Makalah Tentang Puasa Dalam Hukum Islam
Pembahasan puasa sangat penting untuk dimunculkan. Mengingat banyaknya
problematika / permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pertama dikalangan
sosial yang mempunyai cita-cita modern.
Karena itu kita sebagai generasi muda islam dituntut untuk memahami suatu
hukum dengan secara hati-hati karena dewasa ini kita telah tahu non muslim
telah menggunakan hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk menyesatkan
syariat Islam dan mengotori kesucian Al-Qur’an.
Meraka melancarkan tuduhan, pelecehan dan sebagainya terhadap syariat
islam. Sehingga kaum muslim terkecoh terhadap celaan-celaan terhadap
syariat islam mengakibatkan banyak yang mengingkari adanya puasa dan
membantah terhadap suatu kebenaran. Ibadah puasa banyak mengandung aspek
sosial, karena lewat ibadah ini kaum muslimin ikut merasakan penderitaan
orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain.
Ibadah puasa juga menunjukkan bahwa orang-orang beriman sangat patuh kepada
Allah karena mereka mampu menahan makan atau minum dan hal-hal yang
membatalkan puasa.
Oleh karena itu, kami perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahas
tentang puasa serta permasalahannya. Semoga bermanfaat !
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian puasa ?
2. Apa dalil yang mewajibkan puasa ?
3. Apa syarat melaksanakan puasa ?
4. Apa rukun yang dikerjakan dalam puasa ?
5. Apa apa saja sunnah dalam berpuasa ?
6. Apa-apa saja hal-hal yang membatalkan puasa ?
7. Apa-apa saja hikmah melaksanakan puasa ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan penulisan
dalam penulisan makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian puasa.
2. Untuk mengetahui apa dalil yang mewajibkan puasa.
3. Untuk mengetahui apa syarat melaksanakan puasa.
4. Untuk mengetahui apa rukun yang dikerjakan dalam puasa.
5. Untuk mengetahui apa apa saja sunnah dalam berpuasa.
6. Untuk mengetahui apa-apa saja hal-hal yang membatalkan puasa.
7. Untuk mengetahui apa-apa saja hikmah melaksanakan puasa.
PUASA DALAM HUKUM ISLAM
A.
Pengertian Puasa
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita
mengetahui pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah terlebih
dahulu. Pengertian puasa dari segi bahasa diambil dari bahasa Arab yaitu Shaum yang artinya menahan diri. Yang dimaksud menahan disini
adalah menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan lain sebagainya. Sedangkan dari segi syara’ atau istilah puasa adalah
menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak mulai terbit fajar
hingga terbenam matahari disertai dengan niat. Adapun asal mula
ditetapkannya kewajiban puasa adalah pada Tahun Ke 2 Hijriah.
[1]
B.
Dalil Wajib Puasa
Adapun dalil yang menunjukan diwajibkannya puasa adalah pada ayat Al Quran
Surat Al Baqarah ayat 183, yang berbunyi :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”
Dengan demikian bahwa Allah SWT telah mewajibkan pada kita untuk berpuasa
sebagai kewajiban yang menyeluruh di antara pemeluk-pemeluk agama yang lain
diantara ummat manusia sejak masa lampau .
C.
Macam-Macam Puasa
Adapun macam-macam puasa ada empat macam yaitu sebagai berikut :
1.
Puasa wajib
Puasa ini dikerjakan bagi orang-orang dewasa, berakal sehat dan mampu
melaksanakan puasa. Adapun macam-macam puasa adalah sebagai berikut:
a. Puasa di bulan Ramadhan
Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang
dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar hingga
terbenam matahari. Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa
ini hukumnya wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa.
Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah
merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah
SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik
manusia dan hati mereka .Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita
akan menjumpai beberapa masalah yang penting dipecahkan antara lain:
1) Cara penempatan waktu.
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu : hisab dan rukyat. Kemajuan
teknologi belakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukyah
tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi semacam
planetrium atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang di
dunia Islam, semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa.
Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan
cara melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit dan
bila udara mendung atau cuaca buruk ,sehingga bulan tidak bisa dilihat maka
hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi
30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat untuk penetapan puasa Ramadhan
telah dikoordinasi oleh Departemen Agama (DEPAG) RI.
Hisab : adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara
menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara
eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh
pemerintah, maka cara hisab pun sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir
bulan Ramadhan ini dengan cara yang manapun memang telah diambil kewenangan
koordinatifnya oleh pemerintah.
Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
PERSIS, Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi masukan
hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir
Ramadhan oleh pemerintah.
Firman Allah SWT surat Yunus ayat 5:
Artinya : “
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan
itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang
Mengetahui”
.(QS. Yunus :5)
Sabda Nabi SAW
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ اَفْطِرُوْا ِ لِرُؤْيَتِهِ فَاِنْ غُمَّ
عَلَيْكُمْ فَاكمِلُو الْعِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ (رواه البخاري)
Artinya :
“Berpuasalah kamu sewaktu melihat bulan dan berbukalah kamu sewaktu
melihat bulan. Maka jikalau bulan tersebut tidak kelihatan hendaklah
kamu sempurnakan bulan Sya’ban itu 30 hari.
” (HR. Bukhari)
b. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena menginginkan sesuatu,
maka ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila
puasa nazar itu tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan
denda / kifarat. Misalnya bernazar untuk lulus ke perguruan tinggi, maka ia
wajib melaksanakan puasa nazar tersebut apabila ia berhasil.
c. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menebus dosa karena melakukan hubungan
suami isteri (bersetubuh) di siang hari pada bulan Ramadhan, maka denda
(kifaratnya) memerdekakan seorang hamba, atau berpuasa dua bulan
berturut-turut, atau memberi makan 60 fakir miskin.
2.
Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:
a. Puasa enam hari pada bulan Syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk
mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak
mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena
puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya.
Akan tetapi diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada hari raya Idul
Fitri.
b. Puasa Arafah
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan
puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa
Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang
melakukan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan
ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa.
c. Puasa Senin Kamis
d. Puasa As-Syura’
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram.
e. Dan lain sebagainya
3.
Puasa Haram
a. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah. Pada dua hari ini
dilarang untuk melaksanakan puasa karena pada hari ini umat muslim semuanya
berbahagia. Dianjurkan untuk menerima tamu, sanak saudara serta
diperintahkan untuk menjamu mereka dengan makanan.
b. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah. Para ulama juga
telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13
Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan
ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar
dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut.
c. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu). Apabila seseorang
melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari dengan maksud
untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa demikian
disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya haram.
4.
Puasa Makruh
a. Berpuasa pada hari jum’at. Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk
puasa yang makruh hukumnya, kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau
setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari Jumat, atau juga pas
puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari
Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena
bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at.
b. Puasa setahun penuh (puasa dahr). Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan
setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat untuk melakukannya, namun para
ulama memakruhkan puasa seperti itu.
c. Puasa Wishal. Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga
tidak ada bukanya, misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari
tiga malam. Puasa ini diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw
biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk ummatnya.
[2]
D.
Syarat Wajib Puasa.
Pengertian syarat adalah perkara yang wajib dipenuhi dan berlaku terus
menerus. Syarat wajib adalah perkara yang wajib dipenuhi sejak sebelum
melaksanakan puasa hingga selesainya puasa (saat berbuka). Jumlahnya ada 4
:
- Islam, baligh (dewasa) . Hanya yang beragama Islam yang diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan.
- Berakal , bagi orang gila, penyandang epilepsi tidak diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan.
- Mampu secara fisik , Orang yang tidak mampu melaksanakan puasa dikarenakan sakit atau dikarenakan memang benar-benar lemah fisik (dalam arti, apabila dipaksakan berpuasa bisa timbul risiko yang sangat besar seperti sakit parah atau menimbulkan kematian), maka tidak diwajibkan melaksanakan puasa.
- Suci dari haid dan nifas . Bagi wanita yang sedang datang bulan atau menstruasi dan yang sedang dalam keadaan nifas tidak diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan. Akan tetapi dia wajib untuk qadha atau mengganti puasa di kemudian hari.
Sedangkan syarat sah puasa Ramadhan atau yang membuat puasa menjadi sah
adalah ke empat hal di atas ditambah satu yaitu Mumayyiz atau sudah dapat
membedakan antara yang baik dan buruk.
[3]
E.
Rukun Puasa
Rukun puasa adalah teknis yang harus dilaksanakan bagi orang yang berpuasa
dan tidak boleh ditinggal sama sekali.
- Niat . Niat puasa wajib dilakukan pada malam hari apabila hendak mengerjakan puasa Ramadahan. Kalau meninggalkan niat pada malam hari entah karena lupa atau sengaja maka puasanya tidak sah dan wajib mengulangnya setelah Ramadhan usai. Akan tetapi pada puasa sunnat tidak diwajibkan niat pada malam hari dan boleh dilakukan pada siang hari sebelum matahari condong dan belum memakan apapun.
Adapun lafad niat pada puasa Ramadhan adalah :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ
للهِ تَعَالى
“Saya berniat melakukan puasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di
bulan Ramadhan, fardhu atasku karena Allah Ta’ala.”
- Imsak yaitu menahan diri dan meninggalkan hal-hal yang bisa membatalkan puasa dari mulai waktu fajar hingga terbenamnya matahari atau Maghrib. [4]
F.
Sunat Puasa
Untuk menambah amal dan pahala kita ketika melakukan puasa. Ada beberapa
yang bisa kita lakukan untuk menambah pahala kita. Diantaranya sebagai
berikut :
1. Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah
terbenam. Rasulullah Saw bersabda :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مِ عَجَّلُوْا
الْفِطْرَ
“Rasulullah SAW bersabda : senantiasa dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka puasa”
2. Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
عَنْ انَسِ قَالَ كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ
اَنْ يُصَلِّيَ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَاِنْ لَمْ
تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Dari Anas , Rasulullah berbuka dengan rutab, kalau tidak ada rutab,
maka dengan kurma, dan jikalau tidak ada kurma, beliau meminum beberapa
teguk air.”
3. Berdoa sebelum berbuka dengan lafadz :
اللٰۤهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَ بِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَاحِمِيْنَ
4. Makan sahur dengan maksud supaya sanggup berpuasa esok hari.
5. Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berbuka puasa.
Sebagaimana sabda Nabi SAW :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م مَنْ اَفْطَرَ صَائِمًا فَلَهُ اَجْرُ صَائِمٍ وَ
لاَ يَنْقُصُ مِنْ اَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ
“Barang siapa memberi makan untuk orang yang berbuka puasa, maka ia
mendapat ganjaran seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa berkurang
sedikitpun.”
6. Memperbanyak sedekah, zikir, tahajjud, shalat malam, dan lain sebagainya
yang berupa amal shaleh.
7. Memperbanyak membaca Al Quran dan mempelajarinya (belajar dan
mengajari).
8. Dan lain sebagainya.
[5]
G.
Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa.
Di samping syarat dan rukun harus dipenuhi, ada hal-hal yang harus
ditinggalkan bagi orang yang berpuasa, karena bila dilakukan, maka puasanya
menjadi batal. Dan larangan ini berlaku juga untuk puasa – puasa selain
puasa Ramadhan.
1. Makan dan minum dengan sengaja walaupun sedikit. Kalau makan dan minumnya dalam keadaan lupa maka puasanya tetap sah dengan syarat begitu teringat bahwa dia sedang puasa dia tidak meneruskan makan atau minum.
2. Melakukan hubungan suami istri dengan sengaja. Kalau melakukannya dalam keadaan lupa maka tidak membatalkan puasa dengan syarat begitu teringat bahwa dia sedang puasa dia tidak meneruskan lagi.
3. Muntah-muntah dengan sengaja. Termasuk kategori sengaja yaitu ceroboh. Contoh: sudah jadi kebiasaan kalau naik bis pasti mabuk dan muntah. Kok kemudian dia naik bis dan akhirnya muntah maka puasanya batal.
4. Memasukkan suatu benda ke dalam bagian tubuh yang berlubang secara sengaja seperti hidung, kedua telinga, mulut, alat kelamin pria maupun wanita, lubang pembuangan atau dubur. Termasuk kategori sengaja yaitu ceroboh. Contoh: sudah menjadi kebiasaan kalau berenang pasti ada air yang masuk ke telinga atau hidung atau mulut. Kok kemudian dia berenang dan telinga, hidung atau mulutnya benar – benar kemasukan air maka puasanya menjadi batal.
5. Mengeluarkan sperma atau air mani dengan sengaja seperti onani dan masturbasi. Kalau keluarnya sperma dikarenakan mimpi basah maka tidak membatalkan puasa karena tidak ada unsur kesengajaan.
6. Keluar darah haid atau nifas bagi wanita.
7. Hilang akal karena gila, epilepsi.
8. Murtad yaitu keluar dari agama Islam baik secara ucapan, tindakan ataupun batin. [6]
1. Makan dan minum dengan sengaja walaupun sedikit. Kalau makan dan minumnya dalam keadaan lupa maka puasanya tetap sah dengan syarat begitu teringat bahwa dia sedang puasa dia tidak meneruskan makan atau minum.
2. Melakukan hubungan suami istri dengan sengaja. Kalau melakukannya dalam keadaan lupa maka tidak membatalkan puasa dengan syarat begitu teringat bahwa dia sedang puasa dia tidak meneruskan lagi.
3. Muntah-muntah dengan sengaja. Termasuk kategori sengaja yaitu ceroboh. Contoh: sudah jadi kebiasaan kalau naik bis pasti mabuk dan muntah. Kok kemudian dia naik bis dan akhirnya muntah maka puasanya batal.
4. Memasukkan suatu benda ke dalam bagian tubuh yang berlubang secara sengaja seperti hidung, kedua telinga, mulut, alat kelamin pria maupun wanita, lubang pembuangan atau dubur. Termasuk kategori sengaja yaitu ceroboh. Contoh: sudah menjadi kebiasaan kalau berenang pasti ada air yang masuk ke telinga atau hidung atau mulut. Kok kemudian dia berenang dan telinga, hidung atau mulutnya benar – benar kemasukan air maka puasanya menjadi batal.
5. Mengeluarkan sperma atau air mani dengan sengaja seperti onani dan masturbasi. Kalau keluarnya sperma dikarenakan mimpi basah maka tidak membatalkan puasa karena tidak ada unsur kesengajaan.
6. Keluar darah haid atau nifas bagi wanita.
7. Hilang akal karena gila, epilepsi.
8. Murtad yaitu keluar dari agama Islam baik secara ucapan, tindakan ataupun batin. [6]
Itulah keterangan ringkas tentang hal-hal teknis yang wajib dipenuhi dan dipatuhi bagi orang yang menjalankan puasa khususnya puasa bulan Ramadhan.
H.
Hikmah-Hikmah Puasa
1. Menambah ketakwaan dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, takwa adalah meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak
mengandung makna mengerjakan.
2. Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara dan
kebiasaan yang diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada
keinginannya dan nafasnya itu berkuasa padanya
3. Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya lapar maupun
tidak dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan
suatu kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu
bisa merasakan keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka
yang berkepentingan dalam hidup ini.
4. Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan
menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang
mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b. Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun
saat seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas
untuk istirahat. Seperti Anda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah
menghasilkan hormon insulin.
c. Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem
pencernaan akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama
lebih kurang satu bulan. Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja
lambung untuk memroses makanan yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa
mengurangi berat badan berlebih. Puasa dapat menghilangkan lemak dan
kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa lapar tidak disebabkan oleh
kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh penurunan kadar gula dalam
darah
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah panjang lebar membahas tentang puasa, ada beberapa kesimpulan yang
bisa kita ambil. Yaitu :
1. Puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan mulai dari terbit
fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat.
2. Awal ditetapkannya puasa ramadhan yaitu pada tahun 2 Hijriyah dan
pelaksanaan puasa sudah diwajibkan atas umat tedahulu sebelum nabi
Muhammad.
3. Dalam melaksanakan puasa ada beberapa syarat, rukun, dan hal-hal yang
harus kita laksanakan agar puasa kita sempurna
4. Dalam puasa terdapat berbagai macam hikmah yang bisa kita dapatkan.
Bukan hanya dari segi pahala, bahkan kesehatan jasmani dan rohani akan kita
dapatkan.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran supaya makalah ini bisa
lebih sempurna di kemudian harinya. Karena penulis hanyalah seorang santri
biasa yang sedang belajar.
Selain itu penulis juga mengharapkan kepada pembaca agar tetap dan terus mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan
puasa. Karena jikalau kita tidak mengetahui apa yang harus harus dikerjakan
di dalam suatu ibadah bagaimana ibadah kita akan sah dan sempurna. Dengan
demikian, semoga dengan adanya makalah ini bisa sedikit bermanfaat dalam
penyempurnaan ibadah kita khususnya pada puasa.
[1]
Bahreisy Husein, Pedoman Fiqih Islam, (Surabaya :
Al-Ikhlas, 1981), hal. 63
[2]
Suparta, Fiqh Madrasah Aliyah X”, (Semarang : CV. Toha
Putra, 2004), hal. 145-147
[3]
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, (Bandung Penerbit Pustaka,
1988), hal. 125
[4]
Ibid
., 127
[5]
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 2009), hal. 238-240
[6]
TIM Guru Mata Pelajaran – PAI, Pendidikan Agama Islam,
(Medan : Telaga Mekar, 2004), hal. 54
No comments