqwaan, yang
menyelamatkan diri, menyegarkan jiwa, membangkitkan budi pekerti dan akhlak
yang mulia. Pakaian inilah yang menjamin keselamatan diri di dunia dan
akhirat, menjamin kebahagiaan rumah tangga dan menjamin keamanan serta
ketentraman dalam masyarakat dan negara.
4. Pakaian sebagai identitas
Identitas/kepribadian adalah sesuatu yang menggambarkan eksistensi
seseorang sekaligus membedakannya dari yang lain. Eksistensi atau
keberadaan seseorang ada yang bersifat material dan ada juga yang immaterial. Hal-hal yang bersifat material antara lain tergambar
dalam pakaian yang dikenakannya, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :
Artinya : “… Yang demikian itu lebih mudah bagi mereka untuk dikenal …”.
(QS. al-Ahzâb : 59)
Seorang muslim diharapkan mengenakan pakaian rohani dan jasmani yang
menggambarkan identitasnya. Disadari sepenuhnya bahwa Islam tidak datang
menentukan mode pakaian tertentu, sehingga setiap masyarakat dan periode,
bisa saja menentukan mode yang sesuai dengan seleranya. Namun demikian,
agaknya tidak berlebihan jika seorang muslim diharapkan agar dalam
berpakaian tercermin identitas itu.
Bagi muslim, berpakaian tidak sekedar menutup tubuh, (aurat) tetapi lebih
dari itu, yaitu menunjukkan identitas diri sebagai pribadi muslim. Esensi
lainnya bahwa seberapa jauh seorang muslim mampu bersyukur kepada Allah
atas nikmat yang telah diberikan, dimana rasa syukur itu dituangkan salah
satunya dengan cara mengetahui dengan jelas syarat-syarat pakaian yang
layak menurut syari’at untuk dipakai oleh seorang muslim.
[7]
Pakaian dan perhiasan termasuk ciri dari kebudayaan dan masyarakat madani.
Sedangkan melepaskan diri dari keduanya adalah perilaku binatang yang
menjadi ciri manusia purbakala. Sehingga dalam berpakaian seorang muslim
harus selaras dengan nilai-nilai Islam yang meliputi beberapa syarat
diantaranya :
1. Menutupi seluruh badan, selain yang dikecualikan
Syarat ini terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 31 sebagaimana telah
terdahulu. Al Qurtubi berkata : “Pengecualian aurat pada tubuh wanita
adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa
yang di riwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakar
menemui Rasulullah, sedangkan ia memakai pakaian tipis, maka Rasulullah
berpaling darinya dan berkata kepadanya: “Wahai Asma! Sesungguhnya jika
wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya
yang terlihat, kecuali ini,”Kemudian ia menunjuk wajah dan (telapak)
tangannya. Allah pemberi taufik dan tidak ada Rabb selainnya”.
2. Tidak tipis dan tidak menggambarkan bentuk badan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah telah bersabda:
“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun
(hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol
(punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum
wanita yang terkutuk”, di dalam hadits lain terdapat tambahan:“Mereka
tidak akan masuk surga dan tidak juga mencium buahnya, padahal buahnya
surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Atsar
di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan
menggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Oleh karena itu Aisyah RA
pernah berkata
”Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan
rambut”.
Saat ini banyak diproduksi bahan-bahan tenun yang tipis dan berbahan
lembut. Dengan sentuhan teknologi jahit menjahit mungkin bisa di siasati
dengan menambahkan lapisan (agak tebal atau senada) di dalam bahan baju
ketika menjahitnya atau memakainya, sehingga kita tetap bisa mengenakan
pakaian yang kita inginkan.
3. Tidak ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuh.
Ustman Bin Zaid pernah berkata:
“Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan
baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Baju itupun
aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku ”mengapa kamu tidak
mengenakan baju Quthbiyah ?, Aku menjawab ”Aku pakaikan baju itu pada
istri ku”. Nabi lalu bersabda “Perkenankan ia mengenakan baju dalam di
balik Quthbiyah itu. Karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya.”
(HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)
4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian wanita.
Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa Allah SWT melaknat wanita yang
menyerupakan diri dengan kaum laki-laki, baik dalam hal pakaian maupun
lainnya.
Dari Abu Hurairah berkata :
“Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang
memakai pakaian pria”.
(HR. Abu Daud)
Dari Abdullah bin Amru yang berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda :
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan
kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri kaum wanita”
.
Dari Abdullah bin Umar yang berkata : Rasulullah bersabda
”Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan
memandang mereka pada hari kiamat, yaitu : orang durhaka kepada orang
tuanya dan wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri
dengan laki-laki dan Dayyuts (orang yang tidak memiliki cemburu).”
Dalam hadits diatas terkandung petunjuk yang jelas mengenai di haramkannya
tindakan wanita yang menyerupai kaum pria begitu pula sebaliknya. Tidak
menyerupai pakaian pria disini, misalnya seorang muslimah memakai celana
panjang yang layaknya dipakai oleh seorang laki-laki, memakai kemeja
laki-laki dan lain-lain. Sehingga secara psikologis mempengaruhi pada
pribadi pemakainya.
5. Tidak menyerupai pakaian khas orang kafir atau orang fasik.
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun
perempuan tidak boleh bertasyabbuh (menyerupai) kepada orang
kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas
mereka. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat al-Hadid ayat 16 yang
berbunyi :
Artinya :
”Belumkah datang wahyu bagi orang-orang yan beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya”.
6. Bukan pakaian untuk mencari popularitas
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya
Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian
membakarnya dengan api neraka”.
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Libas syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih
popularitas di masyarakat, baik pakaian tersebut mahal yang dipakai untuk
berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakain yang bernilai rendah
yang dipakai untuk menampakan kezuhudannya dan dengan tujuan riya
(Asy-Syaukani).
Ibnu Atsir berkata: syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud
dari libas syuhroh adalah pakaiannya terkenal di kalangan
orang-orang yang mengangkat pandangan mereka kepadanya, ia berbangga
terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong.
[8]
Tidak ada satupun hukum yang disyariatkan oleh Allah SWT kecuali di
dalamnya tedapat kebaikan dan kemaslahatan yang dapat dimanfaatkan oleh
seseorang individu dan kelompok. Sebab sesungguhnya syariat diletakkan demi
merealisasikan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Adapun hikmah
disyariatkannya berpakaian secara Islami antara lain :
1. Selamat dari adzab Allah SWT
Rasulullah SAW bersabada :
“Ada dua macam penghuni neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka
mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun
telanjang, sesat dan menyesatkan yang di kepala mereka ada sesuatu
mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk
surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium
dari jarak yang jauh”
. (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“wanita-wanita yang berpakaian telanjang” ialah mereka yang menutup
sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud
menunjukkan kecantikannya.
2. Terhindar dari pelecehan
Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku
mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Sepeninggalku tak ada fitnah yang
lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita”. (HR. Bukhari).
Jika pada zaman Rasulullah merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki adalah
wanita, padahal wanita pada zaman itu konsisten terhadap menutup aurat
mereka dan tak banyak lelaki jahat saat itu, maka bagaimana wanita pada
zaman sekarang? Tentunya akan menjadi target pelecehan, di mana hal ini
terbukti dengan tingginya pelecehan di era sekarang.
3. Menghilangkan kecemburuan laki-laki
Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah SWT tanamkan kepada hati
laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya.
Cemburu merupakan sifat terpuji dalam Islam
“Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah
adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya”.
(HR. Muslim)
Bila sebagian dari menutup aurat ditanggalkan maka rasa cemburu laki-laki
akan hilang sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela.
4. Tidak rentan terhadap runtuhnya keharmonisan keluarga
Mengenakan hijab secara islami termasuk salah satu faktor penting
keharmonisan keluarga. Apabila konsep jilbab Islam diterapkan dalam
masyarakat secara sempurna dan hubungan antara lawan jenis dalam lingkungan
keluarga dibatasi, niscaya kecenderungan para pemuda kepada pernikahan
menjadi lebih besar dan rumah tangga yang telah terbangun menjadi lebih
kokoh.
Sedangkan jikalau pamer keindahan tubuh dan aurat menyebar luar di tengah
masyarakat dan hubungan antar lawan jenis di luar lingkungan keluarga
sangat mudah terjalin maka para pemuda enggan menerima problematika
pernikahan dan tidak cenderung melakukannya. Bahkan rumah tangga yang sudah
terbentuk selalu terancam keharmonisannya dan mengalami guncangan.
5. Tegaknya rumah tangga
6. Dimuliakan seperti bidadari surga
Dengan menutup aurat wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga,
yaitu menundukkan pandangan, dan tak pernah disentuh oleh orang yang bukan
mahramnya, yang senantiasa di rumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita
inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga karena dengan menutup
aurat wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Sebagaimana dalam
Al Quran disebutkan bahwa :
“Dalam surga itu ada bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak
pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya”.
(QS. Ar-Rahman : 56)
“Mereka laksana permata yakut dan marjan”.
(QS. Ar-Rahman : 58)
“Mereka laksana telur yang tersimpan rapi”.
(QS. Ash-Shaffaat : 49)
[9]
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa Islam datang dengan
rahmat dan persamaan antara pria dan wanita, di mana Islam menghargai
kemanusian, kemuliaan dan derajat serta menghormati harkat dan martabat
wanita. Allah SWT memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya untuk kebaikan
manusia dan setiap yang benar-benar manfaat serta dibutuhkan manusia dalam
kehidupannya pasti disyariatkan atau diperintahkan oleh-Nya.
Tujuan Islam mewajibkan menutup aurat dengan berpakaian Islami bagi seorang
muslim adalah untuk menjaga kehormatan, nama baik, menutup pintu-pintu
syahwat dan fitnah demi untuk menjaga kesucian hati. Aurat adalah wilayah
rahasia dan anggota badan yang membuat pemiliknya malu jika kelihatan oleh
orang lain. Dimana segala sesuatu ada penegurnya (penjaganya) dan penegur
hati adalah rasa malu. Sehingga sangat menyedihkan, bila dulu wanita malu
jika kelihatan auratnya, namun sekarang malah bangga untuk
mempertontonkannya. Maka berbaju ketat menjadi model, bercelana pendek
berarti gaul, dan menonjolkan lekuk tubuh adalah kebanggaan. Bila wanita
sudah kehilangan rasa malu, itu berarti kehancuran negara, masyarakat dan
keluarga.
Di antara hal-hal yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahwa
manusia berpakaian dan suka mengenakan perhiasan, pakaian dan perhiasan
termasuk ciri-ciri dari kebudayaan dan masyarakat madani sedangkan
melepaskan dari keduanya adalah perilaku binatang yang menjadi ciri manusia
purbakala.
Bagi seorang muslim berpakaian tidak sekedar menutup tubuh, (aurat) tetapi
lebih dari itu, merupakan identitas diri sebagai pribadi muslim-muslimah.
Esensi lainnya bahwa seberapa jauh seorang muslim mampu bersyukur kepada
Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan, dimana rasa syukur itu
dituangkan salah satunya dengan cara mengetahui dengan jelas syarat-syarat
pakaian yang layak menurut syariat untuk dipakai oleh seorang
muslim-muslimah. Di mana menutup aurat sesungguhnya adalah persoalan
memuliakan harga diri wanita, karena dalam Islam wanita itu makhluk yang
mulia dan dimuliakan.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, hal ini dikarenakan penulis masih dalam proses
pembelajaran. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
bagi penulis pada khususnya.
Diharapkan yang telah membaca makalah ini bisa mengubah kebiasaannya dalam
hal berbusana, tentunya untuk menjadi lebih baik demi mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Amin Ya Allah Ya Rabbalalamin.
[1]
Mahmud Hamdan, Wanita dan Interaksi Pria, (Jember, Sinar
Bintang, 2006) hal. 12
[2]
Ibid.,
hal. 12
[3]
Ibid.,
hal. 13
[4]
Tim Budai, Gerakan Budaya Akademik Islami, (Semarang :
Unissula Press, 2008) hal. 43-45
[5]
Muhammad Setiawan, Pesona Muslim Sejati, (Jakarta :
Kaukaba, 2009) hal. 37
[6]
Ibid
., hal. 39
[7]
Hatim Badu Pakuna, Surga Dunia Akhirat, (Solo : Ziyad Visi
Media, 2011) hal. 123-125
[8]
Ozy El-Fansury, Sejuta Manfaat Berbusana Muslimat,
(Yogyakarta, Laras Media Prima, 2008). hal. 66-77
[9]
Marwan Al-Kaisy, Moral and Manner of Muslim,
(Surabaya : Rajawali Pers, 2010) hal. 73-75
No comments