Breaking News

Makalah Tentang Manfaat Debu Menurut Sains Dan Al Quran



    Manusia adalah sosok makhluk yang diciptakan oleh Allah SWt begitu sempurna. Ia dikaruniai akan akal dan nafsu. Dengan akal inilah manusia bisa berfikir dengan baik sesuatu yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Di samping itu manusia juga diperintahkan oleh Allah untuk selalu beribadah kepadanya. Sebagai rasa syukur akan nikmat yang telah diberikan oleh Nya.
     Namun, untuk beribadah dan bermunajat kepadanya, manusia haarus dalam keadaan suci terlebih dahulu. Di dalam al Quran dan Hadist dijelaskan cara bersuci adalah dengan berwudhu dan bertayammum. Berwudhu dengan menggunakan air dan tayammum menggunakan tanah atau debu yang suci. Permasalahan tentang wudhu mungkin sudah banyak di antara kita yang sudah mengetahuinya secara jelas. Akan tetapi pada permasalahan bersuci menggunakan debu inilah banyak masyarakat yang kurang mengetahuinya. Padahal debu tersebut mempunyai berbagai macam manfaat yang tidak kalah seperti air.
    Oleh karna itu tergerak hati penulis untuk menjelaskan sedikit tentang manfaat debu menurut sains dan Al Quran.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, adapun yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian debu ?
2. Bagaimanakah debu dalam Islam ?
3. Apa saja manfaat debu menurut sains dan al quran ?

Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian debu. 
2. Untuk mengetahui bagaimanakah debu dalam Islam.
3. Untuk mengetahui apa saja manfaat debu menurut sains dan Al Quran.


GAMBARAN TENTANG DEBU DALAM SAINS
A. Pengertian Debu
    Menurut Suma’mur debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik organik maupun anorganik. [1] Jadi, pada dasarnya pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanik.

B. Sumber Debu
    Secara alamiah partikel debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.
   Partikel debu melayang juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan debu lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada partikel debu.
    Demikian juga pembakaran sampah bisa merupakan sumber debu yang beterbangan. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh kendaraan bermotor. [2]

C. Macam-Macam Debu
     Secara garis besar debu dapat dibagi atas 4 macam yaitu:
 1. Debu organik, yaitu debu yang berasal dari makhluk hidup seperti debu daun-daunan.
 2. Debu biologis seperti virus, bakteri.
 3. Debu mineral, debu yang terdiri dari senyawa komplek seperti arang, batu, kapur, dan lain sebagainya.
 4. Debu metal, yaitu debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam. [3]


D. Dampak Debu
   Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut :
 1. Terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.
 2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya photosintesis.
 3. Merubah iklim global suatu wilayah
 4. Menganggu perhubungan / penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.
 5. Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru. [4]


DEBU MENURUT TINJAUAN ISLAM
A. Debu Dalam Islam
    Tidaklah Allah semata-mata menciptakan sesuatu namun tidak ada manfaat atau hikmah yang dikandung dari penciptaan tersebut. Tanah atau debu merupakan alat penyuci selain air, statusnya adalah suci dan menyucikan. Saat air tidak ditemukan, maka debu bisa digunakan. Proses penyucian hadats dengan menggunakan debu disebut tayammum.
    Tayammum berlaku untuk membersihkan hadats kecil atau besar dan hanya digunakan untuk melaksanakan ibadah saja. Artinya, setelah ibadah tersebut selesai dilaksanakan, maka secara hakiki hadats-nya belum dibersihkan sepenuhnya hingga ditemukannya air. Jika air belum ditemukan hingga akan melaksanakan ibadah lagi, maka tayammum kembali dilakukan untuk memenuhi syarat pelaksanaan ibadah tersebut. [5]
     Walaupun demikian, sebagian ‘ulama berpendapat bahwa penyucian hadats dengan debu sama derajatnya dengan penyucian hadats yang menggunakan air. Artinya, hadats tersebut secara hakiki benar-benar telah bersih sehingga dapat beribadah tanpa harus mengulang tayammum untuk setiap ibadah. Golongan ini berbeda pendapat saat telah menemukan air. Pendapat pertama mengemukakan bahwa seseorang yang telah bertayammum harus mengulang penyuciannya dengan air saat telah menemukan air, sedangkan pendapat kedua tidak apa untuk tidak mengulangnya, karena dirinya telah suci, kecuali jika dirinya kembali berhadats, maka harus menggunakan air.

B. Debu Sebagai Alat Untuk Bersuci
    Islam adalah agama yang mudah, jika telah datang waktu sholat sedangkan ada seorang muslim yang masih berhadats atau junub. Atau juga jika ada seorang perempuan muslim yang telah selesai masa haidl atau nifasnya sedangkan mereka tidak menjumpai air untuk wudlu atau mandi atau jika mempergunakannya akan menimbulkan bahaya baginya maka disitulah alat bersucinya dan tempat sholatnya. Maksudnya disitu ada alat bersucinya berupa tanah atau debu untuk tayammum. Di situlah tempat sholatnya yaitu jika tidak menjumpai bangunan semisal masjid atau musholla untuk sholat maka di tanah yang bersih lagi suci dari najis itu ia dapat menunaikan sholat.
    Adapun sebab debu dijadikan alat untuk bersuci karena debu berasal dari tanah. Sedangkan tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme , membentuk tubuh unik yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai ''pedogenesis'' . Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon tanah . Setiap horizon menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika,kimia, dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.
    Hans Jenny , seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat , menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi ( topografi ) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah . [6]
     Selain itu, dapat diketahui dari tekstur tanah serta komponen tanah itu sendiri. Dalam tanah terdapat 3 zat yaitu zat padat. zat cair dan zat gas. Dengan adanya zat padat tersebut, berbagai jenis kotoran yang terkecil sekalipun termasuk kuman dapat terbersihkan oleh tanah tanpa ada yang tersisa. Tanah tersebut akan mengikat kotoran tersebut dan membuangnya dari tubuh. Tanah bisa dijadikan sebagai pengganti wudhu dalam tayamum karena dalam tanah juga terkandung air walau hanya sedikit, sehingga dengan adanya zat padat dan kandungan air yang sedikit itu, tanah dapat membersihkan kotoran yang melekat pada tubuh kita sehingga kita dapat kembali suci. Oleh karena itu, penggunaan tanah atau debu dalam bersuci disebut dengan tayammum.

C. Sekilas Tentang Tayammum
    Pengertian Tayamum secara lughat (etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan secara syara’ (terminologi) yaitu “Menyampaikan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sampai sikut dengan syarat dan rukun tertentu” [7]
    Tayamum diperbolehkan sebagai keringanan (rukshah) yang diberikan kepada umat Islam. Tayamum merupakan pengganti dari wudhu, ketika seseorang tidak dapat mandi atau wudhu karena ada alasan tertentu. Adapun dalil yang berkenaan dengan tayammum yaitu pada surat Al Maidah ayat 6 :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”


    Ada beberapa syarat seseorang dibolehkan tayammum yaitu :
   1. Adanya sebab yang membolehkan mengganti wudhu’ atau mandi dengan tayammum. Seperti :
     a. Ada air tapi tidak cukup.
     b. Adanya penyakit atau luka yang bertambah parah apabila terkena air.
     c. Air yang sangat dingin ataupun panas yang dapat menimbulkan bahaya.
     d. Adanya sumber air, akan tetapi bahaya yang mengancam dirinya dan hartanya.
     e. Ada keperluan lain yang lebih penting, seperti untuk minum.
     f. Takut habisnya waktu shalat.
    2. Memakai debu yang suci, baik yang ada di tanah maupun debu yang menempel di tempat lain.
    3. Sudah diketahui masuknya waktu shalat.
    4. Benar-benar yakin tidak di temukannya air.

     Sedangkan rukun tayammum ada empat sebagai berikut :
  1. Niat ketika hendak membasuh wajah.
    Termasuk salah satu penentu sahnya tayammum adalah niat. Dalam hal tayammum para ulama berbeda pendapat, sebagian mengatakan niat harus diucapkan, tetapi ada sebagian ulama berpendapat cukup di hati, sebab pada asalnya pusat niat berada dalam hati. Adapun lafadz adalah :
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِإِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
“Aku berniat tayammum untuk melakukan fardhunya shalat karena Allah Ta’ala”


   2. Mengusap wajah.
     Yang perlu diingat, sebelum diusapkan ke wajah debu yang menempel di telapak tangan terlebih dahulu ditiup pelan, baru diusapkan pada wajah.

   3. Mengusap kedua tangan.
   Megusap kedua tangan ini maksudnya hinggga ke siku, karena diqiyaskan pada berwudhu’, sebagaimana bunyi ayat yang membatasi dengan kalimat إِلَى الْمَرَافِقِ (sampai siku).

   4. Tertib.
      Yakni mengerjakan dengan berurutan, mendahulukan yang awal dan mengakhirkan yang akhir. [8]
    
   Adapun hal-hal yang membatalkan tayammum sebagai berikut :
  1. Munculnya segala sesuatu yang membatalkan wudhu’, sebab hakikat tayammum adalah sebagai pengganti wudhu’. Apabila sesuatu itu membatalkan wudhu maka dengan sendirinya sesuatu itu pasti membatalkan tayammum.
   2. Hilangnya uzur.
      Yaitu hilangnya sesuatu yang menjadi sebab bolehnya bertayammum, karena ada kaidah fiqh yang mengatakan : “sesuatu yang dibolehkan karena ada uzur/halangan, menjadi batal apabila halangan itu telah hilang.”

3. Melihat adanya air.
4. Datangnya waktu shalat baru.
  Sebab dalam ketetapan sunah tayamum itu hanya untuk satu kali waktu shalat, seperti yang dijelaskan dalam hadis.
مِنَ السُّنَّةِ اَنْ لاَ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ بِالتَّيَمُّمِ اِلاَّ صَلاَةً وَاحِدَةً ثُمَّ يَتَيَمَّمَ لِلصَّلاَةِ الْأُخْرَى( رواه الدار قطنى)
Menurut sunnah, bahwa tidak boleh seorang shalat dengan tayammum melainkan satu shalat saja, kemudian ia bertayammum lagi untuk shalat yang lain” (HR.DaruQutni). [9]

D. Manfaat Debu Menurut Sains Dan Al Quran
    Allah SWT telah memberikan kepada kita keringanan kepada manusia dalam hal bersuci dengan bertayammum, yaitu bersuci dengan sha’idan thayyiba atau debu yang suci. Hal ini bertujuan agar hambanya selalu dalam keadaan suci. Walaupun dengan ketiadaan air. Selain air, debu memiliki berbagai manfaat terhadap kesehatan. Dan ini telah dibuktikan secara ilmiah. Salah satunya yaitu penelitian ilmiah dari hadist Rasulullah SAW :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم 
((طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات, أولاهن بالتراب)) صحيح أخرجه مسلم

    
     Artinya : “Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama kalinya dengan debu” [Shahih riwayat Muslim]

     Hadis yang di sabdakan oleh Rasulullah Saw tersebut menunjuk pada dua hal :
  1. Keharusan mengerik wadah yang dijilat anjing.
 2. Menyucikan wadah bekas jilatan anjing dengan cara membasuhnya tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan tanah.
   Penemuan ilmiah berkaitan dengan hadis yang pertama adalah kesimpulan para dokter yang menetapkan bahwa dalam proses membasuh wadah bekas jilatan anjing harus disertai dengan tanah.    Mereka menjelaskan alasannya secara detail sebagai berikut :
  1. Dalam sebuah forum tentang kesehatan umum para dokter mengemukakan rahasia kenapa harus tanah tidak bahan lainnya. Dalam forum tersebut dijelaskan sebagai berikut : “Hikmah tujuh kali basuhan yang salah satunya dengan tanah dalam menghilangkan najis jilatan anjing adalah bahwa virus anjing itu sangat lembut dan kecil. Sebagaimana diketahui, semakin kecil ukuran mikroba, ia akan semakin efektif untuk menempel dan melekat pada dinding sebuah wadah. Air liur anjing yang mengandung virus berbentuk pita cair. Dalam hal ini, tanah berperan sebagai penyerap mikroba berikut virus-virusnya yang menempel dengan lembut pada wadah. [10]
  2. Secara ilmiah, Tanah mengandung dua materi yang dapat membunuh kuman-kuman. Menurut para dokter, Ilmu kedokteran modern telah menetapkan bahwa tanah mengandung dua materi : tetracycline dan tetarolite. Dua unsur ini digunakan untuk proses pembasmian (sterilisasi) beberapa kuman.
  3. Beberapa dokter peneliti dahulu memperkirakan bahwa tanah kuburan mengandung kuman-kuman tertentu yang berasal dari bangkai-bangkai mayat yang dikubur. Namun sekarang, ekperimen-eksperimen dan beberapa hipotesa menjelaskan bahwa tanah merupakan unsur yang efektif dalam membunuh kuman. Demikianlah yang dilansir oleh himpunan dokter ahli. Mereka berpendapat sebagai berikut: “Pada masa modern sekarang ini, para ilmuwan telah melakukan analisis terhadap tanah kuburan untuk mengetahui kuman-kuman yang terkandung didalamnya. Mereka berkeyakinan dapat menemukan kuman-kuman yang membahayakan dalam jumlah yang banyak. Asumsi ini berdasarkan fakta bahwa banyak manusia yang matinya karena penyakit yang ditularkan melalui kuman.” Namun setelah diadakan penelitian, ternyata mereka tidak menemukan bekas apapun dari kuman penyakit tersebut didalam tanah. Akhirnya, mereka menarik sebuah kesimpulan bahwa tanah memiliki keunggulan dalam membunuh kuman yang membahayakan. Jika tidak, tentu kuman akan banyak dan menyebar kemana-mana. Padahal, jauh sebelum mereka menemukan kesimpulan tersebut, Nabi Saw telah mengukuhkan hal itu dalam hadis-hadisnya, seperti yang tercantum diatas. [11]
   4. Mukjizat ilmiah dengan jelas sangat mendukung penggunaan tanah pada salah satu dari tujuh kali basuhan dalam menghilangkan najis jilatan anjing. Ia melansir bahwa tanah mengandung unsur yang cukup kuat menghilangkan bibit-bibit penyakit dan kuman-kuman. Hal ini berdasarkan bahwa molekul-molekul yang terkandung didalam tanah menyatu dengan kuman-kuman tersebut, sehingga mempermudah dalam proses sterilisasi kuman secara keseluruhan. Ini sebagaimana tanah juga mengandung materi-materi yang dapat mensterilkan bibit-bibit kuman tersebut.
   5. Dalam pembahasannya, para dokter mengemukakan alasan penggunaan tanah dalam menghilangkan najis ini, dan mengapa membasuh dengan air saja tidak cukup untuk menghilangkannya. Menurut mereka, kenapa harus dibasuh dengan tanah? Alasannya, karena virus penyebab penyakit akan mencapai puncaknya dalam ukuran kecil. Semakin kecil bentuknya, maka virus itu akan semakin berbahaya, sebab potensi untuk menempel dan melekat pada dinding wadah semakin bertambah. Membasuh dengan menggunakan tanah lebih kuat dalam proses sterilisasi dibanding membasuh dengan air. Karena, kekuatan tanah dalam menghentikan reaksi air liur anjing dan virus-virus yang terkandung didalamnya, lebih besar dibandingkan dengan mengguyurkan air atau menggunakan tangan saat membersihkan dinding wadah bekas jilatan anjing. Hal itu dikarenakan ada perbedaan dalam daya tekan pada wilayah antara cairan (air liur anjing) dan tanah. Hal tersebut secara Fisika dapat diumpamakan seperti memasukkan kapur tulis pada bagian tinta. [12]


PENUTUP
A. Kesimpulan
     Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanik.
  2. Ada beberapa macam debu dalam sains di antaranya yaitu : debu organik, debu biologis, debu mineral, debu metal.
  3. Debu bisa memberikan dampak yan buruk bagi kesehatan makhluk hidup, iklim, pencemaran dan lain sebagainya.
 4. Dalam islam debu dijadikan sebagi alternatif pengganti wudhu dalam bersuci.
 5. Debu mempunyai berbagai macam manfaat dan telah dibuktikan secara ilmiah yaitu dapat mengangkat kotoran dan kuman-kuman yang sangat berbahaya bagi tubuh.

B. Saran
    Penulis berharap agar makalah ini dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca sekalian. Penulis juga memohon maaf dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis penulis mengaharapkan kritk dan saran yang menbangun.


[1] Suma’mur, Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, (Jakarta: Gunung Agung, 1986) hal. 48
[2] Suyatno, Aris Purwadi, Kimia Untuk Siswa SMA/MA Kelas XI, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia , 2008 ) hal. 76
[3] Ibid., hal. 77
[4] Mikhrajuddin Abdullah, IPA Fisika untuk SMP/MTs Kelas IX, (Jakarta : Erlangga, 2005)hal. 225
[5] Syeikh Ali Ahmaad Al Jarjawy , Indahnya Syariat Islam, terjemahan Faisal Shaleh, (Jakarta : Gema Insani, 2006) hal. 164
[6] Hasan Rifa’i Al Faridy, Iqbal setyarso, 100++ Tanya Jawab Seputar Bersuci, (Jakarta : Qultum Media, 2009 ) hal. 172
[7] Sulaiman Rasjid, FIQH ISLAM,cet ke 27 (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1994), hal. 39
[8] Tim Arrahma, FIQH 1 untuk siswa MTs Kelas VII, (Semarang: Aneka Ilmu, 2005) hal. 49-50
[9] Ibid ., 52-53
[10] Danial Zainal Abidin, Quran Saintifik, (Selangor : Millenia SDN, 2007), hal 205
[11] Ibid ., hal 206
[12] Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo : Tiga Serangkai, 2004) hal. 82

No comments