Breaking News

Makalah Hakikat Shirat Menurut Teologi Islam




Salah satu peristiwa dahsyat yang bakal dialami oleh setiap manusia yang pernah hidup adalah keharusan menyeberangi suatu jembatan yang dibentangkan di atas kedua punggung neraka jahannam. Ia tidak saja dialami oleh ummat Islam dari kalangan ummat Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, melainkan semua orang beriman dari ummat para Nabi sebelumnya juga wajib mengalaminya.

Peristiwa ini akan dialami oleh setiap orang beriman, baik mereka yang imannya sejati maupun yang berbuat banyak maksiat termasuk kaum munafik. Menurut sebagian ahli tafsir peristiwa menyeberangi jembatan di atas neraka telah diisyaratkan Allah di dalam Al-Qur’anul Karim.

Jembatan yang menghubungkan Padang Mahsyar dengan Syurga, menurut keterangan sahabat Abu Said ini lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Tentu saja, jika dipikirkan secara logika ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seseorang dapat melewatinya. Namun itu semua berkat rahmat Allah SWT.

Maka dari itu, perlulah penulis utarakan sedikit tentang shirat, karena masih sangat banyak di kalangan masyarakat yang belum mengerti tentang shirath ini. Semoga bermanfaat.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian shirath ?
2. Bagaimana bentuk dan kondisi shirath ?
3. Apa-apa saja amalan yang dapat dilakukan supaya dapat melewati shirath ?

Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian shirath.
2. Untuk mengetahui bentuk dan kondisi shirath.
3. Untuk mengetahui amalan-amalan yang dapat dilakukan supaya dapat melewati shirath.



GAMBARAN UMUM TENTANG ASH-SHIRATH

A. Pengertian Ash-Shirath
Ash-Shirath (الصراط) secara bahasa (etimologi) berarti jalan. Sedangkan menurut istilah syar'i (terminologi) adalah jembatan yang dibentangkan di atas neraka jahannam yang akan dilewati ummat manusia menuju surga sesuai dengan amal perbuatan mereka. Ash-Shirāth adalah jembatan (titian) yang terbentang di atas permukaan neraka Jahannam yang sangat licin, memiliki kait, cakar dan duri. Setelah melewati masa di padang mahsyar, kaum muslim akan dibentangkan shirath bagi mereka di atas Jahannam sehingga mereka melintasi di atasnya dengan kecepatan sesuai dengan kadar keimanan mereka. Orang yang pertama kali melewatinya adalah Nabi Muhammad, kemudian Muhammad berdiri di tepi shirath seraya berdoa, “Rabbi, selamatkan, selamatkan!” Jika ada umat-Nya yang pernah menyekutukan Allah dengan kesyirikan besar dan belum bertaubat sebelum kematiannya, akan mengakibatkan kekekalan di dalam neraka. [1]

Menurut Syekh Mahir, shirâth menurut bahasa adalah jalan yang terang. Adapun secara istilah merupakan jembatan yang melintang antara jalan neraka dan surga yang akan dilintasi oleh orang-orang yang berbuat kebaikan dan orang-orang yang berbuat keburukan. Orang-orang yang berbuat kebaikan dengan cepat akan melintasi jembatan tersebut dan mendapatkan anugerah-anugerah yang tak-berkesudahan dari Allah SWT. Sementara orang-orang yang berbuat keburukan akan jatuh dan menjadi penghuni neraka. Bahkan, dari sebuah riwayat dapat dipahami bahwa kecepatan melintas manusia dari jembatan tersebut tergantung kepada timbangan iman, ikhlas, dan amal saleh mereka.

Shirath dibentangkan di atas neraka jahannam, ia adalah jembatan/titian di antara syurga dan neraka. Manusia melaluinya (meniti di atasnya) bersesuaian dengan kadar amal perbuatan mereka, di antara mereka ada yang melaluiya sepantas kerdipan mata, ada yang melaluinya seperti kilat, ada yang melaluinya selaju angin, ada yang melaluinya seperti larian kuda, ada yang melaluinya seperti menunggang unta, ada yang melaluinya dengan berlari, ada yang melaluinya dengan berjalan, dan ada yang melaluinya dengan merangkak. [2]

B. Dalil-Dalil Keberadaan Shirath
Landasan keyakinan tentang adanya shirath pada hari kiamat berdasarkan kepada ijma’ para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan kepada dalil-dalil yang akurat dari al-Qur’an dan Sunnah. Berikut ini kita sebutkan beberapa dalil yang menerangkan tentang adanya shirath.

1. Dalil dari Al-Quran

Artinya : “Maka ia Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata : "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa". (QS. Maryam: 17-18)

Diriwayatkan dari kalangan para Sahabat, di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan Ka’ab Ahbar rahimahullah bahwa yang dimaksud denganmendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shiroth.

2. Dalil dari Hadist Rasulullah SAW

وَيُضْرَبُ جِسْرُ جَهَنَّمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَبِهِ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ أَمَا رَأَيْتُمْ شَوْكَ السَّعْدَانِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهَا لَا يَعْلَمُ قَدْرَ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ فَتَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ (رواه البخاري)
Artinya : Dan dibentangkanlah jembatan Jahannam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: “Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah”. Pada shirâth itu, terdapat pencangkok-pencangkok seperti duri pohon Sa’dân. Pernahkah kalian melihatnya?” Para Sahabat menjawab, “Pernah, wahai Rasûlullâh. Maka ia seperti duri pohon Sa’dân, tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allâh. Maka ia mencangkok manusia sesuai dengan amalan mereka”. (HR. al-Bukhâri)

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ثُمَّ يُؤْتَى بِالْجَسْرِ فَيُجْعَلُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْجَسْرُ قَالَ مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ تَكُونُ بِنَجْدٍ يُقَالُ لَهَا السَّعْدَانُ ....
Artinya : “Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana (bentuk) jembatan itu?”. Jawab beliau, “Licin (lagi) mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Najd, dikenal dengan pohon Sa’dan …” (Muttafaqun ‘alaih). [3]

C. Bentuk dan Kondisi Shirath
Dalam hadits yang sudah disebutkan di atas terdapat beberapa sifat dan bentuk shirath. Yang akan di lewati oleh manusia, ternyata jembatan tersebut sangat tipis, setipis silet, sehingga bisa membuat manusia terpeleset. Dalam riwayat lain : Shiroth lebih tajam dari pada pedang karena berukuran yang sangat tipis. Di atas shiroth ada pengait-pengait (seperti duri yang besar-besar) yang bergerak-gerak dan akan mencantol manusia lalu melemparkannya ke neraka.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
ويوضع الصراط مثل حد الموسى، فتقول الملائكة: من تجيز على هذا؟ فيقول: من شئت من خلقي، فيقولون: سبحانك ماعبدناك حق عبادتك .
Artinya : “Di letakkanlah jembatan Shiroth (di atas neraka) setipis Silet, Lalu malaikat saat itu bertanya: (Wahai Robb), Siapakah yang akan melewati jembatan ini, Maka Allah menjawab: yang akan melewati jembatan ini adalah siapa saja dari hamba-hambaku. Maka Malaikatpun berkata : Maha suci Engkau Ya Rabb, tidaklah kami dapat beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya.” (HR. al-Hakim).

Dalam riwayat lain Abu Said Al-Khudzri radhiyallahu Anhu berkata:
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: بَلَغَنِي أَنَّ الْجِسْرَ أَدَقُّ مِنَ الشَّعْرَةِ، وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ.....
Artinya : “Sampai kepadaku kabar bahwa shiroth itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang” (HR. Muslim)

Dan disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirath tersebut memiliki kait-kait besar, yang mengait siapa yang melewatinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini :
.
….وَيُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُهَا، وَلاَ يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلُ، وَدَعْوَى الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ: اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ، وَفِي جَهَنَّمَ كَلاَلِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ، هَلْ رَأَيْتُمِ السَّعْدَانَ؟ "، قَالُوا: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: " فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَعْلَمُ مَا قَدْرُ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ، تَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ،…
Artinya : “Dan dibentangkanlah jembatan jahannam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu : “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah”. Pada shirath itu, terdapat pengait-pengait seperti duri pohon Sa’dan. Pernahkah kalian melihatnya?” Para Sahabat menjawab, “Pernah, wahai Rasulullah.” “Maka ia seperti duri pohon Sa’dan, hanya saja tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allah. Maka ia mengait manusia sesuai dengan amalan mereka”. (HR. al-Bukhari)


Setelah mengamati beberapa dalil tersebut, dapatlah dipahami bahwa kondisi dan bentuk shirâth tersebut sebagaimana berikut :

1. Shirâth tersebut amat licin, sehingga sangat mengkhawatirkan siapa saja yang lewat dimana ia mungkin saja terpeleset dan terperosok jatuh.

2. Shirâth tersebut menggelincirkan. Para Ulama telah menerangkan maksud dari ‘menggelincirkan’ yaitu ia bergerak ke kanan dan ke kiri, sehingga membuat orang yang melewatinya takut akan tergelincir dan tersungkur jatuh.

3. Shirâth tersebut memiliki besi pengait yang besar, penuh dengan duri, ujungnya bengkok. Ini menunjukkan siapa yang terkena besi pengait ini tidak akan lepas dari cengkeramannya.

4. Terpeleset atau tidak, tergelincir atau tidak, dan tersambar oleh pengait besi atau tidak, semua itu ditentukan oleh amal ibadah dan keimanan masing-masing orang.

5. Shirâth tersebut terbentang membujur di atas neraka Jahannam. Barang siapa terpeleset dan tergelincir atau terkena sambaran besi pengait, maka ia akan terjatuh ke dalam neraka Jahannam.

6. Shirâth tersebut sangat halus, sehingga sulit untuk meletakkan kaki di atasnya.

7. Shirâth tersebut juga tajam yang dapat membelah telapak kaki orang yang melewatinya. Karena sesuatu yang begitu halus, namun tidak bisa putus, maka akan menjadi tajam.

8. Sekalipun shirâth tersebut halus dan tajam, manusia tetap dapat melewatinya. Karena Allâh Azza wa Jalla Maha Kuasa untuk menjadikan manusia mampu berjalan di atas apapun.

9. Kesulitan untuk melihat shirâth karena kehalusannya, atau terluka karena ketajamannya, semua itu bergantung kepada kualitas keimanan setiap orang yang melewatinya. [4]


D. Hukum Mengimani Shirath
Di antara rukun iman yang wajib diimani oleh seorang muslim adalah beriman kepada hari Akhir. Disebut hari akhir karena tidak ada lagi hari sesudahnya. Salah satu bagian keimanan yang wajib diimani oleh segenap umat muslim adalah tentang shirath. Karena sebelum memasuki surga dan neraka, manusia akan melewati shirath tersebut , yaitu jembatan yang direntangkan di atas neraka jahannam yang akan dilewati ummat manusia. Orang beriman akan berjalan melalui shirath sesuai dengan amalan mereka sedangkan orang kafir langsung masuk dalam neraka tanpa melewati shirath. Di antara mereka ada yang berjalan sekejap mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat hembusan angin, ada pula yang berjalan secepat kuda, ada pula yang berjalan seperti penunggang unta, ada yang dengan berlari, ada yang dengan berjalan santai, ada yang dengan merangkak, dan ada pula yang jatuh dalam neraka. Na’udzu billah.

Berjalan di shirath tersebut bukanlah ikhtiyar (usaha) manusia. 
 Seandainya hal itu merupakan usaha mereka, tentu mereka akan berjalan melewati shirath dengan cepat. Akan tetapi mereka hanya bisa melewatinya tergantung dari amalannya di dunia. Barangsiapa yang bersegera melakukan amalan sesuai dengan petunjuk Rasul, maka dia akan semakin cepat dalam melewati shirath. Sebaliknya barangsiapa yang semakin lambat dalam melakukan amalan, maka dia akan semakin lambat pula dalam melewati shiroth. Ingatlah ‘al jaza’ min jinsil ‘amal’ (Balasan itu tergantung dari amal perbuatan).

Barangsiapa yang selamat melewati shirath ini maka dia akan masuk surga. Dan yang pertama kali meminta dibukakan pintu surga adalah Nabi kita Muhammad SAW dan tidak ada yang masuk ke surga sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan umat yang pertama kali akan memasuki surga adalah umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Dengan demikian, dikarenakan beriman kepada shirath ini adalah bagian dari beriman kepada hari akhir. Maka, sudah pastilah wajib hukumnya bagi kita kaum Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk beriman sepenuhnya kepada Shirath. [5]




HAKIKAT ASH-SHIRAT DALAM TEOLOGI ISLAM


A. Keadaan Manusia Ketika Melewati Shirath.
Setelah kita melihat sikilas tentang keadaan, bentuk, dan kondisi shirâth yang tedapat dalam hadits-hadits shahih. Perlulah bagi kita pula untuk mengetahui bagaimana keadaan manusia ketika melewati shiraath tersebut.

1. Riwayat Pertama :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْل الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (وَتُرْسَلُ الْأَمَانَةُ وَالرَّحِمُ فَتَقُومَانِ جَنَبَتَيْ الصِّرَاطِ يَمِينًا وَشِمَالًا فَيَمُرُّ أَوَّلُكُمْ كَالْبَرْقِ) ، قَالَ : قُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَيُّ شَيْءٍ كَمَرِّ الْبَرْقِ ؟ قَالَ: أَلَمْ تَرَوْا إِلَى الْبَرْقِ كَيْفَ يَمُرُّ وَيَرْجِعُ فِي طَرْفَةِ عَيْنٍ ؟ ثُمَّ كَمَرِّ الرِّيحِ ثُمَّ كَمَرِّ الطَّيْرِ وَشَدِّ الرِّجَالِ تَجْرِي بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ وَنَبِيُّكُمْ قَائِمٌ عَلَى الصِّرَاطِ يَقُولُ رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ حَتَّى تَعْجِزَ أَعْمَالُ الْعِبَادِ حَتَّى يَجِيءَ الرَّجُلُ فَلَا يَسْتَطِيعُ السَّيْرَ إِلَّا زَحْفًا قَالَ وَفِي حَافَتَيْ الصِّرَاطِ كَلَالِيبُ مُعَلَّقَةٌ مَأْمُورَةٌ بِأَخْذِ مَنْ أُمِرَتْ بِهِ فَمَخْدُوشٌ نَاجٍ وَمَكْدُوسٌ فِي النَّارِ .(رواه مسلم).
Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Lalu diutuslah amanah dan rohim (tali persaudaraan) keduanya berdiri di samping kair-kanan shiraath tersebut. Orang yang pertama lewat seperti kilat”. Aku bertanya: “Dengan bapak dan ibuku (aku korbankan) demi engkau. Adakah sesuatu seperti kilat?” Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Tidakkah kalian pernah melihat kilat bagaimana ia lewat dalam sekejap mata? Kemudian ada yang melewatinya seperti angin, kemudian seperti burung dan seperti kuda yang berlari kencang. Mereka berjalan sesuai dengan amalan mereka. Nabi kalian waktu itu berdiri di atas shirâth sambil berkata: “Ya Allâh selamatkanlah! selamatkanlah! Sampai para hamba yang lemah amalannya, sehingga datang seseorang lalu ia tidak bisa melewati kecuali dengan merangkak”. Beliau menuturkan (lagi): “Di kedua belah pinggir shirâth terdapat besi pengait yang bergatungan untuk menyambar siapa saja yang diperintahkan untuk disambar. Maka ada yang terpeleset namun selamat dan ada pula yang terjungkir ke dalam neraka”. (HR. Muslim)

2. Riwayat Kedua :
الْمُؤْمِنُ عَلَيْهَا كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ وَنَاجٍ مَخْدُوشٌ وَمَكْدُوسٌ فِي نَارِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَمُرَّ آخِرُهُمْ يُسْحَبُ سَحْبًا (متفق عليه)
Artinya : “Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada yang secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan”. (Muttafaqun ‘alaih)

3. Riwayat Ketiga :
فَمِنْهُمْ مَنْ يُوْبَقُ بِعَمَلِهِ وَمِنْهُمْ يُخَرْدَلُ ثُمَّ يَنْجُو (متفق عليه)
Artinya : “Di antara mereka ada yang binasa disebabkan amalannya, dan di antara mereka ada yang tergelincir namun kemudian ia selamat.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Riwayat Keempat :
وَيُضْرَبُ الصِّرَأطُ بَيْنَ ظَهْرَي جَهَنَّمَ فَأَكُونُ أنَا وَأُمَّتِيْ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَلاَ يَـَتكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلاَّ الرُسُلُ وَدَعْوَى الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ فَمِنْهُمْ الْمُؤُمِنُ بَقِيَ بِعَمَلِهِ وَمِنْهُمْ الْمُجَازَى حَتىَّ يُنَجَّى (رواه مسلم)
Artinya : “Dan dibentangkanlah shirâth di atas permukaan neraka Jahannam. Maka aku dan umatku menjadi orang yang pertama kali melewatinya. Dan tiada yang berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Dan doa para rasul pada saat itu: “Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah……di antara mereka ada yang tertinggal dengan sebab amalannya dan di antara mereka ada yang dibalasi sampai ia selamat”. (HR. Muslim)

Dari beberapa riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas, dapatlah disimpulkan di sini kondisi manusia saat melintasi shirâth, yaitu :

1. Ketika manusia melewati shirâth, amanah dan ar-rahm (hubungan silaturrahim) menyaksikan mereka. Ini menunjukkan betapa pentingnya menunaikan amanah dan menjalin hubungan silaturrahim. Barangsiapa melalaikan keduanya, maka ia akan merasa gemetar ketika disaksikan oleh amanah dan ar-rahm saat melewati shirâth.

2. Kecepatan manusia saat melewati shirâth yang begitu halus dan tajam tersebut sesuai dengan tingkat kecepatan mereka dalam menyambut dan melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla di dunia ini.

3. Di antara manusia ada yang melewati shirâth secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung terbang, dan ada pula yang secepat kuda yang berlari kencang.

4. Di antara manusia ada yang melewatinya dengan merangkak secara pelan-pelan, ada yang berjalan dengan menggeser pantatnya sedikit demi sedikit, ada pula yang bergelantungan hampir-hampir jatuh ke dalam neraka dan ada pula yang dilemparkan ke dalamnya.

5. Besi-besi pengait baik yang bergantungan dengan shirâth maupun yang berasal dari dalam neraka akan menyambar sesuai dengan keimanan dan ibadah masing-masing manusia.

6. Yang pertama sekali melewati shirâth adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya.

7. Setiap rasul menyaksikan umatnya ketika melewati shirâth dan mendoakan umat mereka masing-masing agar selamat dari api neraka.

8. Ketika melewati shirat setiap mukmin agar diberi cahaya sesuai dengan amalnya masing-masing. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûdradhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan firman Allâh Azza wa Jalla QS. Al-Hadid ayat 12 :

Artinya : “(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (Dikatakan kepada meraka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar".

Ibnu Mas’ud menafsirkan ayat tersebut yang bahwa mereka melewati shirâth sesuai dengan tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada cahayanya sepert gunung, ada cahayanya yang seperti pohon, ada cahayanya setinggi orang berdiri, yang paling sedikit cahayanya sebatas menerangi ampu kakinya, sesekali nyala sesekali padam. [6]

B. Amalan Untuk Memudahkan Melewati Shirath.
Kehidupan di dunia berlangsung untuk sementara saja. Sedangkan hidup yang kekal akan terjadi ketika kita berada di akhirat kelak, tepatnya setelah hari kiamat. Di tempat inilah ada fase-fase yang harus terlebih dahulu dilalui manusia salah satunya yaitu melewati jembatan shiratal mustaqim.

Jembatan ini terbentang di atas neraka dan di ujungnya menuju surga dan digambarkan seperti satu helai rambut yang dibelah tujuh. Ada manusia yang bisa dengan cepat melewatinya dan masuk ke dalam surga. Akan tetapi ada pula yang lambat dan akhirnya terjatuh ke dalam neraka.

Semua itu tergantung pada amalan yang dilakukan oleh manusia tersebut selama hidup di dunia. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan diri dan bekal untuk melewati fase menentukan ini. Adapun amalan-amalan yang memudahkan mukmin melewati shirath tersebut adalah sebagai berikut :

1. Taubat Nasuha
Seorang mukmin yang bertaubat dari segala dosa yang kerjakan. Inilah yang disebut dengan Taubatan Nasuhan (Taubat Yang Murni). Taubat Nasuha inilah yang akan menyebabkan seorang mukmin memperoleh cahaya yang disempurnakan untuk sukses menyeberangi jembatan neraka. Bukan taubat musiman alias taubat yang tidak menyebabkan seseorang benar-benar meninggalkan perbuatan dosa yang dilakukannya. Perhatikanlah firman Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 8 berikut ini :

Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan Taubatan Nasuhan (taubat yang semurni-murninya), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim : 8)

2. Rajin Berjalan Untuk di Mesjid dalam Kegelapan
Seorang mukmin akan dijamin memiliki cukup cahaya saat menyeberangi jembatan di atas neraka, jika ia rajin berjalan ke masjid dalam kegelapan untuk menegakkan sholat wajibnya semata ingin meraih keridhaan Allah. Nabi bersabda:

بَشِّرْ الْمَشَّائِينَ فِي الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya : “Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan menuju masjid-masjid dalam kegelapan dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR. Ibnu Majah)

Nabi shallallahu ’alaih wa sallam seringkali ketika berjalan menuju ke masjid berdoa dengan doa sebagai berikut :

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًاوَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِنُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
Artinya : “Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, dalam penglihatanku, dalam pendengaranku, di sebelah kananku, di sebelah kiriku, di sebelah atasku, di sebelah bawahku, di depanku, di belakangku dan jadikanlah aku bercahaya.” (HR. Bukhari)

3. Melindungi sesama mukmin dari kejahatan orang munafik.
Seorang mukmin akan sukses menyeberangi jembatan neraka, bila ia melindungi sesama mukmin dari kejahatan orang Munafik. Dan sebaliknya barangsiapa yang mengucapkan perkataan buruk untuk mencemarkan seorang Muslim, maka Allah akan menghukumnya dalam bentuk ia ditahan di atas jembatan neraka hingga dosa ucapannya menjadi bersih.

Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ أُرَاهُ قَالَ بَعَثَ اللَّهُ مَلَكًا يَحْمِيلَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ وَمَنْ رَمَى مُسْلِمًا بِشَيْءٍ يُرِيدُشَيْنَهُ بِهِ حَبَسَهُ اللَّهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ
Artinya : “Barangsiapa melindungi seorang Mukmin dari kejahatan orang Munafik, Allah akan mengutus malaikat untuk melindungi daging orang itu –pada hari Kiamat– dari neraka jahannam. Barangsiapa menuduh seorang Muslim dengan tujuan ingin mencemarkannya, maka Allah akan menahannya di atas jembatan neraka jahannam hingga orang itu dibersihkan dari dosa perkataan buruknya.” (HR. Abu Dawud)

4. Ikhlas Bersedekah
Bekal selanjutnya adalah ikhlas dalam bersedekah. Dengan melakukan ini, selain akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, nantinya kita juga akan dimudahkan untuk melewati jembatan shiratal mustaqim. Oleh sebab itu, janganlah mengharap pujian dari sesama manusia ketika melakukan sedekah kepada orang lain. Berharaplah hanya kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda yang bahwa barangsiapa berbuat kebaikan dengan bersedekah jadi dia diijinkan lewat ash shirat dengan memperoleh petunjuk.


5. Kurangi Beban dan Menolong Orang Lain

Amalan terakhir yang dapat dilakukan oleh kaum muslim dan menjadi bekal agar memudahkannya melewati jembatan shiratal mustaqim adalah dengan mengurangi beban dan menolong orang lain yang tengah mengalami kesulitan. [7] 

C. Jarak Shirath dan Pertanyaan Yang Diajukan
Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
"Sesungguhnya Allah telah menciptakan shirath yang berada di atas neraka, yaitu jembatan yang terletak di tengah-tengah neraka Jahannam yang sangat licin dan dapat menggelincirkan. Jembatan ini mempunyai 7 gardu (pos), yang setiap gardu jaraknya sama dengan perjalanan 3000 tahun, seribu tahun berupa tanjakan yang tinggi, seribu tahun berupa dataran, dan seribu tahun berupa lereng yang curam. Dia lebih kecil dan lembut dari pada rambut, lebih tajam dari pada pedang, dan lebih gelap dibandingkan malam yang pekat. Setiap gardu mempunyai 7 cabang, setiap cabang bentuknya bagai panah yang ujungnya tajam. Duduklah setiap hamba di atas setiap gardu tersebut dan ditanyakan kepadanya tentang perintah-perintah Allah."

Selama perjalanan di shirath, setiap seorang hamba akan ditanyakan tentang apa saja yang telah ia kerjakan selama hidupnya. Pertanyaan di setiap pos adalah sebagai berikut:
1. Pos pertama tentang iman,
2. Pos kedua tentang salat,
3. Pos ketiga tentang zakat,
4. Pos keempat tentang puasa,
5. Pos kelima tentang haji dan umroh,
6. Pos keenam tentang wudhu' dan mandi junub,
7. Pos ketujuh tentang tentang sikap terhadap kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan dan penganiayaan terhadap sesama makhluk hidup.

Jika seorang hamba lolos dari semua pertanyaan-pertanyaan ini, maka mereka akan lewat dan jika tidak, maka ia akan dilemparkan ke dalam neraka dibawahnya. Dalam suatu riwayat diceritakan: Sesungguhnya ketika manusia melewati jembatan, maka api neraka berada di bawah telapak kaki mereka, ada yang berada di atas kepala mereka, ada yang berada di sebelah kanan dan kiri mereka, serta ada yang berada di belakang dan di depan mereka. Sedangkan api neraka itu selalu menjilat tubuhnya, mulai dari kulit sampai dagingnya, sehingga orang yang lewat di atas jembatan itu bagaikan arang yang hitam, kecuali orang-orang yang selamat dari api neraka.

Sebagian mereka ada yang melewati jembatan neraka tersebut tanpa disertai rasa takut terhadap apapun dari kesulitan dan tidak pula merasakan panasnya, bahkan mereka tidak menyadari bahwa mereka telah melalui shirath. Begitulah rahmat Allah kepada orang-orang yang dikasihinya. [8]


D. Hikmah Mengimani Shirath.
Qurthubi rahimahullahu berkata :
Coba renungkan sekarang tentang apa yang akan engkau alami, berupa ketakutan yang ada pada hatimu ketika engkau menyaksikan shirâth dan kehalusannya (bentuknya). Engkau memandang dengan matamu ke dalaman neraka Jahanam yang terletak di bawahnya. Engkau juga mendengar gemuruh dan gejolaknya. Engkau harus melewati shirâth itu sekalipun keadaanmu lemah, hatimu gundah, kakimu bisa tergelincir, punggungmu merasa berat karena memikul dosa, hal itu tidak mampu engkau lakukan seandainya engkau berjalan di atas hamparan bumi, apa lagi untuk di atas shirâth yang begitu halus.

Bagaimana seandainya engkau meletakkan salah satu kakimu di atasnya, lalu engkau merasakan ketajamannya ! Sehingga mengharuskan mengang-kat tumitmu yang lain! Engkau menyaksikan makhluk-makhluk di hadapanmu tergelincir kemudian berjatuhan! Mereka lalu ditarik oleh para malaikat penjaga neraka dengan besi pengait. Engkau melihat bagaimana mereka dalam keadaan terbalik ke dalam neraka dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas. Wahai betapa mengerikannya pemandangan tersebut. Pendakian yang begitu sulit, tempat lewat yang begitu sempit” . [9]

Imam al-Qurthubi rahimahullah menambahkan : “Bayangkanlah wahai saudaraku!. Seandainya dirimu berada di atas shiraath, dan engaku melihat di bawahmu neraka Jahanam yang hitam-kelam, panas dan menyala-nyala, engkau saat itu sesekali berjalan dan sesekali merangkak” . [10]

Dari pembahasan shirâth di atas terbukti kebenaran aqidah Ahlus Sunnah dalam pembahasan masalah iman:

1. Bahwa amal sholeh merupakan bagian dari iman, karena jelas sekali disebutkan dalam hadits-hadits shirâth tersebut bahwa kecepatan manusia melewatinya sesuai dengan kadar keimanan mereka masing-masing. Ini sekaligus membantah paham Murji`ah yang mengeluarkan amal sholeh sebagai bagian dari iman.

2. Bahwa iman bertambah dan berkurang. Ketika seorang Mukmin berbeda-beda tingkat kekuatan iman mereka, maka berbeda-beda pula tingkat kecepatan mereka ketika melewati shirâth.

3. Semakin bertambah keimanan kita kepada Allah dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi segala larangannya.

Dalam pembahasan shirâth ini terdapat pula pelajaran bagi kita agar kita berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, sehingga termasuk orang yang paling cepat ketika melewati shirâth di akhirat kelak.


PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Shirâth menurut bahasa adalah jalan yang terang. Adapun secara istilah merupakan jembatan yang melintang antara jalan neraka dan surga yang akan dilintasi oleh orang-orang yang berbuat kebaikan dan orang-orang yang berbuat keburukan.

2. Landasan keyakinan tentang adanya shirath pada hari kiamat berdasarkan kepada ijma’ para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan kepada dalil-dalil yang akurat dari al-Qur’an dan Sunnah.

3. Bentuk shirath yang akan dilewati manusia sangat tipis, setipis silet, sehingga bisa membuat manusia terpeleset. Dalam riwayat lain : Shiroth lebih tajam dari pada pedang karena berukuran yang sangat tipis. Di atas shirath ada pengait-pengait (seperti duri yang besar-besar) yang bergerak-gerak dan akan menarik manusia lalu melemparkannya ke neraka.

4. Wajib hukumnya bagi kita kaum Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk beriman sepenuhnya kepada Shirath.

5. Adapun amalan-amalan yang memudahkan mukmin melewati shirath tersebut adalah taubat nasuha, rajin berjalan untuk di mesjid dalam kegelapan, melindungi sesama mukmin dari kejahatan orang munafik, ikhlas bersedekah, dan kurangi beban dan menolong orang lain.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, tentulah terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis, mengharapkan kritik dan saran supaya makalah ini lebih baik ke depan. Dan penulis juga mengharapkan kepada pembaca untuk tidak hanya terfokus pada makalah yang telah penulis susun ini, khususnya tentang shirat dalam teologi Islam. Hendaklah untuk mencari sumber lain supaya pengetahuan kita terus bertambah.


[1] Abdul Muhsin al-Muthairi, Buku Pintar Hari Akhir, (Bandung : Serambi Ilmu Semesta, 2006), hal. 376
[2] Mahir Ahmad As-Shufi, Melintas Shirat Menggapai Syafaat, (Jakarta : Aqwan, 2009), hal. 12
[3] Ibid ., hal. 5
[4] Muhammad An-Nuaim, Di Atas Titian Jahannam, (Jakarta : Aqwam Media, 2009), hal. 31
[5] Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin, Syarah Aqidah Wasithiyah, (Jakarta : Darul Falah, 1993), hal. 386-387
[6] Abu Fatyah Al-Adnani, Ensiklopedi Hari Akhir, (Jakarta : Granada Mediatama, 2007), hal. 242-243
[7] Abdurrahim Ahmad, Kehidupan Sebelum dan Sesudah Mati, (Jakarta : Turos Pustaka, 2008), hal. 76-78
[8] Abu Fatyah Al-Adnani, op.cit, hal. 248.
[9] Syamsuddin Al-Qurthubi, At-Tadzkirah Jilid 1, (Jakarta : Pustaka Al-Kausar, 2003), hal. 381-382
[10] Ibid ., hal. 383

No comments